close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Simpanse. Foto: Pixabay
icon caption
Simpanse. Foto: Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 11 Juli 2025 14:01

Bukan hanya manusia, simpanse juga suka mengikuti tren

Elodie Freymann, peneliti di Universitas Oxford yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyambut temuan ini dengan antusias.
swipe

Sebuah studi terbaru mengungkap perilaku unik dari simpanse yang hidup di sebuah suaka margasatwa di Zambia, Afrika. Mereka terlihat menggantungkan bilah rumput atau ranting kecil di telinga—bahkan di bagian bokong mereka. Meski terdengar aneh, para ilmuwan melihat ini bukan sebagai kebiasaan acak, melainkan sebagai bentuk “tren mode” atau tradisi sosial yang ditularkan melalui pembelajaran.

Kejadian ini pertama kali diamati pada tahun 2010 di Chimfunshi Wildlife Orphanage Trust, sebuah suaka margasatwa yang menampung simpanse yatim piatu. Ed van Leeuwen, peneliti utama studi ini sekaligus asisten profesor biologi perilaku di Universitas Utrecht, Belanda, menjelaskan bahwa semua bermula ketika satu simpanse betina menggantungkan rumput kecil di telinganya.

Apa yang terjadi kemudian sangat menarik: anggota kelompok lain mulai menirunya. Mereka juga mulai meletakkan benda-benda serupa di telinga mereka. Menurut Van Leeuwen, tidak ada tanda-tanda bahwa perilaku ini dilakukan untuk mengatasi rasa gatal atau ketidaknyamanan. “Mereka terlihat sangat santai saat melakukannya,” ujarnya kepada CNN.

Bukan untuk tujuan medis, melainkan gaya hidup
Para peneliti menegaskan bahwa kebiasaan ini lebih mencerminkan semacam tren atau gaya sosial dalam kelompok. Ini menguatkan hipotesis bahwa simpanse tidak hanya meniru untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk membangun kedekatan sosial dan identitas kelompok — mirip seperti manusia meniru tren busana atau gaya berbicara.

Muncul lagi di kelompok lain, tapi dari mana asalnya?
Lebih dari satu dekade setelah kejadian pertama, kelompok simpanse lain—yang tinggal sekitar 15 kilometer dari kelompok awal—mulai menunjukkan perilaku serupa, bahkan menambahkan kebiasaan baru: memasukkan ranting ke dalam rektum mereka.

Karena jarak yang cukup jauh, para peneliti awalnya bertanya-tanya apakah mungkin kedua kelompok ini saling memengaruhi. Namun ternyata, kuncinya ada pada pengasuh manusia yang merawat mereka.

Van Leeuwen menemukan bahwa staf di lokasi kelompok pertama memiliki kebiasaan membersihkan telinga menggunakan korek kuping atau ranting. Hal ini kemudian diduga ditiru oleh para simpanse, dan menyebar sebagai kebiasaan kelompok. Uniknya, pengasuh yang sama bertahun-tahun kemudian juga merawat kelompok kedua—dan tak lama setelah itu, tren serupa muncul di sana.

“Ini adalah tren yang menyebar melalui pembelajaran sosial,” jelas Van Leeuwen.

Tren sosial lain yang pernah terjadi di dunia simpanse
Perilaku sosial ini bukan hal baru bagi Van Leeuwen. Ia juga mengamati kejadian serupa di kebun binatang di Belanda, di mana seekor simpanse betina mulai berjalan seolah-olah sedang menggendong bayi—padahal tidak.

Menariknya, semua betina lain kemudian mengikuti gaya berjalan itu. Ketika dua simpanse betina baru dimasukkan ke kelompok, mereka yang ikut bergaya seperti itu lebih cepat diterima, sementara yang tidak menyesuaikan diri butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi.

Dari sini, Van Leeuwen menyimpulkan bahwa perilaku meniru bukan hanya soal bertahan hidup, melainkan juga cara primata menjalin hubungan sosial, sebagaimana yang dilakukan manusia.

Saat hidup tenang, simpanse bisa berkreasi
Peneliti juga menemukan bahwa tren seperti ini paling sering muncul di saat santai—saat simpanse tidak sedang makan, bertarung, atau menghadapi bahaya. Mereka terlihat bermain, bersantai, dan saling merawat. Di suaka margasatwa, simpanse tidak memiliki predator alami dan tak bersaing dengan kelompok lain, sehingga punya banyak waktu luang.

“Mereka benar-benar punya banyak waktu untuk bersantai,” kata Van Leeuwen sambil tersenyum.

Apakah simpanse liar bisa mengembangkan tren serupa?
Meski belum ditemukan di alam liar, Van Leeuwen meyakini bahwa simpanse di alam bebas pun berpotensi mengembangkan perilaku seperti ini. Hanya saja, karena hidup mereka lebih sibuk dan penuh tantangan, tren sosial yang sifatnya “santai” seperti ini lebih sulit diamati.

Riset berikutnya akan difokuskan untuk mengkaji apakah simpanse mampu mengembangkan teknik baru dalam mencari makan, dan apakah mereka bisa membangun “budaya kumulatif” layaknya manusia—budaya yang berkembang melalui inovasi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Tanggapan dari ilmuwan lain
Elodie Freymann, peneliti di Universitas Oxford yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyambut temuan ini dengan antusias.

“Ini mengejutkan—temuan bahwa simpanse mungkin meniru manusia yang merawatnya membuka banyak kemungkinan,” ujarnya kepada CNN. Ia juga bertanya lebih jauh: Jika simpanse bisa meniru manusia, mungkinkah mereka juga bisa meniru spesies hewan lain?

Menurutnya, momen ini sangat penting dalam dunia primatologi, karena mengungkap bahwa budaya bukanlah milik manusia semata. (CNN)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan