sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Akui Garuda Indonesia bangkrut, Wamen BUMN: Defisit ekuitas lampaui Jiwasraya

Garuda Indonesia sudah tidak mampu membayar kewajibannya jangka panjangnya.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 09 Nov 2021 17:08 WIB
Akui Garuda Indonesia bangkrut, Wamen BUMN: Defisit ekuitas lampaui Jiwasraya

Wakil Menteri (Wamen) BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, cashflow (laporan keuangan) Garuda Indonesia semakin sulit diprediksi ke depannya. Cashflow Garuda Indonesia sangat tergantung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19. 

Apalagi, pengeluaran struktural (cost structure) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sangat tinggi. Di sisi lain, pendapatan (revenue) terus tergerus. “Jadi, saya sering ditanya, Garuda ini kinerjanya turun karena apa, apakah korupsi atau Covid-19. Dua-duanya gitu kan, bukan salah satunya,” ucapnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11).

Menurutnya, korupsi dan Covid-19 berdampak signifikan terhadap kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini. Kendati, maskapai penerbangan di seluruh dunia saat ini juga mengalami kesulitan yang sama. Neraca ekuitas Garuda Indonesia telah melampaui PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Per September 2021, Garuda Indonesia mengalami defisit neraca sebesar USD 2,8 miliar.

Ia pun mengakui, Garuda Indonesia sudah dalam kondisi technically bankrupt (bangkrut secara teknis). Garuda Indonesia sudah tidak mampu membayar kewajibannya jangka panjangnya. Misalnya, belum membayar global suku, termasuk himbara (himpunan bank-bank milik negara). Bahkan, gaji karyawan pun sebagian sudah ditahan.

Sponsored

“Jadi, ini rekor. Kalau dulu rekornya dipegang Jiwasraya, sekarang dipegang Garuda, jadi ekuitas Garuda ini sudah mencapai 40 triliun,” tutur Kartika.

Sejak 2017, kata dia, Garuda Indonesia selalu membukukan kerugian. Pada 2020-2021, Garuda Indonesia memberlakukan PSAK 73 yang berdampak pada penurunan ekuitas yang semakin dalam. Sebab, pengakuan hutang masa depan lessor. Jadi, kewajiban pembayaran di masa depan dicatat sebagai kewajiban saat ini. “Ini neracanya langsung terhantam karena PSAK 73 itu, sehingga mengalami negatif ekuitas. Nah, sebenarnya dalam kondisi seperti ini, kalau istilah perbankan sudah technically bankrupt, (masih) technically (ya), tetapi legally belum,” ujar Kartika.

Berita Lainnya
×
tekid