Gugatan dikabulkan MK, ICW desak KPU revisi aturan pencalonan kepala daerah

MK mengharuskan eks napi menunggu selama lima tahun sebelum mencalonkan diri jadi kepala daerah.

Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) membacakan amar putusan nomor perkara 56/PUU-XVII/2019 dan 58/PUU-XVII/2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (11/12). /Antara Foto

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak KPU segera merevisi peraturan KPU tentang pencalonan dalam Pilkada 2020. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). 

"Kami meminta KPU segera mungkin merevisi PKPU. Hal itu tidak butuh waktu lama untuk memperbaiki pasal karena hanya menambahkan beberapa frasa saja," kata peneliti ICW Donal Fariz di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12).

Uji materi UU Pilkada diajukan ICW bersama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dalam permohonannya, ICW meminta agar mantan napi kasus korupsi tidak diperbolehkan langsung mencalonkan diri sebagai kepala daerah usai menjalani hukuman. 

Dalam putusannya, MK mengabulkan untuk memberikan masa tunggu selama 5 tahun bagi mantan terpidana. Artinya, mantan terpidana baru bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah melalui masa tunggu 5 tahun usai menjalani pidana penjara.

"Ini akan membuka ruang korektif bagi para mantan terpidana untuk mengevaluasi diri sebelum maju. Ini penting tidak hanya bicara soal pemberantasan korupsi, tetapi juga bicara demokrasi," ujar Donal.