Pemerintah Rusia memberi ultimatum kepada Ukraina untuk menyerahkan kota Mariupol hingga Senin (21/3).
Bersamaan dengan itu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan, siap melakukan perundingan perdamaian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun, tak berapa lama kemudian, Wakil Perdana Menteri Ukraina Irina Vereshchuk menolak ultimatum itu.
"Tidak akan ada pembicaraan tentang menyerah atau meletakkan senjata. Kami telah memberi tahu pihak Rusia tentang ini," katanya seperti dilansir VOA.
Sementara itu, Rusia meminta respons Ukraina sebelum pukul empat pagi waktu Kiev.
Ultimatum muncul beberapa jam setelah Zelenskiy mengatakan, kegagalan diplomasi mungkin saja memicu perang lebih besar layaknya Perang Dunia III. Hal itu diucapkannya pada Minggu (20/3). Kendati demikian, presiden juga bersumpah bahwa Ukraina tak akan menyerahkan kedaulatan dan integritasnya. Hal ini terlepas dari keputusan Ukraina yang membatalkan tawaran bergabung dengan NATO dan mengadopsi status netral.
"Rusia membunuh anak-anak kami. Anda tidak lagi dapat membalikkan situasi. Anda tidak dapat menuntut Ukraina untuk mengakui beberapa wilayah sebagai republik independen. Kompromi ini sama sekali salah,” tutur Zelenskiy.
Seperti diberitakan, saat ini di Mariupol yang merupakan sebuah sekolah tempat berlindung sekitar 400 orang, dijatuhi bom oleh Rusia. Dewan Kota Mariupol mengatakan, bangunan itu hancur, namun belum bisa diidentifikasi siapa saja korbannya.
Menteri Pertahanan Amerika Llyod Austin mengatakan, serangan terhadap warga sipil masuk dalam kategori kejahatan perang.
Beberapa hari sebelumnya Rusia juga menjatuhkan serangan di gedung teater tempat ratusan anak berlindung. Padahal gedung itu telah dipasangi tanda bertuliskan anak-anak yang seharusnya bisa dibaca oleh pasukan Rusia.