Picu flexing, Sri Mulyani disarankan hapus Perpres 37/2015

"[Kasus] ini pukulan telak bagi Sri Mulyani karena menujukkan kegagalan dalam pengawasan."

Menkeu, Sri Mulyani, disarankan menghapus tukin fantastis pegawai DJP Kemenkeu dalam Perpres 37/2015 karena memicu anak buahnya memamerkan kekayaan (flexing). Istimewa

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, disarankan menghapus Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja (Tukin) Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aturan ini dinilai menjadi memicu munculnya gaya hidup mewah dan memamerkan kekayaan (flexing) oleh pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"[Di dalam] Perpres 37/2015, di mana dia beri tukin tinggi sekali, berlipat-lipat. Itu kemudian dipahami sebagian ASN di Kemenkeu hidup bermewah-mewahann karena merasa melebihi sehingga pamer," ucap analis kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, kepada Alinea.id, Senin (6/3). "Jadi, kalau mau regulasi, perpres dibatalkan."

Menurutnya, aturan tersebut sangat memanjakan para pegawai DJP karena mendapatkan tukin fantastis ketika penerimaan pajak melampaui target. Padahal, tugasnya sekadar mengumpulkan.

"Itu enak sekali. Kan, cuma ngumpulin. Kalau cari duit sendiri lain cerita, dia inovatif untuk datangkan anggaran selain pajak. Kalau cuma narikin pajak enak sekali," sambungnya.

Trubus berpendapat, munculnya pegawai yang gemar flexing, seperti yang dilakukan bekas Kepala Kantor Bea Cukai DIY, Eko Darmanto, dan keluarga eks pejabat DJP, Rafael Alun Trisambodo, adalah imbas terbitnya Perpres 37/2015.