sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kisah hidup Titien Sumarni

Tenar dan membintangi banyak film pada 1950-an, lalu meninggal dunia dalam kemiskinan dan kesendirian.

Fandy Hutari
Fandy Hutari Selasa, 08 Jan 2019 16:31 WIB
Kisah hidup Titien Sumarni

R.A Titien Sumarni adalah bintang film tenar pada 1950-an. Menurut buku Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978 (1979), Titien diperkenalkan pegawai studio film Golden Arrow Harun Al Rasyid kepada sutradara Rd. Ariffin yang hendak membuat film. Dia lalu diajak bermain dalam film Seruni Laju (1951), dan ternyata pasar menyambut baik. Sejak itu Titien dikenal sebagai salah satu artis favorit dan film-filmnya selalu laris manis.

Titien menikah muda. Di usianya yang masih 16 tahun, dia dipersunting Moestari, seorang duda berusia 32 tahun, yang bekerja sebagai pegawai negeri di Jawatan Perekonomian Tasikmalaya. Selecta edisi 4 Juli 1966 menulis, orang penting yang mengizinkan Titien terjun ke dunia film adalah Moestari.

Flyer film Sepandjang Malioboro (1951), salah satu film yang dibintangi Titien Sumarni. (Fandy Hutari/Alinea.id)

Titien pernah bermain dalam film-film produksi studio film raksasa Persari milik Djamaluddin Malik, seperti Pengorbanan (1952) dan Lagu Kenangan (1953). Ia menjadi salah satu aktris kebanggaan Persari.

Akan tetapi, menurut Rd. Lingga Wisjnu dalam bukunya Rahasia Hidup R.A. Titin Sumarni (1955), Titien sempat dicoret dari Persari lantaran bermain sandiwara yang disponsori rokok kretek. Meski akhirnya Persari memanggilnya kembali karena Persari mengakui film-film yang dibintangi Titien selalu berhasil.

Nama Titien mulai terkenal pascamembintangi film Putri Solo (1953), produksi Bintang Surabaja. Kian lama pamor perempuan kelahiran 28 Desember 1932 ini di layar lebar makin mengkilap.

Dia pernah dinobatkan sebagai Ratu Layar Perak, melalui angket yang diadakan majalah Dunia Film dan Kentjana pada 1954. Di tahun yang sama, dia mendirikan studio film Titien Sumarni Motion Pictures. Dia disebut-sebut sebagai produser perempuan pertama di Asia Pasifik.

Studio film ini menghasilkan Putri dari Medan (1954), Mertua Sinting (1954), Tengah Malam (1954), Sampah (1955), dan Saidjah Putri Pantai (1956). Selain bertindak sebagai produser, seluruh film ini dibintangi dirinya.

Meski begitu, dia tetap berperan di beberapa studio film lainnya. Termasuk bermain dalam Lewat Djam Malam (1954), sebuah film legendaris produksi gabungan Perfini pimpinan Usmar Ismail dan Persari pimpinan Djamaluddin Malik. Pada 1954, Titien bersama Moestari juga membangun salah satu perusahaan rekaman pertama di Indonesia bernama Remaco, yang kemudian tumbuh menjadi begitu besar pada masanya.

Di puncak kariernya, Titien memiliki banyak penggemar. Fansnya berduyun-duyun memadati bioskop yang memutar film Titien Soemarni. Selain aktingnya, Titien terkenal cantik, dengan ciri khas tahi lalat di kiri atas bibirnya. Bahkan, Presiden Sukarno pun menyukai akting Titien. Sepanjang kariernya dari 1951 hingga 1956, dia bermain di 34 judul film. Film terakhir yang dibintanginya berjudul Djandjiku (1956). Titien juga banyak memberikan dukungan finansial pada sutradara dan tokoh Indonesia pada masanya.

Percintaan

Suatu kejadian pahit membuat Titien dengan terpaksa harus bercerai dengan Moestari. Namun sebenarnya cinta terbesarnya adalah Moestari. Bagi Titien, Moestari adalah sosok pelindung layaknya bapak. Karena itu, setelah bercerai, Titien mencoba mencari pengganti Moestari: pria yang lebih tua. Namun, tak kunjung mendapatkan sosok yang sama. Titien kawin-cerai berkali-kali dan patah hati berulang-ulang.

Setiap kali bercerai, Titien akan meninggalkan hartanya dengan suami terdahulu dan memulai hidupnya yang baru dari nol. Ia meninggalkan pabrik, hotel, serta perusahaan-perusahaannya, dan pergi membawa koper saja dengan menggandeng anaknya. Tanpa uang sepeserpun.

Pada 1959, diberitakan Varia Nomor 84, 25 November 1959, Titien tengah menyiapkan sebuah film untuk Titien Sumarni Pictures. Bahkan, dia sudah melakukan pendekatan dengan dua orang sutradara jempolan, yakni Lilik Sudjio dan Turino Djunaidi. Film itu disebut-sebut bertema keagamaan.

Namun, tampaknya film ini tak pernah jadi diproduksi. Sebab, Selecta Nomor 250, 4 Juli 1966, melaporkan pada 7 Agustus 1959 sore, Titien berjalan kaki tanpa alas seperti orang linglung di Kota Bandung.

Berduyun-duyun anak-anak hingga orang dewasa mengikuti Titien berjalan. Anak-anak meneriakinya.

Titien Sumarni dikerubungi penggemarnya saat berkunjung ke Medan. (Film Varia Nomor 7 Januari 1956).

Di antara Jalan Raya Barat dan Jalan Garuda, salah seorang petugas kepolisian menghentikan langkahnya. Polisi ini mengenali Titien, yang bintang film terkenal dari ibu kota. Lalu, Titien ditolong. Anggota kepolisian itu meminta bantuan seorang supir truk untuk mengantar sang aktris ke rumah familinya.

Titien berjalan-jalan tanpa alas kaki dan pakaian yang kumal, bukan tanpa alasan. Dia kecewa dengan hidupnya. Ia merasa dunia hiburan telah begitu menyakitinya. Ia tak bisa menemukan sosok seperti Moestari. Ia pun tak bisa kembali pada Moestari yang selalu melindunginya.

Kematian yang misterius

Selecta Nomor 250, 4 Juli 1966 melaporkan, setelah linglung berjalan kaki di Kota Bandung, Titien kemudian dirawat seorang tukang becak di Cianjur dalam keadaan sakit parah dan miskin. Tak lama di sana, dia diboyong ke Bandung, lalu diserahkan ke tabib pengobatan alternatif Mamih Atjeng untuk dirawat.

Sesungguhnya, pada medio 1950-an, Titien pernah mengalami sakit yang juga parah. Ketika dirinya masih berada di puncak karier, menurut buku Rahasia Hidup R.A. Titin Sumarni karya Lingga Wisjnu, Titien diguna-guna orang. Dirinya pernah mengeluh sakit perut, hingga muntah darah. Usai dijampi-jampi oleh seorang dukun dari Tasikmalaya, dari perutnya keluar sebilah bambu, pisau, paku dan alat-alat tajam.

Majalah Sarinah menerbitkan foto-foto beliau di rumah sakit dengan benda-benda tajam yang dikeluarkan dari perutnya. Ketenaran dan kecantikan Titien saat itu mungkin membuat beberapa saingannya di dunia film iri. Tapi, penyakit dan akhir hidup Titien lebih pedih ketimbang diguna-guna.

Titien Sumarni sempat menjadi ratu dunia layar lebar Indonesia pada 1950-an. (Repro buku Rahasia Hidup RA Titin Sumarni karya Lingga Wisjnu).

Dua bulan tinggal di rumah Mamih Atjeng, Titien kemudian ditemukan seorang wartawan bernama Hajat Tatos Kusuma. Lalu, dibantu seorang perempuan bernama Sri Budijono, Titien dilarikan ke Rumah Sakit Advent Bandung.

Pada 13 Mei 1966 malam, Titien meninggal dunia. Ada kejanggalan dalam kematian Titien. Seorang wartawan Berita Yudha, Hajat, yang menemani Titien hingga akhir hayat menyatakan, aktris cantik itu wafat bukan karena penyakit yang dideritanya.

Di dalam Minggu Pagi edisi 15 Mei 1966, Dokter Benjamin K. Supit yang merawat Titien mengatakan, selama seminggu ada di RS Advent Bandung, kondisi Titien berangsur-angsur membaik. Bahkan sudah bisa berjalan-jalan di sekitar kamarnya.

Titien Sumarni di Rumah Sakit Advent, Bandung, sebelum meninggal dunia. (Selecta No. 247 13 Juni 1966)
Akan tetapi, sebelumnya Titien sempat makan makanan kiriman dari luar. Padahal, Supit sudah berulangkali mengingatkan Titien untuk tak makan sembarangan, yang tak terkontrol pihak rumah sakit.

“Dari penyelidikan dalam usaha menyelamatkan Titien Sumarni, akhirnya ditemukan suatu makanan yang diduga menyebabkan keracunan Titien. Makanan tersebut ternyata ketan hitam yang dikirim seseorang tidak dikenal,” tulis Minggu Pagi, 15 Mei 1966.

Anehnya, belum 12 jam Supit mengatakan hal itu, dia buru-buru meralat. Menurut Selecta edisi 13 Juni 1966, ralat itu dilakukan usai datang AKP-1 Moh. Saleh dari Dinas Reserse Kriminil AKRI Kobes Bandung.

Saleh menyelidiki keterangan dokter. Lantas, tak lama, keluar pengumuman resmi yang secara tak langsung meralat keterangan dokter.

“Sebab-sebab kematian Titien Sumarni bukan karena keracunan, tapi akibat komplikasi antara penyakit lama yang dideritanya dengan serangan buang air terus menerus. Sehingga menyebabkan terlalu banyak air keluar dari tubuh dan ini mengakibatkan sel-sel tidak bekerja sebagaimana biasa, serta pernapasannya yang sangat diperlukan untuk memulihkan tenaga pun tidak lancar, sebab paru-parunya sudah berlubang,” demikian keterangan resmi pihak kepolisian dan dokter RS Advent Bandung, seperti dikutip oleh Selecta, 13 Juni 1966.

Keterangan resmi itupun mengakhiri polemik kematian Titien. Perkaranya ditutup. Meski begitu kematiannya masih dianggap misterius bagi banyak pihak.

Kisah hidup Titien yang tidak biasa dan berakhir secara tragis ditulis dalam media-media besar secara bersambung seperti majalah Sarinah dan Kartini. Hingga kini, cerita-cerita tentang Titien pun terus dibicarakan.

Titien wafat dalam usia 34 tahun di rumah sakit. Meninggalkan anak-anaknya yang masih sangat belia.

---

*Artikel ini sudah mengalami proses koreksi dari pihak keluarga pada 10 Maret 2024.

Berita Lainnya
×
tekid