sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Konflik Kashmir: Lebih dari 100 orang terluka

Angka tersebut didapat dari data dua rumah sakit terbesar di Jammu dan Kashmir.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 23 Agst 2019 14:59 WIB
Konflik Kashmir: Lebih dari 100 orang terluka

Setidaknya 152 orang menderita luka-luka akibat gas air mata dan peluru pelet di Kashmir sejak pasukan keamanan India melancarkan tindakan keras bulan ini. Demikian data yang didapat dari dua rumah sakit utama di wilayah itu.

Data menunjukkan 152 orang dilaporkan dilarikan ke Sher-i-Kashmir Institute of Medical Sciences dan Shri Maharaj Hari Singh Hospital akibat terkena peluru pelet dan gas air mata antara 5-21 Agustus.

Pemerintah India telah mengerahkan polisi paramiliter tambahan, melarang pertemuan publik dan memblokir jaringan seluler dan internet untuk mencegah protes skala besar setelah mereka mencabut status khusus Jammu dan Kashmir pada 5 Agustus.

Meski coba diredam, namun protes sporadis tetap ada. Massa dilaporkan melempar batu, mendorong tindakan pembalasan oleh pasukan keamanan.

Pemerintah, yang belum memberikan angka korban dalam protes sporadis, mengatakan bahwa tidak ada kematian dalam demonstrasi yang berlangsung bulan ini. Sejak pemberontakan bersenjata meletus pada 1989 di Jammu dan Kashmir, lebih dari 50.000 orang dilaporkan telah tewas.

India berharap pencabutan status khusus yang berarti hilangnya hak-hak istimewa seperti hak eksklusif atas tanah, pekerjaan di pemerintahan, posisi di perguruan tinggi dan membuka Kashmir bagi warga India dari daerah lain akan membantu mengintegrasikan wilayah yang mayoritas muslim itu.

Pakistan, yang sama-sama mengklaim atas seluruh wilayah Kashmir, telah mengutuk keputusan pencabutan status khusus Negara Bagian Jammu dan Kashmir. India dan Pakistan masing-masing menguasai sebagian Kashmir.

Seorang pejabat di Jammu dan Kashmir mengatakan jumlah yang terluka mungkin lebih tinggi dari angka yang didapat dari kedua rumah sakit tersebut.

Sponsored

"Banyak dari mereka yang dipulangkan dalam waktu beberapa jam dan tidak masuk hitungan," kata pejabat yang menolak menyebut namanya tersebut seraya menambahkan bahwa sejumlah orang yang mengalami luka lebih ringan dirawat di rumah sakit yang lebih kecil.

Partai-partai oposisi utama di India telah bergabung untuk memprotes tindakan keras di Kashmir. Mereka juga menuntut pembebasan segera para pemimpin politik lokal dan warga serta pemulihan layanan komunikasi di wilayah Himalaya itu.

Protes oposisi tersebut disampaikan pada Kamis (22/8) di New Delhi.

"Partai Bharatiya Janata yang berkuasa dan sayap ideologisnya, RSS, tengah merayakan pencabutan Pasal 370, sementara mayoritas orang bahkan tidak tahu apa yang dimaksud dengan pasal itu," kata Ghulam Nabi Azad dari Partai Kongres Nasional India.

Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) adalah organisasi supremasi Hindu yang ingin India didefinisikan sebagai negara Hindu. Perdana Menteri India Narendra Modi adalah anggota seumur hidup RSS.

Dinesh Trivedi, dari partai All India Trinamool Congress, mengatakan agenda untuk acara Kamis adalah pembebasan para pemimpin politik dan kembalinya situasi normal.

"Pertanyaan saya adalah apa kesalahan yang dilakukan para pemimpin yang telah ditahan di Jammu dan Kashmir? Adalah hak kami untuk bertanya. Jika mereka melakukan kejahatan apa pun, hukum mereka dengan aturan yang ada tetapi setidaknya kami berhak tahu kejahatan apa yang mereka lakukan," kata Trivedi.

Komentar Trivedi digemakan oleh Maimoona Mollah, seorang aktivis sosial dan anggota dari All India Democratic Women's Association.

"Mengapa para pemimpin itu berada di balik jeruji besi?," tanya Mollah. "Ini adalah pertanyaan umum di benak semua orang. Jika pemerintah tidak memiliki jawaban untuk ini, maka berarti ada sesuatu yang mencurigakan."

Mollah adalah bagian dari tim beranggotakan empat masyarakat sipil yang mengunjungi Kashmir selama lima hari pascapencabutan status khusus Jammu dan Kashmir.

"Kata-kata yang sering kami dengar dari masyarakat tentang keputusan pemerintah soal J&K adalah penindasan, berlebihan dan pengkhianatan," ungkap laporan 10 halaman yang dibacakan Mollah

"Seorang lelaki di Safakadal (Srinagar tengah) mengatakan, 'Pemerintah telah memperlakukan warga Kashmir seperti budak, membuat keputusan tentang kehidupan kami dan masa depan kami sementara kami ditawan. Ini seperti memaksakan sesuatu di tenggorokan kami sambil menjaga kami terikat dan tercekik, dengan pistol ke kepala kami'," imbuhnya. (Reuters dan Al Jazeera)

Berita Lainnya
×
tekid