Berabad-abad setelah terbentuknya tata surya, Bumi kembali mendapat kesempatan langka menyaksikan salah satu peninggalan purba angkasa: Komet C/2025 A6 (Lemmon). Pada 21 Oktober 2025, komet ini akan melintas paling dekat dengan Bumi—kunjungan pertamanya dalam lebih dari seribu tahun.
“Komet memang hal biasa di langit, tapi Komet Lemmon jelas jadi yang terbaik untuk disaksikan dari Bumi tahun ini,” ujar Rhonda Stroud, Direktur Center for Meteorite Studies di Arizona State University, seperti dikutip dari National Geographic, Sabtu (18/10).
Dari mana asalnya? Stroud menjelaskan ruang angkasa tak benar-benar kosong. Di antara planet, bintang, dan bahkan galaksi, tersebar debu dan partikel es—sisa pembentukan tata surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu.
Setelah Matahari menyala, sisa gas dan debu itu mulai menggumpal. Di bagian luar yang dingin, lahirlah komet—gumpalan es dan batu yang membeku di tepian tata surya, di wilayah yang kini kita kenal sebagai Sabuk Kuiper dan Awan Oort.
“Komet adalah kapsul waktu—penyimpan bahan mentah asli pembentuk tata surya,” jelas Stroud. “Kondisinya yang membeku membuat es dan debu di dalamnya hampir tak berubah selama miliaran tahun.”
Kenapa banyak komet bernama Lemmon?
Komet ini pertama kali muncul 3 Januari 2025, hanya tampak sebagai titik samar di langit malam. Carson Fuls, Direktur Catalina Sky Survey, menjelaskan bahwa itu hal yang lumrah.
“Kadang baru terlihat jelas saat mereka 'menyala'—ketika cukup dekat ke Matahari hingga esnya menguap dan membentuk ekor,” jelas dia.
Meski namanya Comet Lemmon, ternyata ini bukan satu-satunya. Sudah ada sekitar 70 komet lain yang juga membawa nama itu, karena penamaannya berasal dari observatorium Lemmon, tempat komet-komet tersebut pertama kali terdeteksi.
“Saya mungkin melihat beberapa komet setiap malam lewat teleskop survei kami, tapi tetap saja—melihat jauh ke ruang angkasa tak pernah membosankan,” kata Fuls.
Kenapa Komet Lemmon berwarna hijau?
Yang membuat komet ini memesona adalah cahaya hijaunya yang khas. Warna itu berasal dari diatomic carbon (C2), molekul yang memancarkan cahaya hijau saat terpapar radiasi Matahari.
Ekor biru muda di belakangnya terdiri dari dua bagian: satu berupa debu dan es dari tubuh komet, dan satu lagi berupa ion—partikel bermuatan yang terbentuk saat komet “menyala”.
Menurut Stroud, tiap komet punya komposisi unik dari campuran karbon monoksida, karbon dioksida, dan es air. “Tak ada dua komet yang benar-benar sama,” ujarnya. “Setiap kali kita kirim wahana untuk memotret, bentuk dan permukaannya selalu berbeda.”
Komet juga dikenal sangat dinamis—bentuk dan kecerahannya bisa berubah dalam hitungan jam karena panas Matahari yang melelehkan permukaannya.
“Kadang Anda bisa melihat potongan komet yang terlepas, menciptakan riak halus di ekornya. Langka sekali melihat sesuatu sehidup itu di luar angkasa,” kata Fuls.
Bagaimana cara melihat komet Lemmon?
Puncak perlintasan komet terjadi 21 Oktober, bertepatan dengan bulan baru—momen ideal untuk melihat benda langit redup. Kita bisa mengarahkan arahkan pandangan ke rasi Scorpius atau Libra, rendah di barat setelah matahari terbenam.
Di area langit itu, komet akan tampak sebagai cahaya hijau lembut yang perlahan memudar hingga awal November. Stroud menyarankan penggunaan alat bantu jika ingin menyaksikan manuver komet secara lebih detail.
“Mata telanjang cukup, tapi dengan teropong atau kamera ponsel yang bagus, kamu bisa melihat coma—awan bercahaya gas dan debu di sekitar inti komet,” saran Stroud.
Sebagai bonus langka, pada malam yang sama juga menjadi puncak hujan meteor Orionid. Artinya, langit malam itu akan menyajikan dua pertunjukan langit sekaligus.