Harmonisasi regulasi BRIN mendesak dieksekusi

Satu yang paling disorot adalah posisi BRIN sebagai lembaga otonom yang tidak dipimpin pejabat setingkat menteri. 

Ilustrasi integrasi lembaga riset ke dalam BRIN. Alinea.id/Bagus Priyo

Rencana peleburan empat lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), yakni LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan banyak meninggalkan pekerjaan rumah. Satu yang paling disorot adalah posisi BRIN sebagai lembaga otonom yang tidak dipimpin pejabat setingkat menteri. 

Padahal, posisi BRIN sangat strategis untuk membawa Indonesia dalam posisi terdepan pada bidang riset dan inovasi. Sekaligus akan meningkatkan pengetahuan, pasar, dan komunikasi.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga Anggota Komisi VII DPR-RI Mulyanto menyesalkan hilangnya "menteri" sebagai penanggung jawab dan pimpinan tertinggi dalam UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Padahal, pada umumnya kata menteri harus ada untuk menjalankan tugas sebuah undang-undang.

Akibatnya hal itu, kata dia, saat ini ada "matahari kembar" di pemerintahan yang bergerak di iptek. Yaitu BRIN dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

"Bedanya, Ristek (Kemendikbudristek) berada di Komisi X DPR, sehingga mereka bisa hadir di sidang kabinet dan turut serta dalam pembentukan regulasi. Sedangkan BRIN di Komisi VII DPR yang tentu tidak dapat turut serta dalam sidang kabinet," tutur Mulyanto dalam Alinea Forum bertajuk "Harmonisasi Regulasi BRIN", Rabu (7/7).