Pengurus parpol dilarang jadi jaksa agung, tepatkah?

Sekjen NasDem keberatan dengan putusan itu karena dinilai tidak relevan.

Dokumentasi Kejagung

Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, menolak mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengurus partai politik (parpol) dilarang menahkodai "Korps Adhyaksa". Alasannya, permohonan uji materi tersebut bukan ia yang mengajukannya.

"Aku enggak komentar dulu," ucapnya, Selasa (5/3). "Bukan Aku yang ngajuin, lo! Bukan kejaksaan yang ngajuin."

Gugatan tersebut diajukan jaksa Jovi Andrea Bachtiar. Dalam permohonannya, ia meminta MK melarang anggota parpol menjadi jaksa agung karena dikhawatirkan merusak independensi kejaksaan secara inkonstitusional, utamanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Namun, MK memutuskan pelarangan hanya bagi pengurus parpol. Alasannya, seorang pengurus parpol memiliki keterikatan kuat dengan partainya, sedangkan seorang anggota parpol bisa saja memanfaatkan partainya sebagai "kendaraan" untuk mencapai tujuan politiknya.

Kendati begitu, MK memberikan kesempatan bagi eks pengurus parpol untuk menjadi jaksa agung jika sudah mengundurkan diri atau berhenti minimal 5 tahun. Gugatan ini terdaftar dalam Perkara Nomor 6/PUU-XXII/2024.