close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi penderita asma./Foto CNordic Nordic/Unsplash.com
icon caption
Ilustrasi penderita asma./Foto CNordic Nordic/Unsplash.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Selasa, 20 Mei 2025 06:10

Kombinasi lingkungan perkotaan yang buruk terkait dengan penyakit asma

Dalam lingkungan yang baik, sekitar satu dari 10 orang penderita asma tidak akan mengidap penyakit tersebut.
swipe

Diperkirakan asma memengaruhi 262 juta orang pada 2019 dan menyebabkan 455.000 kematian, menurut catatan World Health Organization (WHO). Asma adalah penyakit pernapasan kronis, terutama disebabkan peradangan dan penyempitan saluran udara di paru-paru. Peradangan ini dapat dipicu berbagai faktor, termasuk iritan, alergen, infeksi, dan emosi yang kuat.

Sebuah studi terbaru yang dipimpin ilmuwan dari Karolinska Institutet di Swedia, dengan beberapa institusi lainnya, diterbitkan jurnal Lancet Regional Health-Europe (Mei, 2025) berjudul “External exposome and incident asthma across the life course in 14 European cohorts: a prospective analysis within the expanse project” menemukan, kombinasi polusi udara, pembangunan perkotaan yang padat, dan terbatasnya ruang terbuka hijau meningkatkan risiko asma pada anak-anak dan orang dewasa.

Penelitian ini mencakup hampir 350.000 orang dari berbagai usia, dari 14 kelompok di tujuh negara Eropa. Informasi tentang alamat rumah masing-masing individu memungkinkan untuk menghubungkan data tentang berbagai risiko lingkungan perkotaan dengan masing-masing orang.

Paparan lingkungan yang termasuk, antara lain polusi udara, suhu luar ruangan, dan tingkat kepadatan perkotaan. Penilaian sebagian didasarkan pada citra satelit yang menunjukkan area abu-abu, hijau, atau biru, yang menunjukkan bangunan, ruang hijau, dan air.

Menukil The Conversation, asisten profesor di Institute of Environmental Medicine di Karolinska Institutet sekaligus salah satu penulis studi, Zhebin Yu dan profesor pediatri di Karolinska Institutet Erik Melen menulis, mereka pun mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang etnis, berat badan, status sosial-ekonomi, dan apakah mereka merokok atau terpapar asap rokok.

Selama periode penelitian, hampir 7.500 peserta mengidap asma saat masih anak-anak atau dewasa. Para peneliti menemukan, 11,6% kasus asma dapat dijelaskan oleh kombinasi faktor lingkungan.

Dengan kata lain, dalam lingkungan yang baik, sekitar satu dari 10 orang penderita asma tidak akan mengidap penyakit tersebut. Kombinasi polusi udara, kurangnya ruang terbuka hijau, dan pembangunan perkotaan yang padat merupakan faktor yang paling relevan dalam perkembangan penyakit asma.

Yu dan Melen menulis dalam The Conversation, dari penelitian mereka, orang dewasa yang tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara tinggi memiliki risiko 13% lebih tinggi untuk mengembangkan asma. Dan, anak-anak yang tinggal di daerah dengan polusi tinggi punya risiko 18% lebih tinggi.

Lalu, orang dewasa yang tinggal di daerah yang kekurangan ruang terbuka hijau memiliki risiko 15% lebih tinggi untuk mengembangkan asma, sedangkan anak-anak punya risiko 38% lebih tinggi.

Di samping itu, mereka menemukan, lingkungan perkotaan yang paling berbahaya adalah yang ditandai dengan tingkat polusi udara yang tinggi, akses terbatas ke ruang hijau, dan yang sebagian besar dibangun dari beton dan aspal.

Hal ini meningkatkan risiko asma pada orang dewasa sebesar 27% dan anak-anak sebesar 35%. Bahkan, daerah yang tak punya tingkat polusi udara tinggi, tetapi sebagian besar dibangun dari beton dan aspal serta kekurangan ruang hijau, meningkatkan risiko asma hingga 36%.

“Penelitian sebelumnya biasanya menghitung risiko dari satu faktor lingkungan pada satu waktu. Kami telah menggabungkan beberapa faktor lingkungan dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut secara bersama-sama memengaruhi risiko timbulnya asma,” kata Zhebin Yu dalam situs web Karolinska Institutet.

“Hal ini memberikan gambaran yang lebih baik tentang risiko lingkungan karena kehidupan di kota biasanya melibatkan paparan terhadap beberapa faktor risiko lingkungan pada saat yang bersamaan.”

Dikutip dari Air Quality News, studi tersebut menyebut pula, perempuan lebih sensitif terhadap risiko lingkungan dibandingkan pria. Temuan lainnya, orang yang telah tinggal di alamat yang sama dalam waktu lama menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara lingkungan mereka dan asma.

“Dengan semakin banyak orang pindah ke kota setiap tahun, sangat penting bagi kita untuk memikirkan kembali bagaimana kita merancang dan mengelola ruang perkotaan untuk memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan,” tulis Zhebin Yu dan Erik Melen dalam The Conversation.

“Kota dapat membantu mencegah asma dan meningkatkan kualitas hidup dengan memperkenalkan kebijakan yang bertujuan mengurangi polusi udara, memperluas ruang hijau, dan merancang infrastruktur yang lebih tahan terhadap suhu ekstrem.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan