sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rommy bongkar kejanggalan di balik kasusnya

Rommy menyebut ada pihak yang anti-dirinya sebagai Ketua Umum PPP.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 06 Jan 2020 21:10 WIB
Rommy bongkar kejanggalan di balik kasusnya

Terdakwa pengisian jabatan dilingkungan Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur, M Rommahurmuziy merasa janggal atas kasus yang menimpa dirinya. Dia menduga, perkara itu sarat kepentingan politik terkait jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Pertanyaan yang paling sederhana adalah, kalau saya bukan ketua umum PPP, maka bisa enggak peristiwa ini dijadikan sebagai sebuah delik hukum? Kalau itu tidak bisa, maka tidak ada relevansi kedudukan saya sebagai anggota DPR. Sehingga memang (ada pihak) hanya anti sebagai ketua umum PPP belaka yang memungkinkan delik hukum ini berlangsung," kata Rommy, usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (6/1).

Bahkan, Rommy menduga terdapat agenda rahasia di balik perkara yang menimpanya. Menurutnya, agenda itu merupakan suatu bentuk pengingkaran terhadap fungsi partai politik, khususnya PPP.

"Ini juga menunjukkan bahwa memang ada kesengajaan untuk melakukan depolitisasi partai politik terhadap jabatan publik. Padahal, republik ini adalah demokrasi yang membutuhkan secara mutlak keberadaan partai politik," ujarnya.

Kendati merasa ada agenda terselubung, Rommy menilai kasusnya dapat menjadi bahan evaluasi oleh DPR RI. Khususnya, sejumlah kasus yang sarat dengan kepentingan politik.

"Ini menjadi bahan evaluasi yang ke depan mungkin harus dilakukan oleh DPR terhadap proses-proses hukum yang memang memiliki hidden agenda berupa deparpolisasi atau depolitisasi partai-partai politik di jabatan publik," bebernya.

Di samping itu, Rommy juga mengaku akan mencatat kasus yang menimpanya. Sebab, dia meyakini bawa perkara tersebut bukan murni dari pelanggaran hukum.

"Saya pastikan itu, dan saya sudah tahu ini bukan peristiwa hukum murni, tetapi hukum yang sebenarnya memiliki hidden agenda," lanjut Rommy.

Sponsored

Lebih lanjut, dia menyoroti tuntutan yang dilayangkan oleh KPK karena penuntut umum hanya menyalin surat tuntutan dari dakwaannya. Sebab, substansi tuntutan itu dianggap sama persis dengan surat dakwaan.

"Karena tuntutan ini copas, saya menyarankan ke depan sebaiknya tidak perlu ada pembuktian saksi-saksi itu. Dari dakwaan, langsung tuntutan saja, begitu. Sehingga tidak memboroskan biaya negara dan memenuhi asas perkara cepat gitu loh," katanya.

Menurut Rommy, sebagian dakwaan yang tak terbukti oleh fakta persidangan tetap dirumuskan dalam surat tuntutan sehingga dia memandang surat tuntutan itu hanyalah imajinasi yang dirangkai oleh penuntut umum.

"Sehingga, dikatakan tuntutan ini kan copas dari dakwaan, sebaiknya ke depan saya sarankan kepada KPK tidak perlu menghadirkan saksi-saksi, dan untuk mempercepat, dan juga mengurangi biaya," tutup Rommy.

Sebelumnya, Rommy dituntut hukuman pidana selama 4 tahun kuringan penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Selain pidana penjara, Rommy juga dituntut pidana berupa uang pengganti sebesar Rp46,4 juta. Tak hanya itu, dia juga dituntut dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun. Pidana itu, terhitung jika Rommy telah selesai menjalani pidana pokok.

Rommy dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentant perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tak hanya itu, Rommy juga dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentant perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid