Setiap sore, terlebih di bulan Ramadan, kawasan Banjir Kanal Timur (BKT), Duren Sawit, Jakarta Timur, selalu ramai warga yang berjualan, nongkrong bersama teman-teman, atau pun sekadar jalan-jalan. Di sini menjadi salah satu tempat favorit untuk menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit.
Kegiatan yang dilakukan saat menunggu bedug magrib di sekitaran BKT adalah bermain layang-layang. Anton, 43 tahun, mengaku setiap hari bermain layang-layang di kawasan BKT.
“Setiap hari di sini rame,” ujar Anton saat ditemui Alinea.id di kawasan BKT, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (5/3).
Anton senang kalau layang-layangnya saling adu dengan layang-layang orang lain di udara. Baginya, hal itu menjadi hiburan tersendiri. Soal pengeluaran untuk membeli layang-layang, Anton mengaku tak pasti.
“Tergantung, kadang Rp8.000 kadang Rp12.000,” ucap Anton.
Sedangkan untuk benang, dia menggunakan berbagai jenis benang gelasan sesuai kebutuhan. Harganya juga tergantung kebutuhan.
“Ada yang Rp150.000, ada yang Rp50.000,” tutur Anton.
Biasanya, dia mulai bermain layang-layang pada pukul 15.30 WIB. “Kalau cuacanya mendukung. Tapi kalau hujan, ya pulang,” kata warga Pondok Kelapa, Jakarta Timur itu.
Tak hanya hiburan warga, bagi Jali, 48 tahun, layang-layang membantu dapur di rumahnya tetap ngebul. Dia menjual benang layang-layang dengan harga sesuai kualitasnya. Sedangkan layang-layang tergantung bahan dan desainnya.
“Kalau yang sablon-sablon bisa Rp2.000, mahal disablonnya. Kalau yang biasa, cuma Rp1.000. Buat anak-anak, yang penting bisa terbang dan diadu,” kata Jali, Rabu (5/3).
Layang-layang yang dijual Jali tidak dibuatnya sendiri. Namun, dia mengambil barang dari orang di daerah Bekasi Timur.
“Dulu pas zaman Covid-19, bikin sendiri karena lockdown semua,” ujar Jali.
Di salah satu jembatan yang ada di kawasan BKT, setidaknya ada tiga pedagang layang-layang yang berjualan. Menurut Jali, pembeli bakal membeli borongan, tidak hanay satu layang-layang.
“Biasanya kalau dari jam 4 sore, enggak ada yang cuma habis satu layangan. Paling sedikit bisa 10 (layang-layang),” tutur Jali.
Walau penjualannya meningkat di bulan Ramadan karena banyak orang yang membeli layang-layang untuk menunggu waktu berbuka puasa, tetapi Jali mengatakan, penjualannya lebih baik saat anak-anak libur sekolah. Dalam sehari untuk berdagang, Jali bisa membawa 200 layang-layang.
“Kadang pasti sisa, kalau habis itu jarang. Tapi kalau anak-anak libur, bisa ludes semua,” ujar Jali.