close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perempuan beruban./Foto  OrnaW/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi perempuan beruban./Foto OrnaW/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Selasa, 28 Oktober 2025 13:00

Uban adalah tanda tubuh melindungi diri dari kanker

Sel-sel tubuh kita secara rutin mengalami berbagai bentuk gangguan genotoksik, yakni kerusakan DNA akibat paparan faktor lingkungan.
swipe

Banyak orang, malu dengan rambutnya yang mulai memutih alias beruban. Sebagian orang bahkan menutupi uban itu dengan cat rambut berwarna hitam, agar tampak lebih muda.

Rata-rata usia munculnya uban berbeda-beda, tergantung ras. Pada orang Kaukasia, uban biasanya mulai muncul di pertengahan usia 30-an, pada orang Asia di akhir 30-an, dan pada orang Afrika di pertengahan 40-an. Hanya sekitar 6% hingga 23% orang berusia 45 hingga 65 tahun yang memiliki rambut beruban lebih dari separuh bagiannya.

Para peneliti di Jepang, dalam riset yang diterbitkan di jurnal Nature Cell Biology baru-baru ini menemukan, uban bisa jadi pertanda baik bagi kesehatan Anda. Bukan sesuatu yang harus menjadi aib. Para peneliti mengungkap, uban merupakan tanda tubuh Anda sedang melindungi diri secara alami dari kanker.

Tim peneliti dari University of Tokyo dan beberapa institusi lain di Jepang melakukan serangkaian percobaan pada tikus, yang menunjukkan kalau tubuh kita berevolusi untuk menyinkirkan sel-sel yang berisiko membentuk tumor, dengan konsekuensi kehilangan sebagian warna rambut.

Sel-sel tubuh kita secara rutin mengalami berbagai bentuk gangguan genotoksik, yakni kerusakan DNA akibat paparan faktor lingkungan. Kulit menanggung beban terbesar dari kerusakan ini karena fungsinya sebagai pelindung utama organ-organ internal. Kerusakan DNA dapat memicu penuaan sel dan perkembangan kanker.

Fokus penelitian adalah melanoma, sejenis kanker kulit yang berasal dari melanosit, yakni sel penghasil melanin, pigmen yang memberi warna pada kulit dan rambut.

Menurut New York Post, melanoma dikenal sebagai jenis kanker kulit paling berbahaya karena berpotensi menyebar dengan cepat ke bagian tubuh lain, jika tidak segera diobati. Berbeda dengan jenis kanker kulit lainnya, sel melanoma mampu menyebar dengan cepat ke organ dan jaringan lewat aliran darah dan sistem limfatik. Risiko melanoma meningkat seiring bertambahnya usia.

Faktor risiko melanoma lainnya, meliputi jenis kelamin laki-laki, punya banyak tahi lalat, riwayat pribadi atau keluarga dengan kanker kulit, serta riwayat kulit melepuh akibat sengatan matahari, terutama di masa kanak-kanak.

Dikutip dari Science Alert, melanosit sendiri berasal dari sel induk melanosit (melanocytes themselves arise from stem cells/McSC) yang berada di folikel rambut mamalia, berperan dalam menjaga warna kulit dan rambut lewat regenerasi yang teratur.

Dalam eksperimen pada tikus, para peneliti memetakan ekspresi gen jaringan untuk menelusuri nasib McSC yang mengalami berbagai jenis kerusakan DNA. Ketika terjadi putusnya untai ganda DNA—di mana kedua heliks DNA terbelah—ditemukan respons yang spesifik, yakni McSC mengalami diferensiasi permanen dan akhirnya menghilang, menyebabkan rambut tikus berubah menjadi abu-abu.

Di sisi lain, beberapa karsinogen justru memicu respons yang berbeda. Dalam penelitian ini, para peneliti memaparkan kulit tikus pada sinar ultraviolet B (UVB) dan 7,12-dimetilbenz(a)antrasena (DMBA)—kartisogen kuat yang sering digunakan untuk menumbuhkan tumor dalam penelitian laboratorium.

Menariknya, ketika terpapar zat-zat itu, sel punca melanosit (McSC) tak mengalami diferensiasi seperti yang terjadi saat kerusakan DNA berupa putusnya untai ganda. Bahkan, ketika DNA mereka rusak, sel-sel ini tetap melanjutkan aktivitasnya.

Saat terpapar UVB atau DMBA, McSC justru mempertahankan kemampuan untuk memperbarui diri dan terus bereplikasi. Para peneliti menemukan, efek ini dipicu oleh sitokin bernama stem cell factor (SCF) atau faktor sel punca, yang berperan mengarahkan melaosit ke lokasi yang tepat di kulit.

SCF disekresikan dalam lingkungan mikro tempat sel punca berada. Di situ pula dia menekan proses seno-diferensiasi. Alih-alih menghentikan sel yang rusak, mekanisme ini justru mendorong McSC yang terganggu untuk terus tumbuh, sehingga meningkatkan risiko terbentuknya tumor.

“Temuan ini menunjukkan bahwa populasi sel punca yang sama dapat mengalami dua nasib yang berlawanan, kelelahan atau berkembang biak, tergantung pada jenis stres dan sinyal dari lingkungan mikronya,” kata ahli biologi dari University of Tokyo sekaligus penulis utama studi, Emi Nishimura, dikutip dari Science Alert.

“Ia menyoroti bahwa uban dan melanoma bukanlah peristiwa yang tidak berhubungan, melainkan hasil berbeda dari respons stres pada sel punca.”

Menurut peneliti lainnya dari University of Tokyo, Yasuaki Mohri, rambut beruban bisa jadi tanda sel-sel McSC yang telah rusak parah telah berhasil dieliminasi, sehingga justru melindungi kulit dari risiko kanker.

Sel-sel ini berada di area yang disebut “tonjolan-sub-tonjolan”, dekat pangkal folikel rambut. Di sana, mereka menghasilkan melanosit matang yang memberi warna pada rambut dan kulit melalui siklus regenerasi yang berulang.

“Dalam penelitian ini, kami menemukan, seno-diferensiasi merupakan mekanisme yang menghilangkan McSC yang mengalami kerusakan DNA parah, sehingga melindungi jaringan. Namun dalam lingkungan karsinogenik, proses ini ditekan, menyebabkan sel-sel rusak tetap bertahan dan menimbulkan risiko bagi jaringan,” ujar Mohri kepada Newsweek.

Yang perlu diingat, studi ini tidak menyatakan uban secara langsung mencegah kanker. Akan tetapi, seno-diferensiasi atau diferensiasi terkait penuaan berfungsi sebagai mekanisme perlindungan alami yang membantu tubuh menyingkirkan sel-sel berpotensi bahaya.

“Jika proses ini gagal terjadi, sel punca yang rusak dapat bertahan dan berkembang, meningkatkan risiko munculnya melanoma, salah satu bentuk kanker kulit yang paling mematikan,” tulis Newsweek.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan