Menkominfo klaim interpretasi UU ITE bukan norma hukum baru

Pedoman interpretasi UU ITE, dapat digunakan sebagai acuan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE jika ada sengketa.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate saaat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020)/Foto Antara Galih Pradipta.

Pemerintah membuat tim pengkaji Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tiga kementerian dilibatkan dalam mengkaji aturan "karet" tersebut. 

Yakni, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menjelaskan, tim akan membuat pedoman interpretasi UU ITE, terkhusus pasal krusial 27,28, dan 29.

Dia mengklaim, pedoman interpretasi UU ITE bukanlah norma hukum baru. "Jangan sampai keliru ditafsirkan, seolah-olah membuat tafsiran kepada UU, karena sudah ada penjelasannya pada bagian UU dan penafsiran akhir dalam pelaksanaan judicial sistem (pengadilan) bagi masyarakat pencari keadilan adalah menjadi kewenangan hakim," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (22/2).

Pedoman interpretasi UU ITE, menurut dia, dapat digunakan sebagai acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE jikalau ada sengketa. Jadi, pedoman interpretasi UU ITE dari Kominfo ini hanya akan berurusan di ranah siber (ruang digital).