Putusan OSO ujian integritas Bawaslu 

Bawaslu bakal memutuskan gugatan sengketa administratif yang diajukan OSO, Rabu (9/1) besok.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) berbincang dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kanan) dan Tim Kuasa Hukum Oso Gugum Ridho Putra (kiri) dalam sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1). Foto Antara

Sengketa pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD RI menuju babak akhir. Jika tidak ada aral melintang, Bawaslu RI bakal memutus gugatan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan OSO, Rabu (9/1) besok. 

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai putusan atas sengketa yang diajukan OSO bakal menjadi batu ujian bagi integritas Bawaslu. Ia berharap Bawaslu bisa melepaskan diri dari tekanan dan konsisten melahirkan keputusan yang adil. 

"Saat memutuskan mantan napi korupsi masih punya hak politik, Bawaslu berpegang pada putusan MK. Pertanyaan dan pertaruhannya, apakah argumentasi yang sama akan dipakai oleh Bawaslu RI dalam perkara (OSO) tersebut," ujar Donal dalam sebuah diskusi di Media Center Bawaslu, Selasa (8/1)

Dalam sejumlah putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan mantan napi kasus korupsi mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg). Asalkan, mereka mendeklarasikan diri sebagai mantan napi kasus korupsi saat mendaftar ke KPU.

Berbasis putusan MK dan aturan dalam UU Pemilu, Bawaslu meloloskan 40 caleg eks napi koruptor di Pemilu 2019. Sebelumnya, KPU merilis PKPU 20/2018 yang isinya melarang mantan napi kasus korupsi nyaleg. Bawaslu beralasan PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu dan lebih rendah tingkatannya.