close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kokorec. Foto: Pixabay
icon caption
Kokorec. Foto: Pixabay
Peristiwa
Senin, 28 Juli 2025 14:33

Perseteruan panas Turki-Yunani di bawah sajian Kokoreç

Pertikaian tentang kokoreç ini bukan yang pertama. Dalam dua dekade terakhir, banyak sajian ikonik yang diperebutkan identitasnya oleh kedua negara.
swipe

Di antara aroma panggangan daging di pasar-pasar malam Istanbul dan Athens, sebuah perdebatan hangat terus mendidih—dan bukan karena api pemanggang. Perseteruan lama antara Türkiye (Turki) dan Yunani kembali mencuat, kali ini dipicu oleh satu sajian yang gurih dan sedikit ekstrem: kokoreç.

Kokoreç, atau kokoretsi dalam sebutan Yunani, adalah hidangan dari jeroan kambing atau domba yang digulung dan dipanggang, menjadi salah satu makanan jalanan paling digemari di kedua negara. Tapi baru-baru ini, Taste Atlas—situs kuliner internasional yang dikenal dengan daftar makanan tradisionalnya—menyulut api lama dengan menempatkan “kokoretsi” versi Yunani di posisi pertama dalam daftar hidangan jeroan terbaik dunia. Sementara kokoreç ala Turki hanya menempati peringkat keempat.

Seolah tak cukup, Taste Atlas bahkan menyebut kokoretsi sebagai sajian asal Yunani dengan akar dari Albania, dan menyatakan bahwa versi Yunani lebih kompleks karena menggunakan ginjal dan hati, sedangkan kokoreç Turki disebut hanya memakai usus.

Tak pelak, media sosial di Türkiye pun meledak. “Kokoreç itu milik kami!”, tulis seorang pengguna. “Kami tidak akan memberikannya kepada siapa pun!” seru yang lain. Ungkapan-ungkapan seperti ini menandai babak baru dari persaingan panjang antara dua bangsa yang secara budaya, sejarah, bahkan rasa—terlampau dekat untuk diabaikan.

Lebih dari sekadar makanan

Pertikaian tentang kokoreç ini bukan yang pertama. Dalam dua dekade terakhir, banyak sajian ikonik yang diperebutkan identitasnya oleh kedua negara. Sebut saja baklava, cacık (atau tzatziki dalam versi Yunani), hingga kopi Turki yang oleh pihak Yunani disebut “Greek coffee.”

Baklava misalnya—lapisan tipis pastry isi kacang dan sirup manis ini telah lama menjadi simbol manisnya dapur Turki. Namun, Yunani juga mengklaim sajian ini sebagai bagian dari tradisi kulinernya. Bahkan, beberapa restoran Yunani di luar negeri secara eksplisit mencantumkan “Greek Baklava” dalam menunya, yang memicu protes dari komunitas diaspora Turki.

Demikian pula dengan cacık, saus yogurt dengan mentimun dan bawang putih. Di Yunani, makanan ini dikenal sebagai tzatziki dan disajikan dalam hampir semua taverna. Keduanya punya rasa yang hampir identik, dan cara penyajiannya pun nyaris tak berbeda. Tapi siapa lebih dulu? Itu pertanyaan yang sulit dijawab, terutama ketika sejarah makanan begitu erat terkait dengan masa Kekaisaran Ottoman, yang meliputi wilayah-wilayah yang kini menjadi bagian dari kedua negara.

Kopi pun tak luput dari sengketa. Setelah konflik politik yang meningkat antara kedua negara di pertengahan abad ke-20, istilah “Turkish coffee” mulai diubah menjadi “Greek coffee” di banyak kedai di Yunani sebagai bentuk pernyataan identitas. Padahal, teknik pembuatan dan rasanya tidak berubah sama sekali.

Siapa yang benar?

Turki dan Yunani, dua negara yang berbagi sejarah panjang—seringkali pahit—di bawah bayang-bayang Kekaisaran Ottoman, memiliki banyak kesamaan budaya. Tak heran bila dapur mereka pun saling menyerupai. Namun dalam setiap kemiripan itu, tersembunyi sensitivitas identitas nasional.

Dalam konteks geopolitik dan nasionalisme, makanan menjadi lebih dari sekadar rasa: ia berubah menjadi simbol warisan, kebanggaan, dan bahkan klaim kultural. Makanan bisa menjadi bentuk diplomasi lunak, tetapi juga alat perlawanan simbolik.

Kembali ke kokoreç, mungkinkah ada “pemilik sah” dari makanan seperti ini?

Sejarawan kuliner banyak yang berpendapat bahwa mencari asal mula satu hidangan di kawasan seperti Anatolia dan Balkan—yang selama berabad-abad terjalin dalam jaringan etnik, migrasi, dan perang—adalah seperti mencoba memisahkan benang dalam tenunan lama.

Kokoreç, kokoretsi, atau apapun namanya, adalah bagian dari warisan kuliner regional yang berkembang melintasi batas negara modern. Yang satu mungkin menambahkan hati dan ginjal, yang lain mungkin lebih tajam bumbunya. Tapi di balik perbedaan itu, keduanya mewakili cinta yang sama pada makanan berbumbu kuat dan proses masak yang rumit.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan