MK timbang kebut putusan uji materi UU Pemilu 

Majelis hakim segera menggelar rapat permusyawaratan hakim ihwal uji materi UU Pemilu.

Mantan Wakil Menkum HAM, Denny Indrayana (tengah) bersama Penelitii utama NETGRIT, Hadar Nafis Gumay (ketiga kanan) dan Direktur PERLUDEM, Titi Anggraini (ketiga kiri) dan sejumlah aktivis Pemilu membentangkan spanduk usai mendaftarkan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang terkait dengan syarat prosedur administratif di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/3). /Antara Foto

Mahkamah Konstitusi menerima berkas perbaikan permohonan uji materi (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) dalam sidang panel di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/3). Berkas diterima tiga hakim MK, yakni I Dewa Gede Palguna, Arief Hidayat, dan Saldi Isra. 

Namun demikian, setelah diperiksa, para hakim masih menemukan sejumlah kekurangan dalam permohonan tersebut. "Masih ada hal yg perlu ditambahkan. Misalnya, bukti bahwa pemohon yang ada organisasinya, belum ada buktinya bahwa yang bersangkutan merupakan direktur," Saldi. 

Saldi mengatakan, MK sudah menerima anggaran dasar dan anggaran rumah (AD/ART) organisasi pemohon. Namun, nama dan jabatan para pemohon tidak dicantumkan secara jelas. 

"Harus ada bukti, SK Dekan misalnya bahwa dia direktur. Kami kan tidak bisa menerima klaim orang ini direktur tanpa ada bukti formal, di luar AD/ART bahwa direktur itu bisa mewakili orang yang bersangkutan baik di dalam maupun di luar pengadilan," ujar Saldi. 

Uji materi dimohonkan oleh sejumlah individu yang berasal dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), semisal Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) dan Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas.