sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Geliat fesyen muslim lokal di tengah gempuran impor

Fesyen muslim lokal menerapkan strategi agar bersaing dengan produk impor, mulai dari mengutamakan kualitas hingga memanfaatkan marketplace.

Nurul Nur Azizah
Nurul Nur Azizah Jumat, 28 Mei 2021 15:48 WIB
Geliat fesyen muslim lokal di tengah gempuran impor

Fesyen muslim telah memiliki tempatnya tersendiri di tengah masyarakat. Gaya busana khas islami ini semakin gencar diproduksi para pegiat usaha lokal.

Hafsah (27) menjadi salah satu pecinta jenama lokal untuk busana syar'i. Sudah lebih dari satu dekade ini, dia setia menggunakan gaya berbusana muslim. Model yang paling ia sukai adalah gamis.

“Lebih seringnya menggunakan gamis, karena simpel dan langsung bisa dipakai tanpa pusing atasan atau bawahan,” ujar Hafsah kepada Alinea.id, Senin (24/5).

Saat memilih baju kurung yang dominan dipakai di Timur Tengah tersebut, Hafsah mempertimbangan beberapa hal. Utamanya, soal kualitas dan kenyamanan bahan saat dipakai. Seringnya, dia memilih gamis berbahan wolfis yaitu kain yang terbuat dari 100% poliester hingga katun.

Bicara soal model gamis, perempuan asal Jawa Timur ini mengaku lebih menyukai gaya simpel dan warna gelap. Dengan begitu, gamis akan lebih mudah dipadu padankan dengan warna jilbab.

Menurutnya, dengan memilih kualitas yang terbaik, busananya pun awet dipakai hingga bertahun-tahun. Makanya, biasanya Hafsah membeli gamis hanya sekali atau dua kali dalam setahun.

Pengusaha kuliner ini menggunakan marketplace seperti Tokopedia untuk memburu gamis kesukaannya. Belanja online juga lebih mudah untuknya. Baik dari segi beragamnya pilihan produk, kualitas yang baik, hingga transaksi yang praktis.

“Sekarang banyak toko-toko langganan yang sudah berpindah ke Tokopedia. Jadi, belakangan ya seringnya belanja ke Tokopedia,” ujarnya.

Sponsored

Tak berbeda jauh dengan Hafsah, Zahra (25) termasuk konsumen produk lokal yang seringkali berlangganan belanja fesyen muslim di marketplace. Praktis dan harga yang lebih terjangkau menjadi pertimbangan bagi karyawan swasta di Jakarta ini.

Ilustrasi. Pexels.com.

“Belanja di marketplace lebih ringkas dan gampang untuk order, apalagi pas lagi pandemi juga. Mager (malas bergerak) kalau ke pasar, sedangkan kalau belanja di mal lebih mahal,” ujar Zahra kepada Alinea.id, Senin (24/5).

Fesyen muslim di marketplace

Seiring perkembangan teknologi dan informasi, marketplace berdampak besar bagi perkembangan fesyen muslim saat ini. Terutama, dalam upaya mengangkat produk-produk lokal. Salah satunya, Tokopedia melalui kampanye tahunan ‘Ramadan in Style’.

Set busana muslim keluarga dan baju koko menjadi beberapa produk di kategori Fashion Muslim Tokopedia dengan peningkatan transaksi paling tinggi selama minggu pertama Ramadan 2021. Transaksi baju koko, misalnya, meningkat hampir 5x lipat, sedangkan transaksi set busana muslim keluarga meningkat lebih dari 5,5x lipat.

Beberapa produsen fesyen lokal yang turut serta dalam program itu adalah Monel Official dan Gonegani.

Monel Official mengusung gaya busana Muslim yang trendi dan penuh warna. Merek besutan Irma Mariam ini menawarkan berbagai produk fesyen muslim, mulai dari hijab, scarf hingga berbagai gaun muslim lainnya.

Usaha fesyen muslim lokal Monel bermula dari maraknya penjualan busana muslim dan jilbab pada tahun 2011 lalu. Hal itulah yang menginspirasi Irma bersama empat sahabatnya untuk memulai usaha Monel.

Namun, di tahun 2020 seperti halnya lini bisnis lain, Monel pun 'tersandung' pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena pandemi. Irma lalu beradaptasi dengan membuka toko online di Tokopedia pada Juli 2020.

“Kami juga rajin ikut berbagai kampanye di Tokopedia. Salah satunya Ramadan in Style yang mendorong peningkatan transaksi toko lebih dari 7x lipat selama dua minggu pertama Ramadan dibanding periode yang sama pada bulan sebelumnya,” jelas Irma.

Selain mendorong penjualan, Tokopedia juga telah membantu Monel meraup omzet hingga ratusan juta. Melalui Monel, Irma bersama empat sahabatnya turut memberdayakan sejumlah penjahit lokal dari Bandung dan Garut.

Tak hanya Monel Official, Gonegani sebagai pelaku fesyen muslim lokal yang dijalankan oleh Khairul Gani juga bisa meraup ratusan juta rupiah.

Sebelum bisnisnya besar, laki-laki asal Jambi itu adalah seorang anak rantau yang berusaha hidup mandiri selama kuliah di Malang. Hingga kemudian, dia melihat peluang usaha di industri fesyen yang digemarinya.

“Saya terjun ke industri ini dengan berjualan baju siap pakai. Dengan modal hanya Rp1 juta untuk produksi, saya kemudian membuat baju rancangan sendiri dengan nama Gonegani pada 2016,” ceritanya.

Ternyata usaha Gani melesat. Dia konsisten berkolaborasi dengan sejumlah influencer dan memanfaatkan Tokopedia untuk menjangkau pasar lebih luas.

“Nama Gonegani bahkan sampai Aceh dan Papua. Omzet saya juga meningkat menjadi ratusan juta per bulan,” jelas Gani.

Gani berbagi kiat sukses dalam menjalankan usaha, terutama di kala pandemi. 
“Selalu utamakan kualitas dan jangan lupa menghadirkan produk yang relevan dengan kebutuhan konsumen. Hargai setiap proses karena hasil tak akan pernah mengkhianati usaha,” ujarnya.

Busana muslim produk Gonegani. Dokumentasi Gonegani.

Peluang dan tantangan

Ketua Nasional Indonesian Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma mengatakan perkembangan bisnis fesyen muslim sebetulnya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari mode secara umum. Pembedanya adalah soal unsur menutup aurat.

Namun uniknya, kata dia, Indonesia mempunyai karakteristik yang relatif berbeda dengan negara lain yaitu lebih terbuka dengan segala adaptasi sosial dan budaya.

“Walaupun dominasi Islam, tapi masih menerima bermacam-macam budaya, masih open,” ujar Ali kepada Alinea.id, Selasa (25/5).

Ali menjelaskan, pada awal perkembangan busana muslim sekitar tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an memang relatif terlihat busana dengan gaya konvensional. Seperti maraknya gamis yang diidentikkan dengan gaya islami.

Seiring berjalannya waktu, dia menilai, fesyen muslim sudah lebih semakin adaptif modelnya. Dengan tetap menutup aurat, namun sekat-sekat pemisah busana muslim dan konvensional semakin terkikis.

Peluang fesyen muslim, menurut Ali, ke depan masih akan sangat besar. Pasalnya, kebutuhan fesyen muslim sudah merambah ke berbagai aktivitas dan latar belakang masyarakat. Misalnya saja, keperluan fesyen muslim untuk renang, bekerja, olahraga dan lainnya.

“Bahkan kebaya sudah banyak yang busana muslim, sekarang berjilbab sudah merambah ke semua aktivitas,” imbuhnya.

Kendati demikian, Ali mengungkap perkembangan fesyen muslim yang semarak ini tak bisa dilepaskan dari berbagai tantangan. Termasuk, gempuran produk impor dari China dan India yang paling banyak selama ini.

“Mereka bisa lebih cepat develop, jangankan tren dari Indonesia, dari Milan, Paris, dan dunia saja seminggu sudah ada di pasar dan harganya jauh lebih murah,” kata dia.

Untuk itu, dia menyarankan harus ada kebijakan ketat impor dari pemerintah. Selain itu, para pelaku usaha fesyen muslim lokal juga bisa lebih adaptif terhadap selera dan kebutuhan pasar. Terakhir tentunya, menjamin kualitas hingga kapasitas dan menggalakkan inovasi yang optimal.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo. 

Berita Lainnya
×
tekid