sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menambang cuan dari budidaya dan ekspor tanaman hias

Dengan kekayaan florikultura Indonesia, ekspor tanaman hias terbilang masih sangat minim.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Sabtu, 14 Okt 2023 18:06 WIB
Menambang cuan dari budidaya dan ekspor tanaman hias

Tahun 2007, tanaman hias Gelombang Cinta bikin geger satu Indonesia. Bagaimana tidak tanaman bernama latin Anthurium Plowmanii (Wave of Love) itu tetiba harganya melambung tinggi hingga mencapai puluhan juta rupiah. Namun beberapa tahun kemudian, harga tanaman yang biasa menghiasi pekarangan ini kembali turun seiring dengan semakin sepinya peminat.

Meski begitu, Eddy Pranoto (41) tidak lelah mencintai tanaman hias jenis Anthurium. Sebagai kolektor, tak hanya Gelombang Cinta saja yang dirawatnya, ia juga rajin berburu semua jenis Anthurium sejak tahun 2004. Semula, kecintaan pada Anthurium membawanya pada ajang-ajang kontes dengan menjadikan beberapa tanaman sebagai indukan. Tanaman mother plant ini harus mempunyai karakter daun yang bagus dan performa kesehatan baik  demi menciptakan bibit-bibit yang unggul. 

Hobinya merawat dan membudidayakan tanaman hias itu pada akhirnya membuat lelaki asal Salatiga, Jawa Tengah ini mantap berbisnis tanaman hias hingga ekspor ke mancanegara. Tak jarang dia menelurkan beragam jenis tanaman baru atau hybrid dari hasil persilangan.

“Pasang surut sudah kita alami. Kalau pemilihan produknya bagus pasarnya stabil,” kisahnya kepada Alinea.id ditemui saat pameran tanaman hias Floriculture Indonesia International (FLOII) Expo 2023 di ICE BSD, Tangerang, Kamis, (28/9).

Hasil budidaya Anthurium pun kerap ia jual. Tak hanya ke pasar domestik juga tetapi juga ke luar negeri sebut saja Filipina, Vietnam, Thailand, hingga kawasan Eropa seperti Belgia. Geliat ekspor ini sudah dilakukan sejak tiga tahun silam atau ketika pandemi mendera tanah air. 

“Awalnya pembeli perorangan dari Instagram cuma 3-5 tanaman, jumlah yang kecil kita layani. Sekarang partai besar untuk mungkin kan ada pedagang dia kan ambilnya jumlah besar,” bebernya.

Dia mencontohkan ekspor partai besar yang belakangan dilakukan sebanyak 1.000 sampai 2.000 tanaman. Kuantitas sebanyak itu mampu ia penuhi meski tanpa bantuan dari petani tanaman hias lainnya.

Namun, ia mengakui sejauh ini masih fokus pada jenis tanaman hias Anthurium saja. Dia bahkan mampu melahirkan tanaman-tanaman hybrid baru yang akan diburu para kolektor. Terbaru, ia baru saja meluncurkan Anthurium Papillilaminum Exceed, Anthurium Saloka, Anthurium Bumblebee EPP serta silangan Anthurium Golden Sunrise X Anthurium Darkest Panama.

Sponsored

Tanaman-tanaman hias yang juga dikenal dengan sebutan Kuping Gajah ini, kini hadir dengan tampilan yang lebih memukau seperti bentuk daun yang kian beragam, warna daun yang eksklusif, variegata atau corak warna putih dan kuning, serta karakter urat daun yang semakin tegas.
 
“Sebagai breeder (pembudidaya-red), kita kembangkan sendiri, silang sendiri,” cetusnya.

Stand Eddy Pranoto Plant (EPP) di FLOII 2023.

Dia memaklumi harga tanaman hias memang kadang melambung tinggi seperti halnya pada saat pandemi Covid-19 atau pada era 2020 sampai awal 2022 lalu. Namun setelahnya, harga berangsur-angsur turun sebagaimana hukum ekonomi supply and demand. Namun, pada jenis tanaman tertentu yang diminati kolektor harganya akan tetap stabil dan bernilai tinggi.

Untuk tanaman hybrid sendiri, kata dia, memiliki keunggulan karena lebih bernilai ketimbang yang sudah ada di pasaran. Karenanya, pasar tanaman hias Eddy Pranoto pun menyasar segmen tertentu yakni kolektor. Meski tak menyebut dengan pasti berapa omzetnya, Eddy mengaku bisnis ini sangat menjanjikan karena pasar domestik dan mancanegara yang terus tumbuh.

“Kita bermain di tiga segmen, bawah, menengah, dan atas yang ini adalah kolektor, pasarnya tetap terjaga karena kolektornya juga ganti-ganti,” bebernya.

 

 

Selain Eddy, pegiat tanaman hias lain pun sudah menggantungkan pendapatannya pada florikultura. Seperti halnya Aldy Ridwan yang fokus pada jenis tanaman kaktus dan Sansevieria atau juga sering disebut dengan Lidah Mertua. 

Dalam talkshow bertema ”Peluang Bisnis Tanaman Sansevieria” di sela-sela FLOII Expo 2023, Aldy yang mulai terjun berbisnis tanaman hias sejak 2007 memberikan tips memenangkan peluang di pasar ekspor.

“Saya mulai ekspor tanaman hias jenis Sansevieria mulai 2018. Pasar Eropa terbilang sangat meminati tanaman hias jenis Sansevieria yang variannya di Indonesia banyak sekali,” ungkapnya Sabtu (30/9).

Memperluas pasarnya ke ranah global ini bukan tanpa tantangan. Menurutnya, perlakuan dan pengemasan tanaman menuju negara lain harus sangat hati-hati. Bahkan, ia pernah mengalami kerusakan tanaman saat ekspor ke Korea Selatan. 

“Yang paling penting adalah memahami bagaimana cara merawat dan memperlakukan tanaman yang dikemas untuk ekspor agar tiba di negara tujuan dengan baik dan aman. Soal dokumen administrasi untuk ekspor secara umum tidak ada masalah,” bebernya.

Ekspor masih minim

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor tanaman hias Indonesia terus meningkat sejak pandemi Covid-19. Pada 2021, misalnya, volume ekspor tanaman hias Indonesia sebanyak 20.300 ton atau naik 11,5 % dari tahun 2020. Adapun secara nilai, ekspor tanaman hias mencapai US$19,9 juta pada 2020 lalu dan naik menjadi US$ 21,9 juta pada 2021.

Produksi beberapa jenis tanaman hias di tanah air juga masih tinggi. Sebagai contoh, produksi anggrek potong pada tahun 2022 sebanyak 6,79 juta tangkai, bunga Anthurium sebanyak 2,07 juta tangkai, mawar sebanyak 169,1 juta tangkai, dan sedap malam sebanyak 118,32 juta tangkai. 

Sayangnya, geliat ekspor florikultura Indonesia ke pasar global masih sangat minim. Padahal, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan sumber daya alam Indonesia, terutama dalam bentuk tanaman hias, sungguh luar biasa. Indonesia bahkan memiliki keunggulan komparatif dengan negara lain dalam hal budidaya tanaman hias. Apalagi, kemampuan rekayasa genetika dan teknologi pemeliharaan tanaman Indonesia terbilang maju.

“Secara ekonomi, pasar tanaman hias Indonesia masih bisa lebih dioptimalkan lagi. Pangsa pasar tanaman hias Indonesia terbilang kecil di tingkat global. Hanya 0,1 persen dari pangsa pasar global senilai US$22 miliar,” katanya saat memberikan kata sambutan dalam pembukaan Floriculture Indonesia International (FLOII) Expo 2023 yang digelar di ICE BSD, pada 28 September-1 Oktober 2023.

Menkop UKM Teten Masduki menyiram tanaman hias Philodendron Billitiae variegata senilai Rp1,8 miliar dalam pembukaan FLOII 2023. Kartika Runiasari.

Menurutnya, value industri tanaman hias dunia cukup besar dan bahkan mengalahkan kopi dan teh. Karenanya, dia menilai gelaran FLOII menjadi penting sebagai bagian dari strategi besar promosi ekspor. Pada gelaran pameran internasional ini, Teten yang juga sebagai pehobi sangat mendukung FLOII yang memasuki tahun kedua. 

Menurutnya, event seperti ini bisa membuat Indonesia semakin dilirik dunia internasional dalam industri tanaman hias. Ia bahkan menyarankan agar FLOII semakin memperbesar ekosistemnya dan menjadi salah satu agenda yang masuk dalam kalender internasional.

“Orang pasti mau datang ke Indonesia karena pasar kita besar. Kita juga punya varietas jenis tanaman yang enggak hanya dari luar tapi juga dari alam kita yang cukup banyak. Teknologi budidaya juga sudah berkembang, talent dan hobyyist juga kuat, banyak dan itu penting dalam industri seperti tanaman hias,” paparnya. 

Dia menambahkan, banyak pelaku ekspor tanaman hias adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang membutuhkan wadah untuk membantu promosi, marketing, logistik, hingga pembiayaan. “Makanya saya sarankan FLOII jadi lokomotif untuk bawa gerbong para supplier petani-petani tanaman hias, nursery-nursery kecil diagregasi untuk masuk ke pasar,” tambah dia.

Apalagi saat ini eranya digital yang mempermudah promosi tanaman hias Indonesia ke mancanegara. Namun, Teten menekankan pada pentingnya platform digital agar ada koneksi terkait data tanaman hias termasuk mempermudah logistik agar UMKM bisa bersama-sama melakukan pengiriman. 

Salah satu pehobi yang juga rutin mengunjungi FLOII adalah Menteri Sosial Tri Rismaharini. Menurutnya, Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman yang sangat banyak. Apalagi kini dengan proses penyilangan yang pada akhirnya membuat plasma nutfah Indonesia kian kaya.

“Jadi kalau di Paris (Prancis) ada fashion week, kita bisa punya florikultura week karena tiap pameran ada saja eksperimen untuk tanaman. Artinya para kolektor enggak ada habisnya, ada model baru, dan saya senang banyak anak mudanya,” ungkapnya usai berkeliling arena FLOII 2023. 

Kekuatan budidaya

Pameran tanaman hias FLOII Expo kali ini mengambil tema “Rooted in Tradition, Blooming in Innovation”. Dalam salah satu sesi talkshow, pemulia tanaman hias Mia Hambali menceritakan sejarah persilangan Aglaonema yang dilakukan keluarganya. Anak dari Greg Hambali yang dikenal sebagai Bapak Aglaonema ini mengisahkan kehadiran silangan Aglaonema yang semakin menggairahkan dunia tanaman hias. Menurut Mia, hasil persilangan corak merah pada Aglaonema digemari masyarakat. Seiring dengan naiknya daya beli masyarakat, tanaman hias pun
memiliki pasar yang cukup menjanjikan.

"Dalam membuat persilangan, dari 10.000 kali percobaan, akan lebih banyak gagalnya ketimbang suksesnya. Nikmatilah proses sebelum memetik hasilnya. Dibutuhkan total waktu sekitar 3 tahun untuk 1 pot saja untuk produk berumpun. Untuk menjadi paket berisi banyak pot, tambah lagi beberapa tahun tergantung banyak paket yang disiapkan," bebernya.

Tak heran bila tanaman silangan pada awal diluncurkan dibanderol dengan harga fantastis hingga puluhan juta rupiah. Menurut Ketua Umum Pecinta Florikultura Indonesia Rosy Nur Apriyanti hal ini tak lain karena proses persilangan yang memakan banyak waktu dan tenaga serta proses trial and error.  "Setelah diperbanyak baru tanaman hybrid ini bisa terjangkau karena hukum suplly and demand," sebutnya pada acara yang sama.

Jika dulu satu daun Aglaonema hasil hybrid dihargai hingga jutaan rupiah, kini masyarakat bisa membeli dengan harga ratusan ribu berkat inovasi dan teknologi budidaya. Karenanya, Indonesia bisa terus mengembangkan teknologi budidaya dan menghasilkan berbagai tanaman hybrid yang bisa dilempar ke pasar ekspor.

“Makanya teman-teman sekarang ada yang melakukan kultur jaringan untuk perbanyakan. Kemarin kan hanya propagasi sekarang ada teknik shaking dengan teknologi. Kalau yang biasa satu berbanding 1.000 dengan shaking satu berbanding 10.000 perbanyakannya, itu yang sedang dilakukan,” paparnya.

Floriculture Indonesia International (FLOII) Expo 2023 di ICE BSD, Tangerang digelar pada 28 September sampai 1 Oktober 2023. Kartika Runiasari.

Dia menambahkan pecinta tanaman hias diharapkan tak sekadar menjalankan hobi semata. Namun, hobi tersebut sebaiknya ditingkatkan nilai tambahnya untuk sumber penghasilan baru. Apalagi, tanaman hias tidak membutuhkan lahan yang luas dan bisa dibudidayakan secara vertikal.

Tanaman hias, menurutnya, juga bukan bisnis musiman seperti terjadi pada pandemi lalu dengan harga yang melonjak drastis. Bisnis ini justru akan terus hidup dengan menyasar para pencinta tanaman tertentu. “Gelombang cinta untuk (jenis) Anthurium Jenmanii itu pasarnya masih ramai tapi mungkin harganya enggak setinggi sebelumnya karena sudah banyak yang memperbanyak jadi suplly demand berlaku,” ungkapnya.

Sejauh ini, tambahnya, negara langganan tanaman hias Indonesia adalah Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. “Jenisnya biasanya apa yang kita tawarkan mereka mau, mereka hanya melihat dari kuantitas dan kontinuitas,” tambah dia.

Namun, Rosy menekankan agar pelaku ekspor memperhatikan betul cara ekspornya agar tidak di-banned oleh negara tujuan. Pasalnya, Badan Karantina Pertanian sudah mendapat warning dari Jepang terkait jenis tanaman yang tidak sesuai permintaan. 

“Kita imbau teman-teman jujurlah apa yang dipesan itu yang dikirim, karena kalau di-banned yang kena semua,” tandasnya.

Sementara itu, Presiden Direktur Dyandra Event Solutions Michael Bayu A. Sumarijanto mengungkapkan pelaku usaha tanaman hias di Indonesia kebanyakan adalah UMKM. Karenanya, dukungan pemerintah untuk mendorong Indonesia menjadi negara pengekspor tanaman hias terbesar di dunia amat dibutuhkan. 

Pengunjung memilih tanaman hias jenis Sansiviera di FLOII 2023.

“Ini base-nya memang UMKM, punya taman udah bisa jualan. Sekarang dengan internasional enggak bisa beli satu dua kudu banyak, bisa sewa lahan kerja sama,” sarannya.

Secara keseluruhan, ada lebih dari 150 peserta FLOII 2023 dari dalam dan luar negeri antara lain dari Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan Filipina. Adapun nilai transaksi FLOII 2023 selama empat hari mencapai Rp7,2 miliar. Nilai ini merupakan laporan dari sebagian peserta pameran dan lelang 48 tanaman hias dengan total Rp383 juta. Lelang tertinggi jatuh pada jenis tanaman hias Hao Butterfly atau keluarga tanaman hias Aroid senilai Rp130 juta dan tanaman termahal yang diperjualbelikan jatuh pada Anthurium Pink Variegated senilai Rp180 juta.
 
Capaian tahun kedua ini memang lebih besar dibanding tahun lalu dengan total transaksi sebesar Rp4,5 miliar dan peserta hanya 90. Namun, Bayu menilai, FLOII telah menjadi ajang para pencinta tanaman hias yang memungkinkan terjadinya kesepakatan bisnis dengan pembeli dari luar negeri.

“Dari sisi business to business besar,” ujarnya.

Dus, FLOII tak hanya mencatat angka transaksi di atas kertas semata namun juga deal bisnis yang terjadi setelah gelaran pameran berakhir. Pasalnya, selain menjadi pembeli dan kemudian membudidayakan tanaman, Indonesia juga membuka kesempatan ekspor lebih besar dengan buyer yang prospektif dari negara lain.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Berita Lainnya
×
tekid