Rekomendasi Yusril tunda Pemilu 2024 dinilai sulit ditempuh

Menurutnya, tidak semua partai politik sepakat dengan usulan melakukan amandemen UUD 1945.

Ketuam Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor. Foto: Alinea.id/Twitter

Direktur Solulis dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad, menilai tiga opsi yang direkomendasikan pakar hukum tata negara sekaligus Ketuam Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, sulit untuk ditempuh. Menurutnya, tidak semua partai politik sepakat dengan usulan melakukan amandemen UUD 1945.

Melalui sebuah pernyataan, Yusril Ihza Mahendra memberikan tiga opsi untuk menunda pemilu. Pertama, Amandemen UUD 45, kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

"Untuk melakukan amandemen, UUD mengamanahkan harus diajukan 1/3 anggota MPR. Dan sidang MPR harus dihadiri 2/3 anggota MPR, serta alasan perubahannya harus kuat dan jelas. Selain itu, amandemen harus disetuji 50% + 1 anggota MPR," kata Suparji dalam keterangannya, Selasa (1/3).

Menurut dia, untuk mengeluarkan dekrit presiden memang memungkinkan. Namun, mengeluarkan dekrit tak hanya mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis, tetapi juga politis.

"Perlu ada keberanian dari Presiden Jokowi untuk mengeluarkan dekrit, karena jika tidak mampu memberikan dalil yang kuat, dekrit justru akan berbalik pada dirinya sendiri," ujarnya.