sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ambisi penugasan BUMN berujung suntikan modal ugal-ugalan

Penugasan pemerintah kepada BUMN membuat suntikan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) terus dilakukan.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Selasa, 25 Jul 2023 19:42 WIB
Ambisi penugasan BUMN berujung suntikan modal ugal-ugalan

Tak kuasa menahan tangis, Triyatno terisak di ruang rapat Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di kawasan Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. "Saya sudah menuntaskan kewajiban yang diberikan oleh PT Istaka Karya, namun hak saya belum dipenuhi sampai saat ini hingga tanggal 8 Juni kemarin rumah saya disita," kisahnya saat audiensi antara Persatuan Rakyat Korban BUMN PT Istaka Karya (Perkobik) dan Komisi VI DPR, beberapa waktu lalu.

Ia menceritakan keluarganya sangat menderita akibat utang PT Istaka Karya sebesar Rp700 juta kepada dirinya sebagai vendor yang tak kunjung dibayar. Ia pun terpaksa berutang ke bank sebesar Rp300 juta. Jika piutang tersebut telah dibayarkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, menurutnya, ia tak harus kehilangan rumah karena gagal bayar utangnya.

“Kita punya uang tapi tidak bisa membayar seandainya Istaka sesuai komitmen membayar kita, enggak akan kejadian,” tambahnya dalam akun Youtube Rahman Sugidiyanto.

Selain kehilangan rumah, pendidikan ketiga anak laki-lakinya pun terancam. Sejak piutang tersebut tak kunjung dibayarkan, sang sulung terpaksa cuti kuliah dan melanjutkan hidup dengan bekerja. Adapun putra kedua, sejak lulus SMA pada 2018 tak bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. 

“Saya juga ingin kuliah tapi apa daya Istaka Karya belum bayar jadi abang saya cuti dan saya relakan sampai sekarang saya enggak kuliah,” tambah putra Triyatno, Tri Sendy.

Korban BUMN lainnya, Bambang Susilo juga menceritakan kepahitan hidupnya karena utang yang tak juga dilunasi perusahaan milik negara itu. Dia mengisahkan banyak pengusaha di daerah menjadi vendor dalam proyek pemerintah dan menjadi mitra BUMN.

“Kami sub kontraktor yang ada di daerah jadi korban karena kita turut keluarkan modal untuk pembangunan infrastruktur,” bebernya yang juga Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Disabilitas Indonesia (Perpedin).

Pasalnya, untuk turut mensukseskan pembangunan itu, dirinya dan vendor-vendor lain harus berhutang ke bank dan mengagunkan aset agar dana segar bisa cair. “Ketika kita mendapat proyek dari negara, kita diberi deadline bulan sekian harus selesai, kualitas bahan baku harus seperti ini spesifikasinya tapi begitu proyek selesai enggak dibayar, kami merasakan hidup di zaman penjajahan,” beber pria berkaki satu ini.

Sponsored

Selain mengeluarkan modal dan tenaga, aset para vendor BUMN ini juga terancam disita bank karena tak sanggup membayar utang. “Banknya juga bank pemerintah, anak istri kami mau berteduh di mana? Ini kenyataan pahit,” keluhnya.

Dokumentasi Istaka Karya.

Dia pun menceritakan kesulitan salah satu anggota Perkobik yang menjadi vendor proyek Tol Prof. Dr. Ir. Sedyatmo. Korban dijanjikan akan dibayar piutangnya setelah selesai mengerjakan proyek tol bandara Soekarno-Hatta itu sepuluh tahun lalu. Hasilnya, hingga saat ini nyatanya piutang belum juga terbayar. Padahal tol itu sudah menghasilkan dan tiap hari uang mengalir ke Jasa Marga. Selain utangnya tak kunjung dibayar, anggota Perkobik ini juga sudah tidak mempunyai pekerjaan.

“BUMN ini amburadul, ugal-ugalan, rakyat jadi tumbal padahal kami ini disabilitas tega-teganya kita ditumbalkan. Kami enggak mau cuma jadi objek sosial, kami juga jadi subjek pembangunan tapi benar-benar diinjak. Bapak menteri PSSI (Menteri BUMN Erick Thohir-red) harap hadir, satu statement pun enggak pernah keluar,” cetusnya. 

Dia sangat menyayangkan absennya Ketua Umum PSSI itu pada persoalan ini. Padahal, korbannya adalah rakyat dalam hal ini vendor proyek pemerintah yang tidak juga dibayar piutangnya. “Ini rakyat bos, kalau begini cuma ganti penjajah aja karena kami benar-benar enggak bisa makan,” sebutnya.

BUMN ‘zombie’

PT Istaka Karya (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi konsorsium dan didirikan pada 1979. Sebelumnya, bekas BUMN ini didirikan berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 1983 tentang PMN RI dalam Modal Saham PT Indonesian Consortium of Construction Industries (PT ICCI).

Perusahaan pelat merah ini memang sakit dan sudah masuk dalam radar BUMN yang bakal dibubarkan sejak Oktober 2021 sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Istaka Karya akhirnya bubar karena dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 26/Pdt.Pembatalan Perdamaian/2O22/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 12 Juli 2022.

Tak seperti BUMN karya lainnya, sebut saja PT Waskita Karya Tbk., PT Hutama Karya (Persero), hingga PT Adhi Karya Tbk. Istaka Karya jauh tertinggal baik dari sisi aset maupun jumlah proyek. Sebelum dinyatakan pailit, BUMN ini juga sempat disuntik Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam bentuk penyertaan modal pemerintah pusat (PMPP) dari Kementerian PUPR berupa lahan seluas 3,36 hektare (ha) di Cengkareng, lahan 3,37 ha di Semplak Bogor, dan lahan 34,17 ha di Watukosek Sidoarjo.

Namun, hingga resmi dibubarkan pada Maret 2023, Istaka Karya belum juga melunasi utang-utangnya. Bahkan, perusahaan ini juga sempat dikabarkan menunggak gaji karyawannya selama berbulan-bulan. Kementerian BUMN juga belum memberikan keterangan resmi terkait kewajiban utang-utang BUMN yang sudah bubar seperti Istaka Karya.

Namun, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga akhirnya buka suara soal kisruh vendor korban Istaka Karya. Dia bilang, kementerian BUMN tidak dapat melakukan intervensi terhadap persoalan PT Istaka Karya (Persero) setelah dinyatakan pailit oleh pengadilan.

"Ketika masuk ke pengadilan enggak boleh disentuh. Kalau disentuh kan intervensi pengadilan namanya," ujarnya kepada awak media beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan pembayaran utang-utang Istaka Karya kepada para mitranya bergantung pada putusan pengadilan. Namun, pembayarannya ditentukan berdasarkan aset yang dimiliki oleh perusahaan konstruksi yang sudah pailit tersebut.

"Kementerian BUMN enggak bisa apa-apa. Intervensi kan enggak boleh," ujarnya.

Dilema PMN

Mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN sempat disoroti oleh Jokowi saat memberikan arahan kepada para Direktur Utama BUMN tahun 2021 silam. Meski ada upaya proteksi atau pengamanan terhadap BUMN yang kondisi keuangannya sakit, Jokowi tak ingin PMN terus diberikan.

"Kalau yang lalu-lalu BUMN-BUMN-nya terlalu keseringan kita proteksi, sakit tambahi PMN, sakit suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali," ujarnya.

Dana segar PMN untuk BUMN memang terbilang besar. Tercatat PMN BUMN, pada tahun 2021 mencapai Rp71,2 triliun, naik dibanding 2020 yang sebesar Rp31,3 triliun. PMN BUMN kemudian turun pada tahun 2022 yakni terealisasi sebesar Rp39,7 triliun dan kembali melonjak pada 2023.

Tahun ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengajukan penyertaan modal negara (PMN) untuk tambahan investasi dan operasional 10 BUMN pada tahun depan. Total PMN yang diajukan sebesar Rp 57,9 triliun. Namun, untuk tambahan PMN yang seharusnya untuk 2023 sebesar Rp24 triliun belum termasuk dari anggaran di atas. Menurutnya, presiden sudah merestui tambahan PMN 2023 ini dan akan di-refer ke anggaran PMN 2024.

Alokasi PMN untuk BUMN pun banyak mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satunya, dari Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Ekonomi Keuangan Ecky Awal Mucharam. Sejak awal, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berada di luar pemerintahan sudah mengkritisi nilai PMN untuk BUMN yang semakin membesar dari tahun ke tahun. Ecky Awal Mucharam menilai sebagai satu-satunya oposisi, fraksi PKS selalu ‘kalah’ dalam proses penyusunan APBN. 

“Hal yang paling dikritisi PKS dan akhirnya kalah adalah ketidakterbukaan proses pengajuan APBN, enggak ada representasi rakyat dari DPR,” ungkapnya dalam sesi Focus Group Discussion (FGD) "Penyertaan Modal Negara Ke BUMN, Untuk Siapa?", Rabu (12/7)

Termasuk dalam hal pengucuran PMN kepada BUMN yang jumlahnya mencapai puluhan triliun beberapa tahun terakhir. PKS sendiri mempertanyakan apakah APBN benar-benar dipergunakan untuk kemakmuran rakyat atau bahkan kedaruratan Covid-19 pada pandemi lalu. 

“Dari sekian banyak BUMN ada berapa yang kontribusi ke rakyat melalui dividen, paling industri perbankan, Pertamina, PLN. Kita tidak ingin PMN diberikan kepada BUMN-BUMN yang terjadi fraud dan mismanagement,” bebernya.

Contohnya, pada BUMN Jiwasraya dan perusahaan-perusahaan karya. Pada perusahaan karya ini, peran swasta sebagai kontributor pembangunan juga kerap termarjinalkan. Padahal swasta juga kerap menjadi mitra BUMN yang pada akhirnya justru ikut merugi. Seperti halnya terjadi pada Triyatno yang harus kehilangan rumah akibat gagal bayar utang ke perbankan imbas piutangnya di Istaka Karya yang tak kunjung dibayar. 

Menteri BUMN Erick Thohir. Foto Antara.

Adapun Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai tujuan pemberian PMN telah mengalami perubahan fundamental. Sebelum 2021, PMN bertujuan hanya memperbaiki permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha BUMN. Namun, tujuan PMN BUMN berubah setelah BUMN-BUMN mengemban penugasan dari pemerintah.

“Dilihat dari petanya sebagian besar (PMN) habis banyak di penugasan ketimbang mengembangkan kapasitas BUMN,” ungkap dia pada sesi FGD yang sama.

Terutama, BUMN-BUMN karya yang ditugasi membangun infrastruktur demi meningkatkan kapasitas perekonomian dalam lima tahun terakhir. Namun, pada akhirnya BUMN yang memberikan kontribusi berupa dividen pada negara hanya BUMN sektor telekomunikasi dan perbankan. 

“Kalau lihat data sumbangan perbankan, BNI, BRI, Mandiri, Telkomsel, dan Pertamina  dalam menyumbangkan dividen lebih dari  90%, enggak match, PMN yang diberikan ke yang lain enggak menambah keuntungan dividen negara,” kata dia. 

Menurutnya, besarnya PMN tidak sejalan dengan perbaikan kinerja keuangan seperti capital expenditure, debt to equity ratio, laba usaha BUMN, dan lain-lain. Bahkan, debt to equity ratio mencapai 200% yang berarti BUMN terbebani utang. Dus, kinerja BUMN punya risiko tinggi apalagi bagi BUMN karya yang mengemban penugasan. 

Misalnya, proyek tol yang dibangun BUMN karya yang secara kelayakan investasi masih diragukan karena kepadatan jalan tol masih kurang. Hal ini menjadi masalah karena penugasan yang diberikan pemerintah sangat tinggi. “Seperti pada Waskita Karya kematangan penugasan enggak disertai kelayakan finansial jadi beban di masa datang,” sebutnya.

Selain itu, ia juga menyoroti pemberian PMN yang belum tepat sasaran seperti untuk Jiwasraya yang terbelit masalah klaim nasabah. Artinya, PMN BUMN masih menjadi bantalan pengelolaan BUMN yang tidak baik. 

Hal senada juga diungkapkan Mantan Sekretaris BUMN 2005-2010 Said Didu. Menurutnya, bak cincin kawin yang terpaksa dijual begitulah seharusnya PMN diberikan atau benar-benar mendesak. Dia menilai, DPR selama ini juga lupa bahwasanya ketika pemerintah menugaskan proyek infrastruktur kepada BUMN maka sepaket dengan risiko kerugiannya. 

Belum lagi penugasan BUMN yang kerap tidak tercatat secara resmi. "Saya harap DPR minta ke Kementerian PUPR mana penugasannya, tertulis. Dan kasih hitungan berapa biaya yang disiapkan pemerintah, yang jadi korban adalah direksi BUMN, dikatakan penugasan rugi masuk penjara padahal enggak pernah ada penugasan,” bebernya. 

Said juga menegaskan ambisi pemerintah membangun infrastruktur telah membebani BUMN. Misalnya, kenaikan biaya pembangunan jalan tol sejak 2014 sampai sekarang yang hampir tiga kali lipat. Padahal komponen utama hanya tanah, aspal, dan semen namun kenaikan biaya hingga 300%. “Artinya ada sesuatu yang memanfaatkan penugasan untuk nambah angin,” cetusnya.

Foto Reuters.

Di sisi lain, pembangunan jalan tol juga tidak selalu menguntungkan. Selayaknya, jalan tol dilalui 50-60 mobil per menit di lajur kiri dan kanan selama 24 jam. Namun di Aceh dan tol Trans Sumatera misalnya, hanya dilalui 7 mobil per menit. Pun demikian dengan tol Lampung-Palembang yang hanya dilalui 20-30 mobil per menit. “Itu untuk pemeliharaan aja enggak cukup,” selorohnya.

Opsi bailout

Sementara itu, Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengusulkan agar PKS membentuk tim untuk mengkaji solusi bagi vendor-vendor BUMN yang tidak dibayar piutangnya oleh BUMN. Mekanismenya, bisa berupa bailout kepada BUMN seperti halnya pernah dilakukan pada Bank Century 2008 silam. 

“Seperti bailout (bank) Century ke nasabah yang jadi beban utang negara,” ungkapnya di saat yang sama. 

Menurutnya, dalam Undang-undang BUMN ada aturan tentang contingent liabilities di mana risiko fiskal BUMN akan dihitung jika ada proyek-proyek BUMN yang karena penugasan dan mengalami kondisi force majeure maka kerugiannya harus dihitung sebagai kewajiban negara. “Mungkin bisa masuk pintu itu, kuncinya memang siapkan skema atau teknis yang bisa dipertanggungjawabkan secara undang-undang,” bebernya.

Dia menambahkan PMN sebenarnya adalah bagian dari investasi pemerintah sehingga tidak seharusnya digunakan untuk operasional sehari-hari BUMN. PMN muncul karena BUMN mengembang penugasan dari pemerintah untuk membangun proyek infrastruktur. “Karena penugasan pemerintah, mau enggak mau pemerintah harus terlibat di dalamnya, salah satunya dengan memberikan PMN,” ungkapnya.

Contohnya, kata dia, proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt yang dirilis mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Tanpa proyek ini, belanja PLN setiap harinya mencapai Rp1 triliun. Karenanya, belanja PLN kian bengkak dengan penugasan pembangkit 35 ribu megawatt. 

“PMN PLN sebenarnya enggak hanya untuk memperkuat modal tapi supaya BUMN bisa nambah utang,” jelasnya.

Dia menegaskan mengapa BUMN kerap membutuhkan tambahan modal karena tidak lepas dari penugasan dari pemerintah sendiri. BUMN menjadi agen pembangunan termasuk pada BUMN-BUMN karya yang ditugasi pembangunan tol Trans Jawa, tol Trans Sumatera, kereta cepat, dan sebagainya.

“Sudah dapat penugasan pas jatuh tempo pembayaran pemerintah ogah bayar, banyak alasan. Itu yang dihadapi Waskita Karya dan mendorong manajemen lakukan rekayasa supaya dapat duit,” bebernya. 

Lebih lanjut, penugasan-penugasan BUMN menurut dia juga tidak mempertimbangkan BUMN besar atau kecil. Padahal sebaiknya penugasan diberikan pada BUMN besar dan kuat hingga bisa ekspansi. “Sekarang ini mau kecil atau besar BUMN ditugaskan jadinya seperti sekarang,” kritiknya.
Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Berita Lainnya
×
tekid