close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyebut APBN 2023 surplus Rp90,8 triliun di tengah tekanan ekonomi. Dokumentasi Kemenkeu
icon caption
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyebut APBN 2023 surplus Rp90,8 triliun di tengah tekanan ekonomi. Dokumentasi Kemenkeu
Bisnis
Rabu, 22 Februari 2023 16:47

Sri Mulyani sebut APBN 2023 surplus Rp90,8 triliun di tengah tekanan ekonomi

Meski demikian, Sri Mulyani, tetap mewaspadai pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melambat.
swipe

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 pada awal tahun tercatat positif. Sebab, ada kenaikan pendapatan dan belanja dibandingkan Desember 2022.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengungkapkan, realisasi APBN 2023 pada Januari mengalami kenaikan pada sisi pendapatan 48,1% (yoy) dibanding Desember 2022 sebesar Rp232,2 triliun atau 9,4% lebih tinggi dari target. Pada aspek belanja, naik 11,2% (yoy) setara Rp141,4 triliun atau 4,6% dari target.

"Ini tentu mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan," katanya dalam paparaannya pada "Konferensi Pers APBN KITA Februari 2023", Rabu (22/2).

Sri Mulyani melanjutkan, APBN 2023 mengalami surplus Rp90,8 triliun atau 0,43% dari produk domestik bruto (PDB). Capaian tersebut juga mencatatkan keseimbangan primer sebesar Rp113,9 triliun.

Meski menunjukkan kinerja positif, Sri Mulyani tetap mewaspadai pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melambat pada 2023. Pangkalnya, adanya risiko dari geopolitik, ruang fiskal yang relatif sempit, tren suku bunga yang masih tinggi, dan tekanan sektor properti China.

Risiko tersebut, menurutnya, masih dipengaruhi catatan perekonomian global pada 2022, antara lain, indeks komoditas global naik 15% (yoy eop) dengan titik tertinggi meningkat 33% pada Mei 2022. Kemudian, inflasi di beberapa negara maju mengalami kenaikan tertinggi dalam 40 tahun terakhir dan indeks dolar yang menguat 8,2% (yoy eop).

"MSCI World Stock Index atau saham dari negara-negara berkembang turun 20%. Ini karena biasanya interest rate yang tinggi dan Global PMI Manufacture eop terendah dalam 2,5 tahun," tutur Sri Mulyani.

"Ini masih menunjukkan kondisi dunia masih tertekan ekonominya, terutama dimotori oleh negara-negara Eropa yang terkena imbas langsung dari perang Ukraina-Rusia dan Amerika Serikat (AS) yang alami inflasi di dalam negerinya tinggi," imbuhnya.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan