Menanti keputusan MK soal UU IKN

Narasi Institute menyayangkan keputusan MK yang menolak enam gugatan yang diajukan terkait UU IKN ini.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). Foto Antara

Mahkamah Konstitusi hanya menyisakan dua permohonan pengujian UU IKN yang belum diputuskan, yaitu permohonan Nomor 25 (Abdullah Hehamahua CS) dan Nomor 34 (Prof Din Syamsuddin CS). Sementara enam pemohonan lainnya dinyatakan tidak bisa dilanjutkan alias kalah disidang MK.

Co-Founder Narasi Institute Fadhil Hasan mengatakan, saat ini isu IKN ini sudah mulai meredup dengan digantikan isu-isu lain. Dia sendiri tidak bisa menduga meredupnya isu IKN ini apakah ada sesuatu yang disengaja atau tidak.

“Mendiskusikan kembali isu ini adalah untuk menghangatkan kembali kepada publik. Walaupun mungkin sekarang ini bukan lagi persoalan substansinya karena secara legal sudah disahkan oleh DPR. Jadi sekarang ini bolanya sudah ada di tangan Mahkamah Konstitusi,” kata Fadhil sacara dipantau secara online, Jumat (3/6).

Fadhil menyayangkan keputusan MK yang menolak enam gugatan yang diajukan terkait UU IKN ini. Menurutnya, alasan MK dalam menolak enam gugatan tersebut, menunjukan seolah-olah MK tidak berminat lagi secara serius mengkaji dan mebuka diri untuk melihat persoalan ini dalam kontek yang lebih luas.

Keenam perkara yang tidak diterima itu yakni perkara Nomor 47/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Mulak Sihotang, Nomor 48/PUU-XX/2022 oleh Damai Hari Lubis, Nomor 53/PUU-XX/2022 oleh Anah Mardianah, Nomor 54/PUU-XX/2022 oleh Muhammad Busyro Muqoddas dkk, Nomor 39/PUU-XX/2022 oleh Sugeng, dan Nomor 40/PUU-XX/2022 oleh Herifuddin Daulay.