close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Anggaplah KPU bersalah, yang paling memungkinkan adalah bayar ganti rugi. Ilustrasi: Ist
icon caption
Anggaplah KPU bersalah, yang paling memungkinkan adalah bayar ganti rugi. Ilustrasi: Ist
Politik
Jumat, 03 Maret 2023 20:14

Selain banding putusan PN Jakpus, KPU disarankan bayar ganti rugi hingga verifikasi ulang Partai Prima

Anggaplah KPU bersalah, yang paling memungkinkan adalah bayar ganti rugi.
swipe

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengadili perkara gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), memutus KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024. Putusan ini jadi sorotan publik lantaran dinilai dapat berimbas kepada mundurnya pelaksanaan pemilu serentak 2024.

KPU menyatakan bakal mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, menilai langkah KPU untuk mengajukan banding merupakan upaya hukum yang paling memungkinkan untuk ditempuh dalam perkara ini.

"Menurut saya, jalur hukum yang paling memungkinkan dalam perdata adalah banding," kata Nicky dalam forum diskusi daring yang disiarkan melalui YouTube CSIS Indonesia, Jumat (3/3).

Kendati demikian, Nicky menilai langkah ini juga masih berpotensi memengaruhi pelaksanaan pemilu 2024. Menurutnya, dalam konteks putusan perdata, masih ada langkah hukum lainnya yang dapat ditempuh oleh KPU sebagai pihak tergugat.

"Balik lagi ke dalam konteks putusan, ini kan putusan perdata. Anggaplah KPU bersalah, yang paling memungkinkan adalah bayar ganti rugi," ujarnya.

Diketahui, terkait ganti rugi ini juga termuat dalam amar putusan majelis hakim yang menyatakan menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.

Kendati demikian, imbuh Nicky, putusan untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari tidak dapat dieksekusi.

"Tetapi tidak bisa mengeksekusi, melaksanakan yang menunda tadi. Karena itu sudah bukan yurisdiksinya pengadilan negeri," ujar Nicky menambahkan.

Kemudian, Nicky menilai KPU juga dapat melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima sebagai upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Sebab, dasar gugatan yang diajukan Partai Prima kepada KPU adalah merasa dirugikan  dalam verifikasi administrasi pada tahapan pemilu.

"Lalu yang paling memungkinkan lagi adalah verifikasi ulang terhadap parpol ini. Karena yang mereka keberatan kan mereka tidak lolos, maka verifikasi ulang agar bisa jadi peserta pemilu," tutur Nicky.

Menurutnya, upaya hukum yang akan ditempuh atas putusan PN Jakarta Pusat ini tidak seharusnya memindahkan beban konstitusional kepada peserta pemilu lain. Sementara, permasalahan kasus yang disidangkan hanya terjadi antara Partai Prima dan KPU.

"Jangan sampai memindahkan beban konstitusional ke peserta pemilu lain. Apa beban konstitusional? Ya penundaan pemilu. Padahal, yang berkasus antar dua pihak saja sebenarnya," ucap dia.

Oleh karenanya, Nicky memandang pembayaran ganti rugi dan verifikasi ulang Partai Prima menjadi upaya hukum lain yang memungkinkan untuk dilakukan selain banding.

Pada Kamis, 2 Maret 2023, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima yang dilayangkan pada 8 Desember 2022 terhadap KPU dengan nomor registrasi 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam amar putusannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat telah memutus agar KPU untuk tidak melanjutkan tahapan pemilu 2024 dan kembali melaksanakan tahapan pemilu awal.

"Mengadili, menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian poin ke lima dari amar putusan tersebut.

Menanggapi riuhnya respons publik atas putusan tersebut, pejabat humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo, mengatakan majelis hakim tidak menyatakan untuk menunda pemilu dalam amar putusan.

Disampaikan Zulkifli, putusan yang disampaikan majelis hakim telah melalui proses-proses pembuktian selama persidangan. Menurutnya, putusan itu disampaikan secara terbuka sehingga masyarakat luas bebas menanggapi atau menafsirkan putusan majelis hakim.

"Jadi mengenai apakah itu menunda pemilu, itu ya silakan diartikan. Tapi itulah amar putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakpus. Boleh publik mengatakan itu melanggar apa segala macam nggak ada masalah, karena itu memang konsumsi publik. Putusan itu terbuka untuk umum," kata Zukifli kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Jumat (3/3). 

Selain itu, apabila ada pihak yang tidak setuju atas putusan hakim, maka dapat menempuh upaya hukum melalui banding.

"Tentunya berdasarkan undang-undang, apabila ada pihak yang tidak menerima putusan ini, dapat menyatakan banding upaya hukum 14 hari setelah amar putusan dibacakan," ujar dia.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan