Selama dua dekade terakhir, peneliti kelautan mulai mengamati pola perilaku yang tidak biasa dari paus pembunuh (orca). Dalam berbagai insiden yang tercatat sejak tahun 2004, hewan laut ini terlihat menyodorkan makanan—seperti burung laut, anjing laut, atau potongan mangsa lainnya—kepada manusia di laut. Fenomena ini menarik perhatian ilmuwan karena sangat jarang predator liar menunjukkan perilaku seperti memberi “hadiah” kepada spesies lain, apalagi manusia.
Salah satu pengamatan awal dilakukan oleh Jared Towers, direktur Bay Cetology, sebuah tim ahli biologi kelautan di Kanada. Saat merekam perilaku orca di bawah air, ia menyaksikan seekor paus betina muda berenang mendekati kamera, lalu membuka mulutnya dan mengeluarkan seekor burung laut yang sudah mati. Ia berhenti sejenak, seolah memperhatikan reaksi peneliti, kemudian menelan kembali burung tersebut.
Beberapa tahun kemudian, Towers kembali menyaksikan kejadian serupa. Kali ini, seekor orca betina menjatuhkan bangkai anak anjing laut di dekat kapalnya. Kejadian-kejadian ini mendorongnya untuk menggali lebih dalam dan mengumpulkan data serupa dari peneliti lain di berbagai negara.
Hasilnya: sebanyak 34 kasus paus pembunuh menyodorkan makanan kepada manusia ditemukan terjadi antara 2004 hingga 2024. Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of Comparative Psychology dan memicu pertanyaan besar: apakah ini bentuk komunikasi, permainan, atau ada motif lain?
Beberapa hipotesis dikemukakan. Salah satunya menyebutkan bahwa orca mungkin tengah mengeksplorasi reaksi manusia terhadap pemberian mereka. Hipotesis lain menyinggung kemungkinan perilaku ini sebagai bagian dari mekanisme pembelajaran sosial, mengingat perilaku ini tidak terbatas pada paus muda, tetapi juga individu dewasa.
Dalam sebagian besar kasus, paus menunggu reaksi manusia setelah menyodorkan makanan. Manusia hanya mengambil makanan itu dalam empat kesempatan, dan tiga di antaranya dilemparkan kembali ke laut. Sisanya diabaikan.
Fenomena ini menarik karena perilaku “memberi makanan” umumnya ditemui dalam hubungan antarhewan domestik dan pemiliknya—seperti kucing yang membawa bangkai ke pemiliknya. Namun, di alam liar, perilaku serupa sangat jarang ditemukan, terutama pada predator besar seperti orca.
Paus pembunuh sendiri dikenal sebagai salah satu hewan laut paling cerdas, dengan ukuran otak yang relatif besar terhadap tubuhnya. Peneliti menduga mereka juga memiliki neuron spindel, jenis neuron yang berkaitan dengan empati dan interaksi sosial kompleks—fitur yang juga dimiliki oleh manusia, gajah, dan beberapa primata besar.
Menurut Philippa Brakes, ahli ekologi perilaku dari University of Exeter, motivasi pasti di balik perilaku ini sulit diketahui karena tidak ada cara untuk menanyakan langsung kepada hewan tersebut. Namun, ia membuka kemungkinan bahwa tindakan tersebut bisa jadi bersifat altruistik atau bagian dari pola komunikasi sosial dalam kelompok mereka.
Menariknya, perilaku ini ditemukan pada paus jantan maupun betina, dari anak-anak hingga dewasa, dan tidak terbatas pada wilayah geografis tertentu. Artinya, perilaku ini mungkin merupakan bagian dari pola perilaku sosial orca yang lebih luas dalam interaksi mereka dengan manusia dan lingkungannya.
Jared Towers menyimpulkan bahwa temuan ini menjadi pengingat penting. Meskipun manusia unggul dalam hal teknologi, spesies lain seperti paus pembunuh memiliki kecerdasan dan kompleksitas sosial yang tinggi—yang layak untuk dihormati dan dipertimbangkan dalam kebijakan konservasi laut.