sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mobil bekas jadi idola di masa pandemi

Penyebaran Coronavirus membuat masyarakat memilih mobil bekas untuk menunjang mobilitas ketimbang naik transportasi umum.

Nurul Nur Azizah
Nurul Nur Azizah Jumat, 25 Des 2020 11:19 WIB
Mobil bekas jadi idola di masa pandemi

Mobil seken atau bekas menjadi primadona di masa pandemi. Masyarakat ingin memenuhi kebutuhan kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitas namun dengan harga lebih bersahabat.

Seperti halnya dialami Nyur Yawati (36). Kondisi pandemi mendesaknya untuk segera memiliki kendaraan pribadi guna menunjang aktivitasnya bekerja. Pasalnya, Ia bersama suami biasanya menggunakan transportasi umum seperti KRL. Kereta listrik itu relatif lebih rentan terhadap penularan Covid-19.  

Setelah menimbang-nimbang, dia akhirnya memutuskan untuk membeli mobil bekas. Selain harganya terjangkau, proses pembayaran tunai juga dirasakan lebih simpel dibandingkan membeli secara kredit.

"Karena Covid-19 kan ngeri. Coba cari yang sesuai bujet ya. Waktu itu, kalau beli baru juga agak ketat pengajuannya. Terus ya, kami pikir jangan terlalu banyak kredit. Beli sesuai dengan kemampuan aja," ujar Nyur saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (23/12). 

Pertimbangan lainnya, Nyur memilih mobil bekas juga dikarenakan kendala administrasi. Sebagai perantau, dia tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jabodetabek. Kondisi ini akan memperumit urusan administrasi pembelian mobil. 

"Kalau beli baru prosesnya akan lama memang. Kami juga mikir, kelamaan ini. Mobil turunnya juga lama. Pengurusan suratnya itu juga lama, 1-3 bulan. Kalau mobil bekas kan cepat ya," lanjut perempuan yang berdomisili di Bekasi itu. 

Mobil bekas yang dibeli Nyur pada akhir Juli 2020 lalu bermerek Mitsubishi mirage keluaran 2012. City car itu ia peroleh seharga Rp87 juta. 

Tak butuh waktu lama, pembelian mobil bekas yang dilakukan Nyur langsung bisa diproses di hari yang sama setelah pembayaran. "Hari itu bayar, langsung dipakai (berkendara)," imbuhnya. 

Sponsored

Selama proses pencarian mobil bekas itu, Nyur menceritakan bahwa dia memanfaatkan situs jual beli mobil online, yaitu Mobil88. Sebelum memutuskan pembelian, ia mengaku berselancar terlebih dahulu di dunia maya. 

Menurutnya, platform itu mempermudah proses riset terkait mobil apa yang akan dibeli. Setelah dirasa cocok, dia pun bisa mendatangi langsung gerai lokasi mobil itu ditawarkan. 

"Ketika aku booking online, aku bisa lihat storenya. Ini sangat membantu dan membuat kita merasa aman ya buat yang enggak begitu ngerti otomotif, karena jelas storenya," ujarnya. 

Tak hanya Nyur, Bastian Rizki (26) juga menjadi pembeli mobil bekas di masa pandemi ini. Pada Mei 2020 lalu, dia memutuskan untuk membeli kendaraan pribadi yang digunakan untuk keperluan mobilitas keluarga. 

Ilustrasi transportasi umum. Pixabay.com.

"Sebetulnya, tidak begitu menjadi pertimbangan di awal (keamanan dari Covid-19). Tapi, tersadarkan akan keselamatan di situasi pandemi setelah mobil digunakan," ujar Bastian di kesempatan berbeda kepada Alinea.id, Rabu (23/12). 

Bastian membeli mobil bekas bermerek Honda Mobilio. Mobil keluaran tahun 2014 itu ia dapatkan dari seorang rekannya yang kebetulan seorang penjual mobil. Pertimbangannya membeli mobil bekas yakni karena harganya lebih pas di kantong. 

"Keterbatasan dana yang dimiliki, membuat saya berpikir bahwa lebih bijak untuk membeli mobil bekas," katanya.  

Ia membeli mobil bekas itu seharga Rp109 juta secara kredit dengan cicilan sekitar Rp2,5 juta per bulan selama empat tahun. Ia akan mencicil pembayaran melalui perusahaan pembiayaan mobil swasta. 

Lelaki yang berdomisili di Jakarta ini mengajukan permohonan kredit ke perusahaan pembiayaan dengan bantuan si  penjual. Lalu, agen dari perusahaan melakukan wawancara terkait kelayakan pengambilan kredit.

Setelah dijelaskan tentang perjanjian kredit dan disetujui, Bastian pun lantas mengirimkan sejumlah uang untuk membayar uang muka (DP). 

Tak lama kemudian, setelah penjual menerima uang penuh dari perusahaan melalui akad jual beli dengan penjual, maka mobil pun sudah bisa diterima dan langsung bisa digunakan oleh Bastian sebagai pembeli. 

"Selebihnya tinggal memenuhi kewajiban membayar cicilan kredit per bulan," imbuhnya.  
   
Geliat bisnis mobil bekas 

Pasar jual beli mobil bekas mengalami dinamika selama masa pandemi ini. Sempat terpuruk kala awal pandemi, namun belakangan penjualannya terbilang positif. Ini tak lepas dari adaptasi kenormalan baru yang menuntut masyarakat tetap bermobilitas namun ingin tetap aman di masa pandemi. 

Selain itu, kondisi perekonomian yang serba tidak menentu juga menjadi pertimbangan. Utamanya dari sisi harga mobil bekas yang lebih terjangkau. Tak heran, mobil bekas menjadi buruan di masa Coronavirus yang kian mewabah.

Studi OLX Autos Indonesia menunjukkan sejumlah tren pelanggan yang terjadi di pasar mobil bekas tahun 2020 ini. Tercatat, sebanyak 52% responden telah memiliki keinginan untuk membeli mobil, dibandingkan pada masa awal pandemi yang hanya 22%. 

Selain itu, sebanyak 42% responden menyatakan saat ini telah menggunakan mobil pribadi dalam kegiatan sehari-hari. Jumlah itu meningkat dibandingkan pada masa awal-awal pandemi yang hanya 33%. 

Dengan perubahan perilaku konsumen sepanjang 2020, ada beberapa hal yang diprediksi akan menjadi tren di pasar mobil bekas pada 2021.

Presiden Direktur Mobil88 Halomoan Fischer mengatakan tren jual beli mobil bekas selama pandemi sempat mengalami penurunan dimulai dari bulan Maret. Tetapi, penjualan berangsur-angsur membaik. 

"Sampai dengan bulan November 2020, sudah mencapai sekitar 70% dari situasi market normal," ungkap Fischer kepada Alinea.id, Kamis (24/12). 

Adapun jenis mobil bekas yang paling diminati oleh pasar saat ini adalah jenis LCGC (Low Cost Green Car) dan Low MPV atau Low Multi Purpose Vehicle (MPV), dengan kisaran harga sekitar Rp80-150 juta per unit.

Dia pun tak memungkiri, sejak pandemi ada kecenderungan pembeli yang memanfaatkan platform digital meningkat. "Mayoritas saat ini memulai pencarian dengan melihat listing di platform digital," katanya. 

Pada tahun mendatang, Fischer melanjutkan, peluang bisnis mobil bekas masih akan sangat tergantung dengan kondisi ekonomi. Apabila ekonomi membaik, dipastikan market mobil bekas akan naik kembali. 

Ilustrasi penjualan mobil. Pixabay.com.

Bahkan menurutnya, bisa jadi akan lebih besar dibandingkan sebelum pandemi. "Tetapi market masih wait and see terhadap situasi pandemi, apakah tahun depan sudah bisa selesai atau tidak," imbuhnya. 

Senada, Senior Manager Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua, Herjanto Kosasih pun mengatakan tren bisnis mobil bekas masih akan bergantung dengan perkembangan situasi selama pandemi ini. Utamanya, menyoal efektivitas vaksin yang bisa mengerek perbaikan ekonomi di masyarakat.

"Tahun depan belum jelas sih, paling (peluang) kalau mau dekati Lebaran," ujar Herjanto dihubungi Alinea.id, Rabu (23/12). 

Di Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua, dia menyebut, selama pandemi ini penjualan mobil bekas paling moncer terjadi pada bulan Desember 2020. Kondisi ini jauh lebih baik dibanding bulan-bulan lain yang cenderung lesu. 

Berkenaan dengan itu, dia bilang, pihaknya sempat memberikan banderol 'harga Covid-19' untuk tiap penjualan mobil bekas. "Dari April sampai September-lah, cenderung harga Covid-19," ujarnya. 

Berdasarkan data internalnya, per November bursa mobil bekas telah mencatat penjualan sebanyak 1.800-an unit. Jumlah ini meningkat hingga 2.000-an unit sampai tanggal 20 Desember. Sementara sampai sekarang, ada setidaknya 2.150 unit terjual. 

"Kenaikan ini, karena orang-orang beli mobil bekas untuk mudik. Praktis dan enggak repot, banyaknya beli mobil bekas," katanya. 

Adapun, tipe mobil bekas yang paling disukai pembeli menurutnya adalah jenis mobil yang harganya sekitar Rp100 juta sampai Rp150 juta.  "Yang penting masalah harga. Tapi, yang paling laku itu Ertiga yang lama," tambahnya. 

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D. Sugiarto berpendapat saat ini, tren mobil bekas memang tidak bisa disangkal memiliki pasarnya sendiri. Menurutnya, ini sebuah keniscayaan yang akan tumbuh bersama dengan industri mobil baru. 

"Akan terus berkembang paralel dengan pasar mobil baru," ujar Jongkie pada Alinea.id, Kamis (24/12). 

Dia mengungkapkan industri mobil baru memiliki target penjualan tahun 2020 sebesar 525.000 unit. Sedangkan, target tahun 2021 mendatang akan meningkat di angka 750.000 unit. 

Dengan begitu, bisa dipastikan bahwa industri mobil baru akan tetap optimis mengejar pertumbuhan bisnisnya. Pihaknya tetap yakin meski kondisi tengah pandemi dan minat masyarakat bergeser melirik mobil bekas. 

Dilansir dari situs resmi Forum Ekonomi Dunia atau Weforum, bisnis mobil bekas juga tengah berkembang di berbagai negara di dunia. Sebut saja India, Meksiko dan Inggris. 

Tidak tanggung-tanggung, situs mobil bekas di tiga negara tersebut bahkan telah mendapatkan nilai valuasi sebagai perusahaan 'unicorn' sebesar US$1 miliar (Rp14.000 per dollar AS) atau setara Rp14 triliun.  

Keberhasilan pasar mobil bekas tersebut, didorong oleh kebiasaan baru pembeli yang selama ini sebagai pengguna transportasi umum, beralih ke kendaraan pribadi. Mobil bekas, jadi alternatif yang dianggap paling terjangkau.

Pioneers of Change Summit dari Forum Ekonomi Dunia juga menunjukkan adanya pandangan para pembeli mobil bekas, untuk mengeksplorasi alternatif transportasi yang berkelanjutan. 

Perusahaan jasa otomotif Inggris, RAC Limited (The RAC), menemukan adanya 'perubahan seismik' dalam sikap orang terhadap transportasi dalam Laporan tahun 2020 tentang Otomotif. Tercatat,  keengganan menggunakan transportasi umum di masa depan ini  jadi yang tertinggi dalam hampir dua dekade ini.

“Bahkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah, pandemi tampaknya telah memperkuat ikatan antara pengemudi dan mobil mereka dengan transportasi umum yang kurang menarik dari sebelumnya,” kata juru bicara RAC Rod Dennis dikutip dari Weforum (7/12). 

Perusahaan konsultan manajemen multinasional, McKinsey & Company pun membenarkan soal perubahan perilaku masyarakat global selama masa pandemi ini. Perusahaan itu melacak sentimen para konsumen di 45 negara, termasuk bagaimana Covid-19 mempengaruhi pengeluaran. 

Dua pertiga lebih responden survei melaporkan terjadi perubahan kebiasaan belanja mereka. Konsumen di seluruh dunia, menanggapi krisis dengan mencoba perilaku belanja yang berbeda. 

"Selain nilai, kenyamanan dan ketersediaan paling sering disebut sebagai pendorong utama keputusan konsumen," ungkap studi McKinsey & Company, masih di situs Weforum.

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid