Kesuburan dan keguguran terkait dengan proses DNA tersembunyi ini
Ketika seorang perempuan hamil, hasil kehamilannya dipengaruhi oleh banyak faktor—termasuk peristiwa penting yang terjadi saat dia sendiri masih berada dalam kandungan ibunya. Salah satu faktor utamanya adalah kualitas sel telur yang terbentuk di ovarium sejak ia masih berupa janin.
Di dalam sel telur, kromosom yang membawa DNA harus dipotong, disambung, dan diatur dengan sangat tepat. Proses serupa juga terjadi pada laki-laki saat memproduksi sperma di testis, tetapi berbeda waktu terjadinya. Pada perempuan, proses ini sudah berlangsung sejak masa janin, sedangkan pada laki-laki baru dimulai setelah pubertas.
“Jika proses ini tidak berjalan sempurna, sel telur atau sperma bisa memiliki jumlah kromosom yang salah,” ujar profesor di Departemen Mikrobiologi dan Genetika Molekuler University of California – Davis, Neil Hunter, dikutip dari situs University of California – Davis.
Penelitian Hunter dan koleganya diterbitkan di jurnal Nature baru-baru ini. Para peneliti menemukan mekanisme penting yang membantu mencegah terjadinya kesalahan tersebut. Mereka berhasil memetakan “tarian” protein yang bertugas menghubungkan kromosom yang cocok, memastikan semuanya tersusun dengan benar saat sel telur dan sperma berkembang serta membelah diri.
Para peneliti menggunakan ragi bertunas sebagai organisme model. Melalui rekayasa genetika, mereka berhasil mengamati proses rekombinasi kromosom dengan tingkat detail yang belum pernah dicapai sebelumnya. Hunter menjelaskan, struktur kromoson yang dipelajari hampir tak berubah sepanjang evolusi.
“Setiap protein yang kami temukan pada ragi memiliki padanan yang sama pada manusia,” ujarnya.
Setiap sel manusia memiliki 46 kromosom, yang terdiri dari 23 pasang kromosom homolog.
Satu set berasal dari ibu dan satu set lagi dari ayah. Pada tahap awal pembentukan sel telur atau sperma, pasangan kromosom ini berbaris berdampingan, lalu saling bertukar bagian DNA dalam proses yang disebut persilangan.
Proses ini memiliki dua tujuan utama, yakni menghasilkan kombinasi gen unik yang merupakan campuran dari gen ayah dan ibu sehingga setiap anak memiliki variasi genetik yang berbeda, serta menjaga kromosom tetap terhubung dalam pasangan yang benar sehingga dapat didistribusikan dengan tepat saat sel membelah membentuk sel telur atau sperma.
Hunter menekankan, mempertahankan koneksi persilangan sangat penting, terutama pada perempuan. Jika koneksi ini hilang, kromosom bisa salah terpisah, yang dapat menyebabkan masalah seperti infertilitas, keguguran, atau kelainan genetik.
Selama proses persilangan, untaian DNA yang cocok saling bertukar dan terjalin dalam jarak pendek, membentuk struktur yang disebut sambungan holliday ganda. Tahap selanjutnya, untaian DNA ini dipotong dan disambung kembali, sehingga kromosom dari ayah dan ibu benar-benar bergabung. Proses inilah yang memastikan kromosom tersusun dan terhubung dengan benar, sehingga sel telur dan sperma yang dihasilkan memiliki set kromosom yang tepat.
Pada pria, sel sperma yang belum matang akan langsung melanjutkan proses pembelahan hingga kromosom terdistribusi ke dalam sperma baru. Namun, proses pada perempuan berbeda. Sel telur yang berkembang di ovarium janin akan berhenti berkembang setelah persilangan terjadi.
Sel telur ini tetap berada dalam keadaan tidak aktif selama bertahun-tahun, bahkan bisa mencapai beberapa dekade setelah kelahiran. Proses ini baru dilanjutkan ketika sel telur diaktifkan untuk ovulasi.
Saat ovulasi terjadi, sel telur kembali membelah. Kromosom yang sebelumnya terhubung melalui persilangan akhirnya dipisahkan, sehingga terbentuk satu set kromosom tunggal pada sel telur yang matang.
Hunter menjelaskan, mempertahankan koneksi persilangan selama bertahun-tahun adalah tantangan besar bagi sel telur yang belum matang. Jika pasangan kromosom tidak memiliki setidaknya satu koneksi persilangan, mereka dapat kehilangan kontak, mirip dengan dua orang yang terpisah di tengah kerumunan.
Akibatnya, ketika sel telur membelah, kromosom bisa salah terpisah. Hal ini dapat menghasilkan sel telur yang memiliki kromosom berlebih atau kekurangan kromosom.
Kesalahan ini berpotensi menyebabkan ketidaksuburan, keguguran, atau kelainan genetik seperti sindrom down, di mana seorang bayi lahir dengan salinan ekstra kromosom 21. Kondisi ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan perkembangan kognitif, cacat jantung, gangguan pendengaran, dan kelainan fisik lainnya.
Para peneliti menemukan puluhan protein yang terlibat dalam membentuk dan memproses sambungan holliday ganda. Mereka menggunakan teknik yang disebut “genetika waktu nyata” untuk memahami peran masing-masing protein.
Dengan metode ini, mereka dapat menghilangkan satu atau lebih protein tertentu dari sel, mengamati dampaknya terhadap sambungan holliday ganda, serta menganalisis DNA sel untuk menentukan apakah sambungan tersebut berhasil dipecahkan dan apakah persilangan terjadi.
Dalam penelitian ini, mereka menemukan protein kunci bernama kohesin. Protein ini mencegah enzim kompleks STR (dikenal sebagai kompleks bloom pada manusia) membongkar sambungan terlalu cepat, sebelum persilangan sempat terbentuk.
“Protein ini seperti pelindung yang menjaga sambungan holliday ganda tetap stabil,” tutur Hunter. “Ini adalah penemuan yang sangat penting.”


