sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Riset CISDI: Konsumsi rokok kurangi belanja kebutuhan pokok rumah tangga

Rumah tangga atau keluarga di Indonesia menggunakan 10,89% anggaran bulanannya untuk membeli rokok.

 Atikah Rahmah
Atikah Rahmah Rabu, 31 Agst 2022 15:37 WIB
Riset CISDI: Konsumsi rokok kurangi belanja kebutuhan pokok rumah tangga

Rokok merupakan salah satu ancaman kesehatan terbesar. Berdasarkan data yang dilansir World Health Organization (WHO) pada 26 Juli 2021, kurang lebih 8 juta orang per tahun di seluruh dunia meninggal akibat rokok. WHO juga menyebut, jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 miliar orang, dengan lebih dari 80% nya berada di negara dengan berpenghasilan rendah-menengah.

Selain menjadi ancaman kesehatan manusia, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyatakan, konsumsi rokok dapat mengurangi belanja kebutuhan pokok rumah tangga. Bahkan, dapat menciptakan ilusi kesejahteraan bagi 8,8 juta penduduk miskin. Hal itu disampaikan CISDI lewat peluncuran dua riset terbarunya yang bertajuk “Efek Crowding-Out Konsumsi Tembakau di Indonesia dan Efek Kemiskinan Akibat Konsumsi Tembakau di Indonesia”, pada Selasa (30/8).

Hasil riset CISDI menyebut, rata-rata rumah tangga atau keluarga di Indonesia menggunakan 10,89% anggaran bulanannya untuk membeli rokok. Hal itu menunjukkan, rumah tangga dengan perokok rata-rata lebih sedikit belanjakan anggaran untuk kebutuhan lain selain rokok. Menurut menurut Principal Investigator riset CISDI I Dewa Gede Karma Wisana, peristiwa itulah yang disebut efek crowding-out.

“Keluarga perokok mengurangi anggaran rumah tangga untuk komoditas lain, seperti makanan, pakaian, pendidikan, hingga kesehatan untuk membeli rokok,” jelasnya.

Hasil riiset juga menunjukkan, rumah tangga dengan pengeluaran untuk rokok cenderung memiliki asupan kalori harian lebih rendah, dibandingkan yang lain. Simulasi CISDI menunjukkan penurunan belanja rokok sebesar 50% (dari Rp407.285 menjadi Rp203.643), berpotensi tingkatkan belanja kebutuhan pokok, seperti beras, sebesar 14% atau dari Rp266.099 menjadi Rp338.142.

Pemapar dalam riset kedua yang berjudul Efek Kemiskinan Akibat Konsumsi Tembakau di Indonesia yakni, Vid Adrison, menekankan distorsi angka kemiskinan yang ditimbulkan konsumsi rokok dalam rumah tangga.

Vid Adrison menyebut, terdapat penyimpangan angka kemiskinan yang ditimbulkan dalam konsumsi rokok dalam rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri menggunakan jumlah pengeluaran rumah tangga, untuk mengukur kesejahteraan rumah tangga dan menentukan berasal dari keluarga di bawah garis kemiskinan atau tidak.

“Kebutuhan dasar makanan terpenuhi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sebanyak 2100 kkal per kapita per hari. Ada 52 komoditas yang digunakan termasuk tembakau yang tidak memberikan kalori. Berarti, sebagian masyarakat yang hampir miskin, sebetulnya tidak bisa memenuhi kebutuhan minimum 2100 kkal, jika sebagian pengeluarannya dialokasikan untuk konsumsi tembakau,” jelas Vid.

Sponsored

Selain ada pengeluaran untuk tembakau, ada alokasi dana yang harus dikeluarkan akibat dampak negatif konsumsi tembakau, misalnya biaya kesehatan. Akibatnya, bagi sebagian masyarakat yang hampir miskin, uang yang tersisa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori minimum. Namun begitu, mereka tidak tercatat sebagai masyarakat miskin. Inilah yang menurut Vid disebut sebagai ‘ilusi kesejahteraan’” .

“Bila belanja tembakau dan biaya kesehatan akibat tembakau dikeluarkan dari perhitungan total pengeluaran rumah tangga, angka kemiskinan pada 2021 bisa meningkat dari 10,14% menjadi 13,37% atau setara dengan penambahan 8,8 juta orang dari 1,9 juta rumah tangga,” tutur Vid.

Hasil dari dua riset tersebut menunjukkan, perlu ada upaya pengendalian tembakau, sehingga dapat berdampak positif untuk penanganan kemiskinan di Indonesia. Research Associate CISDI Arya Swarnata menyatakan, langkah-langkah pengendalian tembakau yang efektif dibutuhkan untuk mendorong pengurangan belanja tembakau rumah tangga yang sia-sia, yang dapat berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan keluarga

CISDI merekomendasikan pemerintah untuk mengokasikan penerimaan cukai rokok untuk program-program kesehatan dan pendidikan, khususnya untuk populasi berpendapatan rendah, meningkatkan tarif cukai tembakau dan harga jual eceran minimum untuk turunkan keterjangkauan rokok, serta menyederhanakan struktur tarif cukai rokok untuk mengurangi variasi harga rokok dan untuk mencegah substitusi konsumsi ke produk yang lebih murah.

Berita Lainnya
×
tekid