sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jabat tangan putra Khashoggi dan pangeran Arab Saudi jadi sorotan

Momen jabat tangan antara Salah, putra Khashoggi, dan Pangeran Mohammed bin Salman menuai banyak komentar tajam.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 24 Okt 2018 15:36 WIB
Jabat tangan putra Khashoggi dan pangeran Arab Saudi jadi sorotan

Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman atau MBS kembali menjadi sorotan di tengah misteri kematian jurnalis dan kolumnis Arab Saudi Jamal Khashoggi (59). Pada Selasa (23/10), duo ayah anak itu mengundang putra Khashoggi, Salah dan Sahel, ke Istana Yamama di Riyadh.

Menurut kantor berita Arab Saudi, dalam kesempatan tersebut, Raja Salman dan MBS menyatakan belasungkawa atas tewasnya Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.

Seorang teman dari keluarga Khashoggi yang bicara secara anonim mengatakan pada Associated Press bahwa Salah telah berada di bawah larangan bepergian sejak sang ayah mulai menulis kritik terhadap MBS di kolom The Washington Post. 

Pertemuan antara Raja Salman, MBS, dan dua putra Khashoggi mengundang kritik keras dari sejumlah tokoh.

Kepedihan yang tergurat jelas di wajah Salah saat dia berjabat tangan dengan MBS pun menjadi sorotan. Tubuhnya berdiri tegak, sementara matanya membidik MBS.

Putra mahkota Arab Saudi saat ini berada di bawah tekanan internasional menyusul para kritikus mencurigainya sebagai dalang pembunuhan Khashoggi, atau setidaknya tahu tentang tragedi tersebut.

Manal al-Sharif, penulis buku 'Daring to Drive: a Saudi Woman's Awakening' mentwit bahwa foto jabat tangan Salah dan MBS membuatnya ingin berteriak dan muntah. 

Sponsored
— Manal al-Sharif (@manal_alsharif) October 23, 2018

Fadi Al-Qadi, seorang advokat dan komentator HAM Timur Tengah juga mencela pertemuan dua putra Khashoggi dengan Raja Salman dan MBS. Dia mencapnya kejam. 

Chris Doyle, dari Council of Arab-British Understanding mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pertemuan Raja Salman, MBS dan dua putra Khashoggi dirancang untuk menolong reputasi MBS, namun reaksi di media sosial menunjukkan kegagalan upaya tersebut.

"Mereka terlihat tulus kepada keluarga Khashoggi, namun gambar ini bicara 1.000 kata. Benar-benar mengisahkan sebuah kisah sedih dari Salah," ungkap Doyle.

Pihak berwenang Arab Saudi mengatakan, mereka telah menangkap 18 tersangka dan memecat sejumlah pejabat senior yang diduga terkait dengan pembunuhan Khashoggi. Itu menunjukkan, sejauh ini MBS lolos dari kesalahan. 

Putra Mahkota yang berusia 33 tahun tersebut telah berulang kali membantah terlibat dalam pembunuhan Khashoggi.

Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih pada hari Selasa menggambarkan pembunuhan Khashoggi sebagai peristiwa mengerikan. Dia menambahkan, bahwa masa ini adalah hari-hari yang sulit bagi Kerajaan Arab Saudi.

"Tidak ada seorang pun di kerajaan itu yang bisa membenarkan atau menjelaskannya. Dari pimpinan ke bawah, kami sangat kecewa dengan apa yang telah terjadi," kata Falih.

Kasus Khashoggi peluang emas bagi Turki?

Pada Selasa kemarin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (64) berpidato soal kematian Khashoggi di hadapan anggota parlemen. Erdogan menegaskan bahwa Khashoggi adalah korban pembunuhan berencana yang brutal. 

Lebih lanjut, orang nomor satu di Turki merinci bagaimana tim beranggotakan 15 warga Arab Saudi yang diduga ditugaskan untuk menghabisi Khashoggi tiba di negaranya dalam waktu berbeda.

Tim pertama yang terdiri dari tiga orang tiba dengan jet pribadi sehari sebelum Khashoggi tewas, dan dua tim lainnya yang masing-masing terdiri dari sembilan dan tiga orang mendarat pada hari kedatangan Khashoggi ke Konsulat Arab Saudi.

Erdogan mengungkapkan pula bahwa pada hari sebelum Khashoggi dibunuh, sebuah tim dari Konsulat Arab Saudi melakukan misi pengintaian di dua lokasi terpisah, yakni di hutan Belgrad dan di kota Yalova. Diduga mereka mencari lokasi untuk membuang jasad Khashoggi.

Terkait 18 orang yang diduga terlibat pembunuhan Khashoggi yang telah ditangkap oleh Arab Saudi, Erdogan meminta agar mereka diadili di Turki. Ada pun 15 di antaranya disebut-sebut adalah tim yang terbang ke Turki.  

Meski menjanjikan akan menelanjangi kebenaran atas kasus Khashoggi, namun sejumlah hal penting luput dalam pidato Erdogan. Presiden Turki itu sama sekali tidak menyinggung soal rekaman audio yang sebelumnya disebutkan merupakan bukti kuat penyiksaan dan pembunuhan Khashoggi.

Dalam pidatonya, Erdogan juga tidak menyebut nama MBS. Padahal, sehari setelah Khashoggi menghilang, MBS sempat membuat pernyataan yang menyatakan tidak tahu menahu soal kejahatan apapun dan dia bersikeras bahwa Khashoggi telah meninggalkan konsulat dengan selamat.

Erdogan dinilai mengambil kesempatan untuk meraih kesepakatan dengan Arab Saudi atau bahkan AS lewat kasus Khashoggi. Hal itu membuatnya menahan diri mengeluarkan bukti-bukti penting yang mungkin dapat mengarah langsung pada MBS. 

Mungkinkah Erdogan mengulur-ulur waktu hingga kesepakatan tertentu terwujud? Diminta pendapatnya terkait hal tersebut, pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan bahwa langkah Turki untuk merilis sedikit demi sedikit bukti bertujuan untuk memberi tekanan pada Arab Saudi.

"Saya menilai Erdogan ingin meminta Arab Saudi bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap kematian Khashoggi. Itu karena pihak kerajaan baru mengakui kematiannya dua minggu lebih setelah kejadian. Padahal sebelumnya mengelak dan mengklaim tidak tahu-menahu," jelas Yon.

Menurut Yon, kesepakatan ekonomi dan politik mungkin saja menjadi tujuan dari tekanan Turki.

"Bisa saja Turki menginginkan Arab Saudi mengubah kebijakan politiknya selama ini, terutama berkaitan dengan Qatar. Dalam hal ekonomi, pembahasan tentang jalur pipa gas Qatar-Arab Saudi dan Turki yang ditolak Arab Saudi dapat dibicarakan lagi," tutur Yon. "Namun, memang perlu waktu untuk melihat secara tepat deal-deal apa yang diinginkan Turki dalam kasus Khashoggi ini."

Pidato Presiden Erdogan nyaris bersamaan dengan dibukanya 'Davos in the Desert' oleh MBS di Riyadh, di mana Arab Saudi berusaha menarik investor asing. Kasus Khashoggi berdampak pada acara tersebut, mengakibatkan sejumlah tokoh ekonomi dunia memutuskan absen. (Al Jazeera dan Time)

Berita Lainnya
×
tekid