Perencanaan pembuatan peraturan dinilai tidak sistematis

Merujuk pada fakta DPR periode 2014-2019 yang hanya mampu merealisasikan 45% dari target 189 rancangan undang-undang (RUU) yang dibahas.

Pimpinan DPR memimpin rapat paripurna ke-4 masa persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/10).AntaraFoto

Terdapat perencanaan yang tidak sistematis dalam proses pembentukan peraturan yang dilakukan pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ihwal itu merujuk pada fakta DPR periode 2014-2019 yang hanya mampu merealisasikan 45% dari target 189 rancangan undang-undang (RUU) yang dibahas.

"Jadi yang dihasilkan itu, antara 84 sampai 89 undang-undang. Saya bahkan tidak menemukan data valid karena ada banyak sumber dan negara tidak menyediakan sumber tunggal," kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Rizky Argama di Jakarta, Rabu (30/10).

Dia menambahkan, dari  sekitar 80 UU yang dihasilkan itu, ternyata hanya 35 UU yang memang sebelumnya tercantum di daftar 189 RUU yang dicanangkan, sedangkan sisanya dibahas secara tiba-tiba dan kemudian disahkan menjadi UU.

Situasi nyaris serupa juga terjadi di pemerintahan. Pada 2017 misalnya, dalam Program Penyusunan Peraturan Kepala Lembaga (Progsun), jumlah rancangan peraturan pemerintah (PP) yang tertera sebanyak 89 rancangan PP, akan tetapi yang terealisasi hanya tiga saja. 

"Itu berulang pada 2018, rencananya bikin 43 PP, tetapi yang jadi hanya tiga. Selain itu,  ada 45 PP yang di luar rencana, tetapi jadi," ucap dia.