sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sistem politik kartel berdampak pada rusaknya SDA

Pemerintah memberikan keran izin terhadap korporasi untuk mengeksploitasi alam dengan masif.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Sabtu, 27 Mar 2021 10:31 WIB
Sistem politik kartel berdampak pada rusaknya SDA

Sistem politik kartel dalam pemilu dan melekatnya kuasa oligarki dalam representasi politik, baik di pemerintahan maupun parlemen, dinilai dapat merusak pilar negara hukum Indonesia dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM).

Dosen FH Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman mencontohkan, salah satu pengabaian HAM dan lingkungan hidup terlihat, ketika pemerintah memberikan keran izin terhadap korporasi untuk mengeksploitasi alam dengan masif.

Situasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya dampak besar, seperti, banjir, kebakaran hutan, dan asap kebakaran hutan. Di sisi lain ada kecenderungan pemerintah tidak serius untuk menangkal dampak akibat tindak perusahaan eksploitasi alam tersebut.

"Tak pernah diurus serius dalam pemerintahan Jokowi hari ini," Herlambang, dalam diskusi webinar bertajuk "Kemunduran Demokrasi dan Degradasi Lingkungan" Jumat (26/3).

Herlambang memberi contoh kongkret tidak seriusnya pemerintah saat ini menanggulangi dampak eksploitasi alam dari kegiataan koorporasi. Di antaranya pada kasus yang dipotret Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) di Kampung Segading, sebuah daerah tinggal warga yang terkepung dan tersingkir oleh kegiatan tambang batu bara.

"Penyebab utamanya diakibatkan penerbitan izin pertambangan yang begitu serampangan," terangnya.

Sementara itu, setidaknya terdapat 5.137.875,22 hektare izin operasi tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur yang dirujuk dari data salinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan. Izin tersebut diterbitkan berjenis izin usaha pertambangan (IUP).

"Izin ini diterbitkan para bupati dan wali kota pada masa silam. Jumlahnya 1.404 IUP dengan total luas 4.131.735,59 hektare," tutur dia.

Sponsored

Jumlah IUP berkurang ketika kewenangan pertambangan beralih pada Pemerintah Provinsi. Hal itu tercermin ketika Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mencabut 670 IUP.

"Kegiatan pertambangan batu bara faktanya gagal mencegah kerusakan lingkungan dan bahkan tidak cukup memberi perlindungan akses warga terhadap lingkungan yang baik dan sehat," papar dia.

Sementara Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia Kristiana Viri menilai, perlu ada strategi politik alternatif yang dibangun bukan melalui kekuatan oligarki, melainkan gerakan aktif para politikus. Baginya, cara tersebut dapat merubah tatanan sistem politik Indonesia ke arah yang lebih baik.

"Peran ini sangat mendasar diambil melihat konteks politik Indonesia tidak akan banyak berubah dengan model kartel politik saat ini, terutama kuasa oligarki begitu kuat mencengkeram demokrasi Indonesia dan merusak sumberdaya alam dan lingkungan," tegasnya.

Berita Lainnya
×
tekid