Askariasis: Penyakit cacingan yang tak boleh dianggap remeh
Bocah asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat bernama Raya, 4 tahun, harus meninggal dunia setelah berjuang melawan penyakit cacingan. Di dalam tubuh Raya dipenuhi cacing. Dalam video viral yang dipublikasikan di akun Instagram @rumah_teduh_sahabat_iin, terlihat petugas mengeluarkan cacing sepanjang 15 sentimeter dari lubang hidung Raya yang sudah wafat.
Raya sendiri sudah meninggal pada 22 Juli 2025. Namun, videonya baru viral belakangan. Dikutip dari BeritaSatu, ketua tim penanganan Raya di RSUD R Syamsudin, Sukabumi, Irfan Nugraha menjelaskan cacing di tubuh Raya sudah menginfeksi ke hampir seluruh organ vitalnya, termasuk saluran pernapasan dan otak. Setelah meninggal, ditemukan sekitar satu kilogram cacing dalam tubuh anak malang itu.
Penyakit yang menyerang Raya itu adalah askariasis. Menurut Cleveland Clinic, askariasis adalah infeksi usus yang disebabkan cacing gelang bernama Ascaris lumbricoides. Cacing ini panjangnya sekitar 15 hingga 30 sentimeter, dengan tebal kira-kira sebesar pensil.
Seperti parasit lainnya, cacing ini menggunakan tubuh inangnya, seperti manusia, untuk berkembang menjadi cacing dewasa yang bertelur. Ascaris lumbricoides adalah cacing yang ditularkan melalui tanah. Semakin banyak cacing ini berkembang biak, semakin besar pula bahaya yang dapat ditimbulkan bagi manusia.
Seberapa parah askariasis?
Kasus askariasis kerap ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Penyakit ini menjangkit sekitar 1,2 hingga 1,5 miliar orang yang tinggal di wilayah tropis dan subtropis. Di Indonesia, prevalensinya berkisar antara 60% hingga 90% anak usia sekolah. Dalam penelitian yang diterbitkan di Jurnal Ekologi Kesehatan tahun 2008, menyasar tujuh sekolah di lima wilayah Jakarta, ditemukan kasus cacingan paling banyak ada di Jakarta Utara (49,02%). Sebanyak 80% di antaranya disebabkan Ascaris lumbricoides.
Dalam penelitian yang diterbitkan di World Journal of Emergency Medicine (2014), para peneliti asal 303 Hospital of the Chinese People’s Liberation Army China menyebut, askariasis yang parah menyebabkan sekitar 60.000 kematian per tahun di seluruh dunia, terutama pada anak-anak.
Mayo Clinic menulis, kebanyakan penderita askariasis berusia 10 tahun atau lebih muda. Anak-anak dalam kelompok usia ini berisiko lebih tinggi karena mereka lebih sering bermain di tanah. Sanitasi yang buruk, di mana tinja manusia dibiarkan bercampur dengan tanah, menyebabkan askariasis tersebar luas.
Siklus hidup cacing ini dimulai dari telur cacing gelang kecil yang bersentuhan dengan tanah, lalu tertelan. Seseorang bisa menelan tanah yang terkontaminasi dengan berbagai cara. Termasuk kontak tangan ke mulut atau memakan buah atau sayuran mentah yang ditanam di tanah yang terkontaminasi.
Lalu, bentuk awal cacing yang disebut larva menetas dari telur di usus halus. Kemudian, mereka menembus dinding usus dan masuk ke aliran darah atau bagian dari sistem kekebalan tubuh yang disebut limfatik. Dari sana, mereka menuju paru-paru. Sekitar 10 hingga 14 hari di paru-paru, larva masuk ke saluran pernapasan dan bergerak naik ke tenggorokan.
Kemudian, cacing ini ditelan dan kembali ke usus halus. Setelah kembali ke usus halus, parasit tumbuh menjadi cacing jantan dan betina. Cacing betina bisa menghasilan 200.000 telur per hari di usus halus.
“Cacing askariasis dapat hidup di dalam tubuh selama sekitar satu atau dua tahun,” tulis Mayo Clinic.
Cleveland Clinic menyebut, gejala askariasis bervariasi, tergantung lokasi cacing di dalam tubuh. Bila larva menginfeksi paru-paru, maka seseorang mengalami gejala mirip pneumonia, seperti mengi, batuk, sesak napas, dan demam.
Jika cacing berada di usus, seseorang mengalami gejala perut ringan atau parah, tergantung berapa banyak telur yang ditelan. Gejalanya meliputi sakit perut parah, pembengkakan perut, mual dan muntah, diare sesekali, kehilangan selera makan, gelisah, dan sulit tidur.
“Infeksi berat yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi, terutama pada anak-anak,” tulis Cleveland Clinic.
Komplikasi itu, antara lain obstruksi usus atau penyumbatan di saluran pencernaan, peradangan parah, dan malnutrisi. “Anak-anak dapat mengalami masalah pertumbuhan akibat kekurangan nutrisi jika terinfeksi dalam jangka waktu lama,” tulis Cleveland Clinic.
Pencegahan dan pengobatan
Menurut para peneliti dari 303 Hospital of the Chinese People’s Liberation Army dalam World Journal of Emergency Medicine, konsekuensi berbahaya bagi pasien tak selalu berkorelasi dengan jumlah cacing di dalam tubuh. Di antara kasus-kasus yang dilaporkan, sebut para peneliti, infeksi askarisis masih di usus atau rongga perut berhasil diobati.
“Namun, cacing ascaris tunggal yang menyumbat tabung trakea, tabung endotrakeal, laring, atau trakea, menyebabkan dispnea yang mengancam jiwa secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi segera,” tulis para peneliti.
“Cacing gelang tunggal yang menyumbat tabung endotrakeal bahkan menyebabkan kegagalan pernapasan akut dan kematian seseorang.”
Tindakan pencegahan, sebenarnya cukup sederhana. Dikutip dari Cleveland Clinic, pertama, jangan menyentuh tanah yang berpotensi terkontaminasi dengan tangan kosong. Termasuk tanah yang digunakan untuk memupuk tanaman.
Kedua, cuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyiapkan makanan atau makan. Ajari juga anak-anak untuk sering mencuci tangan. Ketiga, mencuci sayuran atau buah mentah apa pun, terutama jika tumbuh di tanah yang diberi pupuk kandang. Keempat, jangan buang air besar di luar ruangan kecuali menggunakan fasilitas yang punya pembuangan limbah yang tepat.
Untuk mengobati askariasis, obat antiparasit dapat membasmi infeksi dengan membunuh cacing dewasa. Obat-obatan meliputi Albendazole, Ivermectin, dan Pyrantel pamoate.
“Obat-obatan ini paling efektif membunuh cacing dewasa. Larvanya tidak mudah dibunuh. Anda perlu mengonsumsi obat lagi sekitar satu hingga tiga bulan kemudian agar larva punya waktu untuk berkembang menjadi dewasa, sehingga bisa membunuh mereka,” tulis Cleveland Clinic.


