sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ditjen PDT upayakan ikan asin Aru dan alpukat Soe naik kelas

Ditjen PDT membantu masyarakat di daerah tertinggal supaya produk mereka bisa dijual, tidak hanya fokus pada penyediaan alat produksi.

Tri Kurniawan
Tri Kurniawan Rabu, 11 Des 2019 16:48 WIB
Ditjen PDT upayakan ikan asin Aru dan alpukat Soe naik kelas

Produk daerah tertinggal di wilayah Indonesia Timur dikenal berkualitas dan melimpah. Potensi memasarkan ke daerah lain cukup besar, dengan harga yang lebih menguntungkan masyarakat di daerah tertinggal.

Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, misalnya, memiliki produk ikan asin alami dan melimpah, hasil produksi masyarakat setempat. Sementara itu, Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, mempunyai alpukat yang dikenal paling enak di Indonesia.

Namun, harga jualnya belum berdampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat setempat, sehingga perlu intervensi agar produk mereka naik kelas.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mempertajam strategi agar produk di dua daerah tersebut mampu mendongkrak ekonomi masyarakat daerah tertinggal.

"Ini yang sedang saya jalani. Bagaimana produk Kepulauan Aru masuk ke Jakarta atau Bali. Bagaimana caranya membawa. Ini menjadi isu yang terus diselesaikan," kata Dirjen PDT, Samsul Widodo, saat memberikan keterangan, Rabu (11/12).

Menurut Samsul, ikan asin di Kepulauan Aru diproduksi secara alami. Namun harganya tergolong murah, di kisaran Rp75.000 per kilogram, karena pasar belum menyentuh daerah tersebut.

"Pasti tidak mempergunakan formalin. Pelagis ikan terbang itu, dibelah, dibersihkan, lalu dijemur. Harganya di sana Rp75.000, di Jakarta bisa mencapai Rp150.000. Tetapi pasar tidak ada di daerah tertinggal," jelas Samsul.

Makanya, sambung Samsul, Ditjen PDT membantu masyarakat di daerah tertinggal supaya produk mereka bisa dijual, tidak hanya fokus pada penyediaan alat produksi.

Sponsored

"Misalnya, kami ajarkan kepada pengepul ikan asin di sini. Pertemukan dengan teman-teman Pemda di Indonesia Timur. Itu dulu tidak pernah dilakukan," terang Samsul.

Untuk alpukat Soe, kata Samsul, hanya seharga Rp2.000 di tangan petani setempat. Padahal kualitasnya lebih bagus dari alpukat Australia yang dijual di mal Jakarta dengan seharga Rp200.000 per kilogram.

"Ini butuh kerja keras meyakinkan pemda dan pemangku kebijakan dengan memberi tahu prospeknya. Mengajak mereka ke supermarket untuk melihat secara riil harga produk," paparnya.

Ditjen PDT menggandeng Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perhubungan untuk terus memetakan potensi, kualitas komoditas dan cara pengiriman produk dari daerah tertinggal.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid