sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemimpin Hong Kong: Kebebasan dapat berlanjut, tapi dengan catatan

Hong Kong diserahkan Inggris ke China pada 1997 di bawah prinsip 'Satu Negara, Dua Sistem', memungkinkannya menikmati sejumlah kebebasan.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 16 Jan 2020 17:36 WIB
Pemimpin Hong Kong: Kebebasan dapat berlanjut, tapi dengan catatan

Prinsip yang memastikan Hong Kong menikmati kebebasan yang tidak tersedia di China daratan dapat berlanjut melampaui 2047 selama para pemuda di kota itu tidak menghancurkannya. Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam pada Kamis (16/1).

Hong Kong yang dikuasai China telah dilanda protes prodemokrasi berbulan-bulan menyusul tuduhan Beijing memperketat cengkeramannya. Kota itu diserahkan ke China oleh Inggris pada 1997 di bawah kerangka "Satu Negara, Dua Sistem" yang berlaku hingga 2047.

China sendiri membantah ikut campur urusan domestik Hong Kong, dan menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen pada prinsip "Satu Negara, Dua Sistem". Beijing menunjuk Barat sebagai pemantik kerusuhan.

Perjanjian serah terima menyatakan bahwa Hong Kong yang merupakan pusat keuangan Asia adalah bagian dari China, tetapi kebebasannya seperti berekspresi dan berkumpul, termasuk pula peradilan yang independen, dijamin.

Protes yang memicu Hong Kong ke titik saat ini terjadi sekitar Juni 2019 atas RUU ekstradisi yang sekarang sudah sepenuhnya ditarik. RUU itu memungkinkan tersangka diekstradisi ke China daratan untuk diadili di pengadilan yang dikendalikan Partai Komunis.

Unjuk rasa prodemokrasi pun meluas sejak saat itu.

"Ada cukup alasan untuk meyakini bahwa "Satu Negara, Dua Sistem" ... tidak akan berubah setelah 2047," kata Lam dalam penampilan perdananya di Dewan Legislatif pada 2020.

Lam menambahkan, pemahaman dan implementasi prinsip tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan "dasar satu negara" dan menghormati perbedaan "dua sistem".

Sponsored

Dia mendesak para pemuda Hong Kong, yang berada di garis depan protes prodemokrasi yang kerap diwarnai kekerasan, untuk tidak melanggar prinsip "Satu Negara, Dua Sistem" hanya karena kesalahpahaman sementara.

"Skenario yang mereka khawatirkan hari ini dipicu oleh tangan mereka sendiri," ujar Lam.

Menurut survei yang dilakukan untuk Reuters oleh Hong Kong Public Opinion Research Institute pada Desember, gerakan protes prodemokrasi Hong Kong didukung oleh 59% warga kota itu. Hanya 17% menyatakan dukungan agar Hong Kong merdeka dari China.

Lam sendiri menolak tuduhan kebrutalan polisi, yang menjadi sumber kemarahan lainnya dari para demonstran.

"Saya tidak menerima tuduhan bahwa polisi melakukan kekerasan selama tujuh bulan penanganan atas kerusuhan ... Sayangnya, dalam beberapa bulan terakhir, kita telah melihat kepolisian Hong Kong terus menerus dijelek-jelekkan, dengan maksud untuk melemahkan kemampuan penegakan hukum," imbuh Lam.

Apa yang akan terjadi pada 2047 setelah China tidak lagi berkewajiban memberi otonomi luas terhadap Hong Kong masih jadi tanda tanya besar. Segelintir menyerukan kemerdekaan, tapi Beijing jelas sudah menutup opsi tersebut. (Reuters dan BBC) 

Berita Lainnya
×
tekid