sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Swedia ingin bantu ekonomi Afghanistan tetapi tidak lewat tangan Taliban

Krisis ekonomi yang dialami oleh Afghanistan saat ini dapat memberikan peluang bagi Taliban untuk semakin berkuasa.

Elmo Julianto
Elmo Julianto Minggu, 24 Okt 2021 13:43 WIB
Swedia ingin bantu ekonomi Afghanistan tetapi tidak lewat tangan Taliban

Afghanistan alami krisis ekonomi setelah Taliban mengambil alih kekuasaan negara tersebut. Hal itu akan semakin memburuk jika negara lain tidak bergerak untuk membantu negara dengan julukan “Graveyard of Empires” itu, menteri Swedia dan Pakistan memperingatkan pada hari Sabtu (23/10).

"Negara ini berada di ambang kehancuran dan keruntuhan itu datang lebih cepat dari yang kita duga," kata Menteri Pembangunan Swedia Per Olsson Fridh kepada Reuters di Dubai.

Menteri pembangunan tersebut mengatakan krisis ekonomi yang dialami oleh Afghanistan saat ini dapat memberikan peluang bagi Taliban untuk semakin berkuasa.

Swedia sendiri mengaku siap memberikan bantuan ekonomi, namun mereka tidak ingin menyalurkan bantuan melalui Taliban, melainkan dengan meningkatkan kontribusi kemanusiaan melalui kelompok masyarakat sipil Afghanistan.

Banyak negara dan lembaga multilateral telah menghentikan bantuan pembangunan namun masih terus meningkatkan bantuan kemanusiaan sejak Agustus 2021. Hal itu dilakukan karena negara-negara tersebut enggan untuk melegitimasi penguasa baru Taliban.

Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry mengatakan kepada Reuters bahwa keterlibatan langsung dengan Taliban adalah satu-satunya cara untuk mencegah bencana kemanusiaan, dan menyerukan miliaran dolar aset Afghanistan yang dibekukan di luar negeri untuk dibebaskan.

"Apakah kita akan membiarkan Afghanistan semakin memburuk atau kita akan mencoba dan menstabilkan negara tersebut?" katanya Fawad Chaudhry.

Keterlibatan negara-negara lain juga akan mendorong perlindungan hak asasi manusia dan pembentukan pemerintahan konstitusional yang inklusif, katanya.

Sponsored

Pakistan memiliki hubungan yang dalam dengan Taliban dan sering dituduh mendukung kelompok itu saat memerangi pemerintah dukungan AS di Kabul selama 20 tahun.

Menteri Hubungan Internasional Swedia, Per Olsson Fridh mengatakan bahwa Taliban sejauh ini gagal membuktikan bahwa mereka telah melepaskan kebijakan yang menindas yang menandai periode kekuasaan mereka sebelumnya dari 1996-2001.

Dia juga mengatakan kondisinya tidak tepat bagi negara-negara Eropa untuk membuka kembali kedutaan di Kabul. Sebaliknya, lebih banyak aktivitas diplomatik akan berlangsung di Qatar.(Reuters)

Berita Lainnya
×
tekid