close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Luanda Angola. Foto: Pixabay
icon caption
Luanda Angola. Foto: Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 22 Juli 2025 20:07

Cabo Ledo: Permata tersembunyi Angola yang kini diburu wisatawan dunia

Dari pantai hingga padang pasir, dari gelombang selancar hingga aroma dapur tradisional, Angola perlahan-lahan menata diri.
swipe

Ketika Feliesiano Muteca pertama kali menerjang ombak Cabo Ledo sekitar satu dekade silam, pantai Atlantik Angola itu masih sepi, nyaris tak terjamah. Saat itu, Muteca—yang masih anak-anak—hanya bisa meminjam papan dari peselancar lain demi mengejar ombak yang menggelora. Kini, ia tak hanya menaklukkan ombak, tapi juga menjadi instruktur selancar bersertifikat resmi yang memperkenalkan keindahan pantai Angola pada dunia.

Pantai berpasir putih di Cabo Ledo, sekitar 125 kilometer di selatan ibu kota Luanda, kini menjelma menjadi destinasi berharga di kalangan peselancar internasional. Dulunya hanya dikenal kalangan lokal, kawasan ini kini disebut-sebut sebagai hidden gem Afrika yang patut diperhitungkan.

Angola, negara berbahasa Portugis di Afrika bagian selatan, masih menyimpan luka dari perang saudara panjang pasca-kemerdekaannya. Meski sebagian wilayah Luanda kini bertabur gedung tinggi dan uang dari minyak, ketimpangan pembangunan masih kentara. Kesadaran akan ketergantungan pada minyak yang tinggi—dan dampaknya ketika harga pasar jatuh—mendorong pemerintah Angola untuk menoleh ke sektor pariwisata sebagai sumber devisa baru.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah membenahi kawasan wisata seperti Cabo Ledo. Di sana, Muteca kini mengelola kelas selancar bersama temannya. "Kami berdua, dan kami memberikan les selancar," ujar Muteca sambil menunjuk deretan cabana beratap jerami yang kini berdiri di atas pasir.

Lebih jauh dari garis pantai, sebuah pondok kecil kini dilengkapi kafe, lengkap dengan kabin yang menghadap Samudra Atlantik. Di teras kafe, sekelompok wisatawan asal Jerman terlihat menikmati angin laut di sela-sela waktu berselancar. Kafe dan kabin ini dikelola oleh Carpe Diem, perusahaan yang juga membangun resor pantai berskala lebih besar.

Tak jauh dari Cabo Ledo, tebing dramatis Miradouro da Lua yang dulu hanya bisa diakses lewat jalan berdebu, kini dilengkapi pondok smoothie dan photo spot dengan bingkai kayu elegan. Tempat ini kini tak hanya memikat wisatawan, tapi juga para pemburu selfie dari berbagai belahan dunia.

Melintasi bekas zona perang, kini wisata menjadi andalan
Setelah hampir lima dekade perang yang baru usai pada 2002, Angola sempat berada dalam cengkeraman pemerintahan bergaya Stalinis yang tertutup terhadap dunia luar. Namun ketika minyak mulai mengalir deras, negeri ini mengalami ledakan ekonomi. Tahun 2014, pariwisata Angola mencapai rekor tertinggi, mencatat pendapatan hampir US$1,6 miliar, didorong oleh kedatangan kapal-kapal pesiar mewah di Teluk Luanda.

Namun, euforia itu tidak bertahan lama. Ketika harga minyak jatuh, mata uang lokal, kwanza, ikut terjerembab. Dari kurs 100 kwanza per dolar AS pada 2014, kini melambung ke sekitar 900 kwanza per dolar. Pendapatan pariwisata pun ikut anjlok—pada 2023 hanya menyentuh angka US$14,8 juta, menurut laporan Bank Nasional Angola.

Menghadapi kenyataan ini, pemerintah Angola mulai mengubah arah. Sejak 2023, kebijakan bebas visa diberlakukan bagi puluhan negara demi menarik lebih banyak turis asing. Bandara yang dulunya dijaga ketat oleh tentara bersenjata AK-47 kini menjadi tempat ramah wisatawan, dengan para petugas muda tersenyum ramah mengenakan overall denim bertuliskan: “Ada yang bisa saya bantu?”

Kuliner, Kereta Mewah, dan Safari: Angola Menyusun Mozaik Wisata Baru

Transformasi Luanda juga terjadi di sisi laut. Klub kapal pesiar masih ramai, dan pelabuhan ibu kota kini juga disambangi oleh rute kapal-kapal pesiar internasional. Operator tur lokal pun mulai menggali potensi wisata alam dan budaya di pedalaman, kawasan yang selama ini luput dari sorotan.

Perusahaan-perusahaan travel dunia mulai memasukkan Angola dalam portofolio mereka. Salah satunya, penulis kelahiran Luanda Claudio Silva yang pada Juni lalu menjadi pemandu dalam tur kuliner selama seminggu. Bersama juru masak kenamaan Angola, ia membawa rombongan melintasi kebun anggur baru, mencicipi sajian pra-kolonial, dan menyusuri warisan pertanian lokal.

“Lewat tur gastronomi mendalam seperti ini, kami punya ruang untuk bercerita tentang diri kami sendiri—melalui makanan dan budaya, baik di kota maupun desa. Semua dipandu oleh pengalaman orang-orang lokal,” ungkap Silva, dalam proyek kolaborasi dengan Roads and Kingdoms.

Salah satu langkah terobosan lainnya datang dari Rovos Rail, operator kereta mewah asal Afrika Selatan. Mereka menambahkan kota pelabuhan Lobito di Angola sebagai salah satu rute lintas benua, dari Samudra Hindia hingga Samudra Atlantik. Jalur ini membawa penumpang melewati pedalaman Angola—wilayah yang selama puluhan tahun nyaris tak tersentuh dunia luar.

Namun karena keterbatasan infrastruktur, akomodasi di sepanjang jalur ini masih sangat sederhana, atau bahkan mengharuskan wisatawan untuk berkemah.

Menyambung Nafas Alam: Kebangkitan Satwa Liar Angola
Selama bertahun-tahun konflik bersenjata, populasi satwa liar Angola hampir punah. Namun harapan mulai tumbuh kembali lewat kerja sama antara pemerintah Angola dan African Parks, sebuah organisasi konservasi nirlaba.

Pedro Monterroso, perwakilan African Parks, mengatakan pihaknya sedang melakukan repopulasi satwa di Taman Nasional Iona—sebuah kawasan gurun kuno di perbatasan Namibia. Di sana, komunitas lokal dan para penjaga hutan tengah dilatih untuk menjadi bagian dari industri safari yang berkelanjutan.

"Visi jangka panjangnya adalah menjadikan Angola seperti Namibia atau Botswana dalam 10 atau 15 tahun mendatang," kata Monterroso. Harapannya, negeri ini bisa menjadi destinasi safari unggulan yang memikat puluhan ribu wisatawan dengan kekayaan alamnya yang masih asli.

Dari pantai hingga padang pasir, dari gelombang selancar hingga aroma dapur tradisional, Angola perlahan-lahan menata diri. Negeri yang dulu terpuruk karena konflik, kini mulai bicara lewat pesona alam dan keramahan warganya. Siapa sangka, negara yang dulu menutup diri dari dunia, kini tengah membuka lembaran baru dalam peta wisata global.(Dailysabah)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan