close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan saat peluncuran Gerakan Indonesia Menanam di Banyuasin, Sumatera Selatan, April 2025. /Foto Instagram Prabowo
icon caption
Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan saat peluncuran Gerakan Indonesia Menanam di Banyuasin, Sumatera Selatan, April 2025. /Foto Instagram Prabowo
Politik
Selasa, 29 April 2025 12:34

Saat Prabowo mengkritik para pengkritik...

Prabowo menyinggung seorang profesor di perguruan tinggi yang "nyinyir" terhadap program MBG.
swipe

Presiden Prabowo Subianto kembali curhat soal beragam kritik yang diterima pemerintahannya. Teranyar, Prabowo mengungkap banyak kritikus yang "nyinyir" terhadap program-progam pemerintah yang ia jalankan, termasuk di antaranya Makan Bergizi Gratis (MBG) dan rencana pembentukan Koperasi Merah Putih. 

"Ada yang menentang, ada yang nyinyir dan yang nyinir itu, kagetnya, ada yang profesor. Biar profesor itu belajar dari Ustaz Adi Hidayat. Jangan-jangan dia hanya profesor di ruangan," kata Prabowo saat meluncurkan Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) di Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (23/4). 

Ustaz Adi Hidayat merupakan penggagas Gerina. Saat peluncuran Gerina, Adi Hidayat hadir bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan. 

"Solusi yang dilaksanakan Ustaz Adi Hidayat dengan Gerina. Gerakan Indonesia Menanam adalah solusi. Nah, ini kita berikan solusi. Karena Indonesia besar, pemikiran kita harus besar," kata Prabowo. 

MBG belakangan memang banjir kritik. Dalam laporan khususnya, Tempo mengungkap program itu banyak dinikmati oleh orang-orang dekat Prabowo. Ada pula kasus dugaan fraud oleh Yayasan MBG terhadap salah seorang mitra pengelola dapur di Kalibata, Jakarta Selatan. 

Saat berpidato pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-17 Gerindra, Prabowo juga sempat menyinggung para pengamat dan analis yang hobi mengkritik program-program pemerintah. 

Ketika itu, Prabowo bilang ada tiga hal yang rutin dikritik para pengamat. Pertama, soal program MBG. Kedua, soal kabinet gemuk. Ketiga, soal kedekatannya dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

"Ada orang pintar (bilang) kabinet ini kabinet gemuk, terlalu besar... Ndasmu (kepalamu)," kata Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Pada kesempatan itu, Prabowo mengaku tak antikritik. "Kita harus mau dikoreksi. Kita harus mau dikritik. Tetapi, kritiknya yang benar, jangan kritik berdasarkan dendam," ujar dia.

Analis politik dari Universitas Jember, Muhammad Iqbal menyebut pernyataan Prabowo soal pemerintahannya yang tak antikritik terkesan hanya retorika. Menurut dia, ada kecenderungan pemerintahan Prabowo mengasingkan kaum intelektual yang kritis. 

"Misalnya, sikap reaktif presiden yang enggan menerima masukan dan kritikan para ahli dan guru besar soal kebijakan MBG. Alih-alih terbuka pada kritik berbasis pengetahuan, Prabowo malah balik mengumpat kaum cendekiawan dengan kata-kata yang kasar dalam bahasa Jawa. Itu satu bukti nyata sikap antikritik," kata Iqbal kepada Alinea.id. Jumat (25/4). 

Dari sisi psikologi komunikasi, menurut Iqbal, karakter perilaku dan pola komunikasi Prabowo cenderung defensif ketimbang suportif. Mengutip ilmuwan psikologi komunikasi Jack R. Gibb, menurut Iqbal,  perilaku defensif Prabowo bisa jadi muncul tanpa disadari dan menunjukkan ketakutan terhadap kritik atau saran. 

Selain ndasmu, Iqbal menyinggung diksi "omon-omon" yang dipopulerkan Prabowo saat debat Pilpres 2024. "Bahkan, bisa terbiasa atau berulang secara sarkasme menggunakan humor untuk mengejek atau menyindir orang lain dengan diksi narasi yang sebenarnya tak pantas," kata Iqbal. 

Kebebasan berpendapat, kata Iqbal, merupakan ciri utama demokrasi sehingga tak semestinya dibatasi. Di era post-truth, kritik dari kalangan akademisi terutama penting untuk menjaga agar rezim tak tergelincir ke tirani. 

"Ini periode yang tumbuh subur pelbagai upaya, atensi dan interaksi yang sarat dengan fabrikasi distorsi dan manipulasi informasi. Pada titik ini, demokrasi bisa mati perlahan bahkan roboh akibat relasi kuasa elite dan warga yang timpang karena para pemimpin dan elite menutup ruang kebebasan kritik," kata Iqbal. 

Analis poltik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi sepakat Prabowo cenderung mendegradasi kritik dari kalangan intelektual. Saran dan kritik dari kalangan intelektual hendaknya dilihat sebagai masukan positif bagi kemajuan bangsa. 

"Karena kritik sosial adalah cara yang dilakukan oleh kalangan intelektual untuk menemukan problem sosial yang sedang kita hadapi, dan penemuan problem melalui jalan kritik adalah langkah awal untuk menemukan solusi terhadap persoalan bersama," kata Airlangga kepada Alinea.id. 

Menurut Airlangga, maka pemerintah perlu mendengarkan kritik dari kalangan intelektual dan terus memperbaiki pola komunikasi di ruang publik. Dengan begitu, solusi untuk beragam persoalan bangsa bisa dirumuskan bersama.

"Apabila pemerintah ingin mendapatkan trust (kepercayaan) dari publik, maka jalan untuk mencapainya adalah sabar mendengarkan apa yang menjadi kritik dari kalangan intelektual," kata Airlangga.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan