Apa itu kanker prostat agresif yang diderita Joe Biden?
Mantan Presiden Amerika Serikat Joe Biden didiagnosis menderita kanker prostat agresif. Diagnosis itu terungkap setelah dokter menemukan nodul kecil pada prostat Biden saat pemeriksaan fisik beberapa waktu lalu. Kanker yang diderita Biden, yang kini berusia 82 tahun itu, sudah menyebar ke tulang.
Dikutip dari ABC News, menurut National Institutes of Health (NIH) kanker prostat adalah kanker paling umum dan penyebab kematian akibat kanker terbanyak kedua di antara pria di Amerika Serikat.
Diperkirakan 313.780 kasus baru kanker prostat bakal terdiagnosis tahun ini, mewakili 15,4% dari semua kasus kanker baru, dengan perkiraan 35.770 kematian akibat kanker prostat tahun ini, mewakili 5,8% dari semua kematian akibat kanker. Rata-rata tingkat kelangsung hidup karena kanker prostat selama lima tahun setelah diagnosis.
Dilansir dari Healthline, sebagian besar kanker prostat tumbuh perlahan, tetapi beberapa bisa diklasifikasikan sebagai kanker prostat agresif berdasarkan stadium dan tingkat keparahannya.
Kanker prostat agresif punya susunan sel yang berbeda dari adenokarsinoma—jenis kanker yang berasal dari sel kelenjar yang memproduksi lendir atau cairan lainnya—pada kelenjar prostat, yang membuatnya tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. Terkadang kanker ini juga resisten terhadap pengobatan hormon, yang biasanya digunakan untuk kanker prostat.
Seorang dokter, sebut Healthline, bisa mendiagnosis kanker prostat sebagai agresif berdasarkan skor gleason, yang didapatkan berdasarkan sampel biopsi. Skor gleason 8-10 bisa menunjukkan risiko kanker menyebar dari prostat ke bagian tubuh lainnya.
Sementara itu, Biden memiliki skor gleason 9. Artinya, kanker prostatnya agresif dan tingkat tinggi. Selain itu, cenderung tumbuh dan menyebar dengan cepat.
Lalu, dokter pun dapat mendiagnosis kanker prostat agresif dari tes darah prostate-spesicic antigen (PSA). Skor 20 atau lebih berdasarkan tes darah PSA, menurut Healthline, bisa menunjukkan risiko tinggi kanker prostat, tetapi pada subtipe agresif yang resisten hormon, tingkat PSA mungkin rendah pada tahap awal.
Kemudian menggunakan sistem tumor-node-metastasis (TNM). Sistem ini menilai ukuran tumor dan apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening atau area tubuh yang lebih jauh. Terakhir, dengan grading kanker. Tingkat 3 menunjukkan, sel kanker bersifat abnormal dan lebih mungkin tumbuh secara agresif.
Ketika didagnosis pada stadium lanjut, kanker ini diklasifikasikan sebagai stadium 3, yang berarti kanker sudah menyebar keluar dari kelenjar prostat. Pada stadium 4, kanker telah menyebar setidaknya ke satu organ lain di tubuh.
Gejala kanker prostat agresif, antara lain aliran urin lemah, sering buang air kecil atau kesulitan buang air kecil, darah dalam urin, nyeri pinggul, nyeri punggung, kelelahan berlebihan, pusing, lemah, sesak napas, perubahan detak jantung, dan penurunan berat badan.
“Penyebab pasti kanker prostat agresif belum diketahui. Namun, tipe ini dapat berkembang akibat resistensi terhadap terapi hormon,” tulis Healthline.
“Hal ini mungkin menjelaskan mengapa kanker prostat agresif lebih umum pada mereka yang sebelumnya menjalani pengobatan untuk adenokarsinoma.”
DI sisi lain, para peneliti dari Universitas California, Universitas Toronto, dan Universitas Melbourne mengungkap petunjuk genetik baru yang menjelaskan mengapa beberapa faktor kanker prostat tetap tumbuh lambat, sedangkan yang lain menjadi sangat mengancam jiwa.
Penelitian mereka berjudul “The germline and somatic origins of prostate cancer heterogeneity” terbit di jurnal Cancer Discovery (Mei, 2025).
Temuan ini mengevaluasi peran faktor genetik yang diwariskan dari orang tua dan mutasi somatik yang diperoleh selama pembentukan tumor. Penelitian menunjukkan, variabilitas germline (garis keturunan) dan somatik bekerja sama untuk memulai dan mendorong perkembangan kanker prostat.
“Kami menemukan bahwa kanker prostat mengikuti jalur evolusi yang sama, dengan berbagai tumor bercabang tergantung pada perubahan genetik awal dan latar belakang genetik bawaan seseorang. Beberapa tumor mungkin menjadi agresif karena mutasi tertentu, sementara yang lain tetap jinak. Baik keacakan genetik maupun sifat bawaan berperan menentukan hasil ini,” kata profesor urologi dan genetika manusia di David Geffen School of Medicine di Universitas California Los Angeles (UCLA) dan salah satu penulis senior studi ini, Paul Boutros dalam situs web UCLA Health.
Para peneliti juga menemukan, kanker prostat yang agresif dan yang tumbuh lambat bukanlah penyakit yang berbeda, tetapi tahap yang berbeda di sepanjang lintasan evolusi yang sama. Sementara kedua jenis kanker ini berawal dari sel abnormal yang sama dan memiliki banyak mutasi, kanker agresif memperoleh mutasi berbahaya tambahan, seperti BRCA2 dan MYC.
“Sampai saat ini, sejauh mana variasi genetik yang diwariskan berkontribusi terhadap mutasi somatik pada kanker prostat masih belum jelas,” ujar bioinformatika senior dan kandidat doktoral di UCLA Health Jonsson Comprehensive Cancer Center sekaligus salah satu penulis studi itu, Takafumi Yamaguchi dalam situs web UCLA Health.
“Namun, studi kami menunjukkan, varian germline tertentu dapat memengaruhi kemungkinan memperoleh mutasi penggerak somatik di kemudian hari. Kami juga menemukan, mutasi tertentu, seperti MYC, muncul di awal perkembangan kanker prostat dan terkait dengan bentuk penyakit yang lebih agresif.”


