Mengapa orang Eropa tak biasa dengan makanan pedas?

Di Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Afrika olahan kuliner pedas, dengan cabai sebagai bahan utama, sudah biasa dinikmati.

Ilustrasi cabai./Foto englishlikeanative/Pixabay.com

Hari ini, 16 Januari diperingati sebagai hari makan pedas sedunia. Perayaan ini merupakan sebuah cara dalam menghargai dan menikmati aneka ragam dan budaya kuliner pedas dari daerah-daerah di seluruh dunia. Cabai, yang mengandung senyawa kapsaisin, merupakan bahan utama membuat kuliner pedas.

Di Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Afrika olahan kuliner pedas, dengan cabai sebagai bahan utama, sudah biasa dinikmati. Namun, orang-orang Eropa cenderung tak biasa makan pedas.

Melansir Happy Spicy Hour, makanan pedas memang tak lazim di Eropa. Penyebabnya, kondisi geografis yang membuat iklim di Eropa tak cocok untuk menanam cabai, lada hitam, dan jintan yang menjadi bahan utama makanan pedas. Kondisi iklim di sebagian besar wilayah Eropa hanya ideal untuk menanam tanaman tertentu, seperti kentang, gandum, dan lobak.

Sebelum abad ke-15, hanya sedikit orang Eropa yang keluar dari benua tersebut karena kurangnya transportasi. Lalu, pada awal abad ke-15, baru ada kapal berperalatan lengkap yang mampu berlayar jarak jauh.

Lantas, ketika orang Eropa pertama kali mencapai Amerika Selatan dan Tengah, Asia, hingga Afrika, mereka menemukan berbagai macam rempah-rempah baru, termasuk cabai, kunyit, dan kayu manis. Mereka membawa sekarung rempah-rempah kering ke Eropa, tetapi karena bahan-bahan tersebut “tak lumrah”, mereka tak tahu cara memasaknya.