sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Meski ditentang, India akan tetap pecah Kashmir

Pembagian negara bagian Jammu dan Kashmir akan secara resmi dilakukan pada Kamis (31/10).

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 30 Okt 2019 18:31 WIB
  Meski ditentang, India akan tetap pecah Kashmir

India secara resmi akan membagi negara bagian Jammu dan Kashmir yang disengketakan menjadi dua wilayah federal pada Kamis (31/10). Itu bertujuan untuk memperketat cengkeramannya di wilayah tersebut.

Aksi protes terhadap tindakan itu meletus secara sporadis. Dalam beberapa pekan terakhir, gerilyawan anti-India membunuh puluhan orang yang berasal dari luar negara bagian itu.

Pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut otonomi khusus Kashmir pada Agustus. Mereka juga mengumumkan pembagian negara bagian itu menjadi dua wilayah yang akan dikontrol oleh New Delhi. Satu wilayah terdiri dari Jammu dan Kashmir, serta yang lainnya merupakan Ladakh.

Pada saat yang sama, India mengerahkan ribuan pasukan ke Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim. Selama beberapa dekade terakhir, separatis di negara bagian itu telah melawan pemerintah India.

Pemerintah juga memberlakukan pembatasan pergerakan penduduk serta memutus saluran telepon dan jaringan internet. Beberapa tindakan disebut telah dikurangi tetapi pengetatan keamanan masih berlaku, koneksi broadband dan internet yang diakses dari ponsel masih tidak tersedia bagi sebagian besar warga Kashmir.

Kegiatan belajar-mengajar di sejumlah sekolah dan perguruan tinggi masih ditangguhkan, sebagian besar toko, restoran dan hotel pun tutup. Ratusan orang, termasuk tokoh politik dan separatis yang memperjuangkan pemisahan Kashmir dari India, masih berada dalam tahanan karena India khawatir mereka dapat memicu protes massa.

Wajahat Habibullah, mantan birokrat yang bertugas di Kashmir, mengatakan bahwa warga setempat merasa dipermalukan karena kehilangan otonomi mereka.

"Apa pun sikap pemerintah India di masa lalu, warga Kashmir setidaknya merasa memiliki sesuatu. Kini, ada perasaan bahwa mereka kehilangan kebebasan yang selama ini dimiliki," kata dia.

Sponsored

Pada Selasa (29/10), tersangka gerilyawan yang memerangi pemerintah India di Kashmir menembak mati lima pekerja konstruksi yang datang dari India bagian timur.

Pihak berwenang mengatakan pembunuhan itu tampaknya menjadi bagian dari gerakan untuk mencegah orang luar bekerja di Kashmir. Awal bulan ini, insiden serupa menargetkan pengemudi truk yang terlibat dalam perdagangan apel di bagian selatan Kashmir, sarang aktivis militan.

Pekan ini, kerumunan juga berkumpul di jalan-jalan Srinagar, kota terbesar di Kashmir, dan sejumlah kota lainnya. Mereka melemparkan batu ke pasukan keamanan sebagai bentuk protes terhadap tindakan keras yang terus berlanjut.

Pemerintah India menyatakan, pada Kamis (31/10), G. C. Murmu, mantan birokrat dari negara bagian Gujarat, akan dilantik sebagai gubernur pertama dari Jammu dan Kashmir.

Mantan pegawai negeri lain, Radha Krishna Mathur, akan menjadi Gubernur Ladakh, wilayah dataran tinggi yang didominasi umat Buddha. Wilayah itu telah lama berupaya melepaskan diri dari Kashmir dengan alasan bahwa kekacauan di sana merusak prospek pertumbuhan mereka sendiri.

Pemerintahan Modi berharap dapat meningkatkan investasi pariwisata dan infrastruktur di Ladakh, yang dikenal dengan lembah-lembah dan dataran tinggi berbatu. Wilayah itu juga merupakan daerah perselisihan dengan China yang mengklaim sebagian darinya.

Di wilayah Jammu yang didominasi Hindu, ada perkiraan bahwa pengambilalihan oleh pemerintah federal akan mengarah pada pembangunan dan mengalihkan fokus dari pusat pemberontakan di Kashmir.

"Ada tiga bagian dari babak ini, Jammu, Kashmir dan Ladakh. Pemberontakan hanya terjadi di Kashmir, jadi mengapa negara bagian lainnya harus menderita?," kata seorang pejabat tinggi pemerintahan India.

Berita Lainnya
×
tekid