close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi planet lain./Foto Roses_Street/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi planet lain./Foto Roses_Street/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 21 April 2025 06:10

Astronom deteksi tanda kehidupan alien di planet K2-18b

Namun, ilmuwan lain bersikap skeptis terhadap penelitian ini.
swipe

Tampaknya, pengetahuan manusia semakin dekat untuk mengetahui apakah ada kehidupan lain di luar planet kita. Sebuah bukti baru tentang eksistensi alien diterbitkan para peneliti dari Universitas Cambridge di The Astrophysical Journal Letters (April, 2025) bertajuk “New constraints on DMS and DMDS in the atmosphere of K2-18b from JWST MIRI”.

“Ini adalah petunjuk pertama yang kami lihat dari dunia asing yang mungkin dihuni,” kata astrofisikawan Universitas Cambridge, Nikku Madhusudhan, dikutip dari New Scientist.

Para peneliti melakukan observasi menggunakan teleskop luar angkasa James Webb milik NASA pada planet bernama K2-18b—yang jaraknya 124 tahun cahaya dari Bumi. Mereka menemukan jejak kimia dari dua senyawa, yakni dimetil sulfida dan dimetil disulfida, yang di Bumi diketahui dihasilkan oleh kehidupan, terutama fitoplankton laut.

“Deteksi senyawa tersebut, belum menjadi bukti aktivitas biologis alien, tetapi dapat membawa kita lebih dekat pada jawaban atas pertanyaan apakah kita sendirian di alam semesta,” tulis The Guardian.

Astronom pertama kali menemukan eksoplanet—planet yang mengorbit bintang di luar tata surya kita—K2-18b pada 2015. Kemudian, menurut New Scientist, segera menetapkan planet itu tempat yang menjanjikan untuk mencari kehidupan lain.

Dengan massa delapan kali lipat lebih besar dari Bumi, planet ini berada di zona layak huni bintangnya, di mana air dapat eksis. Pengamatan lebih lanjut pada 2019 menemukan bukti adanya uap air, yang memunculkan spekluasi kalau planet ini mungkin tertutupi oleh lautan yang berada di bawah atmosfer kaya hidrogen—meski tak semua astronom sepakat dengan hal ini.

Mengutip France24, lebih dari 5.500 planet yang mengorbit di bintang lain—selain matahari—sejauh ini telah dikonfirmasi. Teleskop luar angkasa James Webb diluncurkan pada 2021, yang merupakan observatorium terbesar dan terkuat yang pernah dikirim ke luar angkasa.

“Apa yang kami temukan adalah bukti independen dalam rentang panjang gelombang yang berbeda menggunakan instrumen yang berbeda tentang kemungkinan aktivitas biologis di planet ini,” kata Madhusudhan dalam New Scientist.

Para peneliti mengklaim, deteksi dimetil sulfida dan dimetil disulfida berada pada tingkat signifikansi statistik tiga sigma, yang setara dengan peluang 3 dalam 1.000 kalau pola data ini adalah kebetulan. Sementara dalam fisika, ambang standar untuk menerima sesuatu sebagai penemuan yang benar adalah lima sigma, yang setara dengan peluang 1 dalam 3,5 juta kalau data tersebut adalah kebetulan.

Madhusudhan dan rekan-rekannya memperkirakan, 16 hingga 24 jam pengamatan tambahan dengan teleskop luar angkasa James Webb dapat membantu mereka mencapai tingkat lima sigma, tetapi sulitnya mengamati atmosfer planet ini tidak bisa menjamin hal tersebut.

Sulit membuktikan alien ada

Namun, ilmuwan lain skeptis terhadap penemuan ini. “Pengamatan teleskop luar angkasa James Webb baru ini tidak memberikan bukti yang meyakinkan bahwa dimetil sulfida dan dimetil disulfida ada di atmosfer K2-18b,” kata peneliti dari Universitas Michigan, Ryan MacDonald kepada New Scientist.

“Klaim apa pun tentang kehidupan di luar Bumi harus diperiksa secara ketat oleh ilmuwan lain, dan sayangnya banyak klaim menarik sebelumnya untuk K2-18b tidak tahan terhadap pemeriksaan independen ini.”

Disebutkan The Guardian, tantangan dalam mengidentifikasi proses lain adalah kondisi di K2-18b masih menjadi perdebatan. Para peneliti dari Universitas Cambridge lebih mendukung skenario samudera, penelitian lain menyebut data lebih menunjukkan planet gas atau planet dengan samudera magma, bukan air.

Ada juga pertanyaan soal apakah dimetil sulfida bisa dibawa ke planet ini oleh komet—hal ini memerlukan intensitas serangan komet yang tampaknya mustahil—atau diproduksi dari ventilasi hidroternal, gunung berapi, atau badai petir lewat proses kimia eksotik.

Beberapa ahli mengatakan, pengukuran atmosfer planet mungkin tidak akan pernah memberikan bukti pasti untuk kehidupan.

“Ini sering diremehkan di bidang ini, tetapi teknosignatur, seperti pesan yang dicegat dari peradaban maju, bisa menjadi bukti yang lebih jelas, meskipun peluang menemukannya sangat kecil,” kata astrofisikawan di Universitas Texas, Caroline Morley kepada The Guardian.

Dalam The Conversation, dosen senior fisika di Universitas Nottingham Trent, Ian Whittaker mengatakan cukup sulit mendeteksi kehidupan alien.

Alasannya, dari ribuan eksoplanet hanya 43 planet yang hingga saat ini telah diamati secara langsung—hanya sekitar 0,5%. Sebagian besar ditemukan leat metode tidak langsung, seperti kecepatan radial atau metode transit.

Kemudian, mengamati atmosfer eksoplanet juga lebih sulit. Ilmuwan menggunakan spektroskopi untuk melakukannya. Cahaya yang berasal dari bintang dapat diamati secara langsung, dan sebagian kecil juga akan melewati atmosfer planet. Dengan mempelajari cahaya yang dipancarkan atau diserap di atmosfer, peneliti bisa memperkirakan komposisi atmosfer eksoplanet tersebut.

“Dengan tingkat kesulitan ini, keahlian yang diperlukan untuk penelitian ini sangat luar biasa,” tulis Whittaker.

“Dalam penelitian ini, mereka mengamati molekul dengan tingkat kepastian 99,7% yang merupakan pencapaian luar biasa.”

Whittaker melanjutkan, data utama dalam penelitian tersebut adalah grafik yang mencocokan tingkat penyerapan cahaya dengan jenis molekul yang mungkin ada dan memperkirakan seberapa banyak jumlahnya. Grafik tersebut menemukan bukti dimetil sulfida dan dimetil disulfida.

Beberapa ilmuwan menganggap dimetil sulfida sebagai indikator molekuler kehidupan di Bumi. Namun, menurut dia, dimetil sulfida tak hanya dihasilkan oleh bakteri, tetapi juga ditemukan di komet 67P, gas, dan debu di medium antarbintang. Bahkan dimetil sulfida dapat dihasilkan dengan menyinari atmosfer simulasi menggunakan cahaya ultraviolet.

“Penulis studi mengakui hal ini dan mengklaim bahwa jumlah yang mereka tentukan tidak dapat dihasilkan oleh kondisi-kondisi tersebut,” tulis Whittaker.

Whittaker menulis, banyak studi sebelumnya menunjukkan indikator dimetil sulfida dan tanda-tanda kehidupan di K2-18b, serta klaim serupa di eksoplanet lainnya. Salah satu yang terbaru adalah gagasan fostin—biomarker lain—ditemukan di atmosfer Venus, sehingga harus ada bakteri di awannya. Klaim itu segera dibantah peneliti lain, yang menunjukkan kesalahan kecil dalam pencocokan data menghasilkan angka kelimpahan fosfin yang lebih besar dari yang sebenarnya.

“Studi Cambridge ini lebih ketat dan memiliki kepastian yang lebih tinggi,” tulis Whittaker.

“Namun, itu masih belum cukup kuat untuk meyakinkan komunitas akademik, yang membutuhkan tingkat kepastian 99,999%.”
 

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan