sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Memetik laba di tengah pandemi corona

Sejumlah bidang usaha mengalami lonjakan permintaan di tengah penyebaran coronavirus

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Selasa, 31 Mar 2020 17:51 WIB
Memetik laba di tengah pandemi corona

Sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret silam, korban pandemi coronavirus di Indonesia terus berjatuhan. Hingga Selasa (31/3), jumlah korban positif Covid-19 telah mencapai 1.528 kasus dengan 136 orang meninggal dan 81 orang dinyatakan sembuh.

Pemerintah telah mengeluarkan imbauan pembatasan fisik (physical distancing) untuk mencegah penyebaran coronavirus tidak semakin meluas. Pembatasan fisik dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah agar masyarakat tidak beraktivitas di luar.

Untuk memperkuat langkah tersebut, pemerintah tengah mempertimbangkan pembatasan fisik dan sosial yang lebih luas, baik dalam bentuk karantina wilayah (lockdown) maupun pemberlakuan darurat sipil.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga saya sampaikan juga tadi bahwa perlu didampingi kebijakan darurat sipil," ujar Jokowi di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3).

Merebaknya coronavirus ini tentu berdampak luas bagi kegiatan perekonomian di tengah masyarakat. Sebagian usaha mengalami kerugian lantaran sepinya pengunjung yang berujung pada anjloknya penjualan. Namun, di sisi lain sebagian usaha justru mendapat berkah di balik bencana ini. 

Jasa belanja dan konsultasi daring semakin diminati

Salah satu yang menarik minat masyarakat saat ini adalah platform komunikasi secara online, menyusul gerak masyarakat yang hanya terbatas di rumah. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate mengapresiasi kehadiran sejumlah platform digital. Fasilitas yang ditawarkan platform ini telah membantu masyarakat menjalani aktivitasnya kala melakukan pembatasan fisik.

“Menkominfo mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan layanan tersebut dengan maksimal. Kami mendorong kegiatan belanja dari rumah, konsultasi dari rumah, dan belajar dari rumah. Pemerintah juga mengimbau agar harga barang dan jasa tersebut (platform digital) tidak naik tak terkendali,” ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (23/3).

Sponsored

Ilustrasi belanja online. Pixabay/Mediamodifier.

Platform konsultasi online yang cukup diburu belakangan ini adalah Halodoc. Aplikasi ini menjadi rujukan masyarakat untuk konsultasi ke dokter tanpa harus ke rumah sakit. Chief Executive Officer (CEO) Halodoc Jonathan Sudharta mengatakan telemedicine dapat mengurangi kepadatan rumah sakit. 

Pasalnya, aplikasi berlogo stetoskop ini melayani konsultasi dokter hingga pembelian serta pengiriman obat bagi konsumen. Ia mengklaim, Halodoc telah didukung oleh 20.000 dokter di seluruh Indonesia.

“Manakala diperlukan, dokter mengirimkan resep dan diantarkan melalui mitra Gojek. Jadi self isolation benar-benar bisa terjadi. Kalau perlu referral (rujukan) lebih lanjut, maka tim Halodoc akan merefer ke rumah sakit ataupun lab yang dipercaya oleh Kemenkes (Kemneterian Kesehatan),” terangnya.

Jonathan menjelaskan, terjadi peningkatan pengguna layanan “Chat dengan Dokter” sebesar 3 kali lipat di era merebaknya pandemi Covid-19. Dalam periode yang sama, jumlah unduhan aplikasi mencapai 3 kali lipat dan jumlah pengguna aktif naik sebesar 4 kali lipat. Halodoc juga telah meluncurkan layanan konsultasi Check Covid-19, ChatBot Covid-19, dan tombol “Cegah Corona” pada fitur Beli Obat.

“Per 23 Maret 2020, layanan konsultasi online Check Covid-19 yang telah diluncurkan pada 13 Maret ini mendapat antusiasme yang luar biasa dari masyarakat dan sudah diakses oleh 2 juta pengguna,” tambahnya.

Selain dengan Kemenkes, Halodoc juga menjalin kerja sama dengan Gojek untuk memperluas jangkauan layanan. Ekosistem Gojek yang besar menjadi pertimbangan bagi Jonathan untuk bekerjasama.

Chief of Public Policy and Government Relation Gojek Sintho Nugroho mengaku, ada beberapa layanan yang mengalami peningkatan traffic selama merebaknya coronavirus di Indonesia. Di sisi lain, beberapa layanan juga mengalami penurunan di luar biasanya.

Overall karena ada self distancing dan work from home, pengguna transportasi (GoRide dan GoCar) agak menurun. Cuma agak lebih stabil untuk GoFood. Kemudian, layanan GoSend juga stabil. GoPlay stabil dan (mengalami) lonjakan tertinggi. Untuk transportasi penurunan terbesar,” ungkapnya. 

Namun, dia tak memerinci persentase lonjakan atau penurunan di tiap layanan. Menurutnya, Gojek telah menerapkan tiga pilar utama selama pandemi Covid-19 yaitu social distancing dalam bentuk kampanye #dirumahaja. Kemudian, pengiriman GoFood tanpa kontak yang bisa dipilih oleh konsumen, dan panduan kerja di rumah (work from home/WFH) yang bisa diakses secara terbuka.

Gojek juga menyediakan hand sanitizer dan disinfektan kepada para mitranya. Tak lupa, edukasi mengenai sanitasi juga diberikan kepada para mitra sebagai upaya perlindungan terhadap serangan Covid-19. Skema bantuan juga diberikan apabila salah satu mitra jadi korban coronavirus.

 

 

Gaya hidup sehat semakin dilirik

Pandemi Covid-19 nampaknya meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya hidup sehat. Masyarakat kerap melakukan segala cara agar terhindar dari serangan coronavirus. Mulai dari rutin berolahraga, mengonsumsi makanan yang lebih sehat, hingga membeli produk-produk kesehatan.

Sebagian apotek bahkan telah mengalami kekosongan stok beberapa jenis obat vitamin dan suplemen maknan. Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Tirto Kusnadi mengakui kekosongan ini disebabkan oleh kepanikan konsumen dalam membeli (panic buying).

“Jadi vitamin dan food supplement, biasalah orang Indonesia beli rush dalam jumlah banyak. Sekarang food supplement dan vitamin kosong, kita tetap produksi, kalau sudah ada, dijual lagi, terus rush lagi,” terangnya melalui sambungan telepon, Senin (30/3). 

Tirto menduga, penjualan produk vitamin dan suplemen makanan dapat mencapai 5-6 kali dibandingkan normal. Ia mencatat, vitamin C adalah produk yang paling banyak dicari.

“Kita produksi, tapi tidak mudah memenuhinya semuanya karena obat tidak mudah memproduksinya. Tiap pabrik punya schedule, dihentikan buat vitamin saja enggak bisa,” ujarnya.

Pihaknya mengaku siap meningkatkan produksi bila ketersediaan bahan baku mencukupi. Kenyataannya, pelaku industri farmasi seluruh dunia berebut bahan baku di pasar internasional lantaran pabrik-pabrik di China baru mulai beroperasi pasca merebaknya wabah Covid-19 di negeri Tirai Bambu tersebut.

“Berarti harus beli dalam jumlah banyak. Tiga sampai empat bulan kalau normal-normal enggak ada masalah. Kalau rush seperti sekarang yang seharusnya tiga sampai empat bulan, sekarang mungkin sudah kosong,” keluhnya.

Efek menguatnya “tren gaya hidup sehat” juga dirasakan oleh Tante Sayur, pedagang online yang menjual buah-buahan dan sayuran organik. Sang pemilik, Aksar (42 tahun) mengungkapkan, adanya peningkatan pesanan sebesar 300% selama merebaknya pandemi Covid-19.  

“Kan orang manggil Gojek, sama aku di-cut-in, jadi turunnya bisa 30% karena orang jadi antre. Saya harus ngurangin kontak antara Gojek dan karyawan saya, sampai saya bikin kanopi baru,” jelasnya kepada Alinea.id, Sabtu (28/3).

Aksar mengakui kenaikan 300% tersebut tak hanya berasal dari pelanggan lama, tetapi juga ada pelanggan baru. “Jadi ini pelanggan-pelanggan baru juga kagok, mereka nanya kok harganya tinggi . Tapi kita emang enggak naik,” ujarnya. 

Menurutnya, harga yang naik hanyalah produk yang masa panennya sudah hampir habis.  Misalnya, komoditas rimpang, seperti jahe, yang mengalami lonjakan. Rempah ini banyak diklaim sebagai penangkal coronavirus. Adapun buah dan sayuran relatif tidak ada perubahan permintaan yang mencolok lantaran pelanggan memiliki preferensi masing-masing. 

“Jadi mulai minggu ini customer langganan cuma boleh belanja seminggu sekali. Kalau ketahuan lebih dari sekali saya tolak, saya minta bikin list belanja dulu. Stok saya banyak, nggak habis, paling yang dadakan saja kaya jeruk peres. Sehari habis 300 kilogram,” terangnya.

Meningkatnya penjualan juga turut dirasakan perusahaan jamu dan farmasi, PT Sidomuncul Tbk (SIDO). Direktur Utama Sidomuncul Irwan Hidayat mengamini adanya peningkatan permintaan terhadap produk herbal semenjak merebaknya coronavirus di Indonesia, tak terkecuali perusahaan yang dipimpinnya. 

Namun, dia enggan membeberkan lebih lanjut mengenai besaran peningkatan tersebut. “Wah saya belum dapat laporan, tapi ada (peningkatan,” ungkapnya kepada Alinea.id, Senin (30/3).

Irwan mengatakan, produk Sidomuncul yang paling banyak dicari saat ini adalah Tolak Angin dan vitamin C. Meskipun demikian, kapasitas produksi masih terbilang cukup untuk memenuhi pasar. 
“Distribusi enggak ada gangguan. Cuma mungkin tokonya yang tutup di pasar-pasar tapi kan kalau toko enggak semua tutup,” ungkapnya.

Untuk masyarakat yang tidak bisa keluar rumah, pihaknya mensiasati dengan toko online Sido Sehat yang tersedia di beberapa platform e-commerce dan situs web sidomunculstore.com.

Ritel tak pernah mati

Pembatasan fisik yang semakin massif dijalankan nyatanya tak membuat gairah masyarakat untuk berbelanja surut. Masyarakat tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka di ritel-ritel modern.

Menurut laporan dari Statqo Analytics, pandemi Covid-19 dan kebijakan WFH tidak serta merta meningkatkan jumlah pengguna aktif platform e-commerce. Jumlah pengguna aktif lima besar e-commerce yang terdiri dari Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Blibli di sepanjang bulan Maret masih relatif stabil. 

Hal ini disebabkan adanya trade-off antara konsumen e-commerce yang melakukan migrasi dengan meningkatnya pembelian secara daring oleh pelanggan loyal. Di sisi lain, pasokan barang kebutuhan sehari-hari di ritel modern dan pasar tradisional relatif masih tersedia.

 

Regional Corporate Communication Manager PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) Budi Santoso mengatakan, permintaan konsumen terhadap bahan kebutuhan pokok masih relatif stabil, namun lonjakan terjadi pada produk vitamin dan masker.

“Karena waktu itu beberapa toko kita stoknya terbatas, lambat laun kita bisa penuhi lagi. Masyarakat kan minatnya tinggi,” ungkapnya kepada Alinea.id, Senin (30/3). 

Namun, ia mengaku belum mendapat laporan mengenai persentase kenaikan permintaan kedua produk tersebut. Budi melihat, lonjakan permintaan tersebut tak lepas dari imbas apotek yang kerap kehabisan stok berhubung adanya sentimen pandemi coronavirus. Namun, dia melihat belum ada panic buying di masyarakat.

Pihaknya mengaku siap apabila terjadi karantina wilayah (lockdown) lantaran sudah menyiapkan stok jauh-jauh hari. “Karena kita menjual paket sembako, kita ready sampai Lebaran,” katanya.

Lonjakan permintaan pasca merebaknya Covid-19 juga dialami oleh Hypermart yang berada di bawah naungan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Corporate Secretary & Director MPPA Danny Kojongian mengungkapkan, kenaikan permintaan terjadi pada bahan kebutuhan pokok, buah-buahan dan sayuran segar, pembersih ruangan, sabun tangan, dan hand sanitizer

“Waktu satu-dua hari pasca pengumuman Covid-19 pertama, beberapa toko kami memang ada konsumen panic buying, tapi itu cuma berlangsung satu hari. Kita secara aktif mengimbau tidak panic buying karena pasokan ada,” terangnya melalui sambungan telepon, Senin (30/3).

Danny mengklaim adanya peningkatan omzet di Hypermart sejak merebaknya coronavirus di Indonesia pada awal Maret. “Apakah membludak 50-60 persen? Nggak sampai segitu. Kita meningkat dari bulan-bulan reguler 10-15%,” tuturnya. 

Menurutnya, kenaikan tersebut merata di seluruh Indonesia. Sebagai langkah antisipasi, pihaknya telah meluncurkan fitur chat and shop by Whatsapp yang dapat melayani pembeli hingga 5 kilometer dari toko Hypermart. Tak hanya Hypermart, toko ritel modern MPPA lain seperti Foodmart, Primo, dan HyFresh juga memiliki layanan sama. 

 

Sebelumnya, Hypermart juga memiliki Hypermart Online sebagai toko daring. Untuk antisipasi, pihaknya juga menerapkan protokol kebersihan di lingkungan tokonya seperti pembersihan area kasir dengan disinfektan, jarak antrean 1-1,5 meter, pemakaian masker dan sarung tangan pada kasir dan petugas frontline, serta pengukuran suhu dan pemberian vitamin bagi para pegawainya. 

“Kami sebagai peritel tentunya mengharapkan agar pemerintah pusat dan daerah saat melakukan karantina wilayah supaya distribusi makanan hingga disalurkan sampai toko terjamin dan toko masih berfungsi,” jelasnya.

Pergeseran belanja dari offline ke online selama pandemi Covid-19. Alinea.id/Dwi Setiawan.

 

Berita Lainnya
×
tekid