Rizal Ramli dorong ambang batas Capres 20% dihapus

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menilai ambang batas pencalonan presiden 20% membohongi rakyat.

Menurut Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut, pencalonan ambang batas presiden dengan mengacu kepada hasil Pemilu 2014 tak bisa dibenarkan. / Antara Foto

Gugatan peraturan ambang batas pencalonan presiden atau yang dikenal dengan presidential treshold 20% memang saat ini masih bergulir di Mahkamah Kontitusi (MK). Para pemohon yang terdiri dari para praktisi hukum, akademisi dan peneliti hukum diminta oleh hakim MK untuk memenuhi materi gugatannya, terkait penolakan diterapkannya ambang batas minimal pencalonan presiden tersebut.

Tak ayal, hal ini pun membuat para pihak yang mendukung hal tersebut harap-harap cemas seraya bertanya, akankah gugatan tersebut dikabulkan oleh para majelis hakim di MK? 

Salah satu suara datang dari politisi senior Rizal Ramli. Dia menyatakan, sesungguhnya peraturan presidential treshold 20% tersebut tak bisa dibenarkan. Pasalnya, hal itu bertentangan dengan amanah Undang-undang dasar 1945 yang memperbolehkan semua warga negara untuk menjadi presiden dan wakil presiden.

Selain itu, menurut Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut, pencalonan ambang batas presiden dengan mengacu kepada hasil Pemilu 2014 tak bisa dibenarkan. Sebab, pemilih pada waktu itu belum diberitahu bahwa hasil tersebut akan dijadikan dasar penentuan presiden minimum 20%.

"Itu artinya rakyat dibohongi, karena pada waktu itu mereka belum dikasih tahu bahwa hasil ini akan menjadi penentu presidential treshold, dan ini juga bertentangan dengan UUD 1945, menurut UUD 1945 semua warga negara bisa mencalonkan menjadi presiden," paparnya dalam diskusi dan konferensi pers Peraturan Presidential Treshold 20% di Tebet, Jakarta, Senin (9/7).
 
Tak berhenti di situ, menurut Rizal, peraturan tersebut juga dapat melanggengkan politik yang tidak sehat. Pasalnya, bancakan politik bisa subur terjadi apabila koalisi yang terbangun saling meminta jatah dalam pemerintahan.