sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membicarakan 'menopause pria' dan terapi testosteron untuk eyang kakung

Pria mengalami penurunan hormon testosteron, namun bertahap. Gairah masih menggebu, tetapi tenaga sudah tak mampu.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Minggu, 20 Jun 2021 14:18 WIB
Membicarakan 'menopause pria' dan terapi testosteron untuk eyang kakung

Konon gairah pria tetap menyala meski usia sudah senja. Persoalannya, situasi yang terjadi adalah 'nafsu besar tenaga kurang'. Apakah ini menopause pria?
 
Kadar testosteron pria sebenarnya tetap konstan sampai usia 70 tahun, namun tidak efektif lagi kerjanya. Ini yang menyebabkan pria senja usia seperti baterai lawas. Gairahnya mudah terkuras. Bagi pria senja dengan testosteron rendah, bisa lebih buruk dari itu. Gairahnya tidak bisa dihidupkan sama sekali.

Hormon testosteron pada pria di antara sejumlah fungsinya adalah berperan dalam dorongan seksual, produksi sperma, pertumbuhan dan kekuatan tulang.  

Berbeda dengan wanita, dalam kualitas hidup yang normal-normal saja, libido pria lanjut usia umumnya masih tinggi seperti pria muda umumnya. Yang penting tidak ada penyakit berat dan gangguan psikologis.

Banyak pria di usia ini tidak memerlukan obat perangsang untuk terangsang. Tetapi setelah terangsang, atau menyala sebentar, dorongan seksual itu bisa padam tiba-tiba.

Apakah ini menopause pria seperti pada wanita setengah baya? Seorang dokter di Inggris, Dr Malcom Carruthers salah satu dokter yang meyakini bahwa monopouse pada pria benar adanya. Dia menyebutnya dengan istilah viropause.

Carruthers mengatakan bahwa pria yang mengalami viropause dapat menunjukkan gejala-gejala seperti wanita yang mengalami menopause. Yaitu depresi, gampang naik darah, tenaga dan gairah seksual melemah, berkeringat di malam hari dan terjadinya gangguan pada peredaran darah.

Tetapi mungkin sebagian orang jadi enggan berada di barisannya, karena Dr Cararuthers pernah bermasalah. Ia dilaporkan oleh rekan seprofesinya dan akhirnya dinyatakan bersalah karena memberi terapi penambahan hormon testosteron dengan dosis tinggi kepada pria yang mengidap pikun. 

Carruthers antimanstream. Dokter arus utama menegaskan menopause pria adalah mitos. Proses penuaan yang terkait dengan penurunan hormon testosteron pada pria berbeda dengan wanita.

Sponsored

Menopause pada wanita ditandai dengan berakhirnya siklus menstruasi secara alami. Proses ini biasanya terjadi saat wanita memasuki usia 45 hingga 55 tahun. Seorang wanita dikatakan sudah menopause bila tidak mengalami menstruasi lagi, minimal 12 bulan. Ovulasi berakhir dan produksi hormon menurun dalam waktu yang relatif singkat. 

Ketika masa menopause dialami wanita, maka sejumlah perubahan pun terjadi mulai dari penampilan fisik, kondisi psikologis, berkurangnya hasrat seksual dan kesuburan. Wanita menopause juga mungkin mengalami keluhan nyeri otot, kulit tampak kering dan kusam, kolestrol meningkat dll. Wanita yang sudah menopause tidak bisa hamil lagi.

Yang dijelaskan website layanan kesehatan nhs.uk bertolak belakang dengan teori Carruthers. Disebutkan bahwa "Menopause pria" (kadang-kadang disebut andropause) adalah istilah yang tidak membantu yang kadang-kadang dipakai media. Label ini menyesatkan karena menopause sendiri menunjukkan bahwa gejalanya adalah akibat dari penurunan tiba-tiba testosteron di usia paruh baya, mirip dengan apa yang terjadi pada wanita menopause. Sedangkan pada laki-laki kondisinya tidak demikian.

Adapun jika lelaki memasuki usia senja mengalami keluhan seperti pada wanita yang mengalami menopause, bukan berarti penyebabnya adalah penurunan hormon testosteron. Bisa jadi psikolosisnya yang sedang bermasalah karena sedang stres, depresi atau cemas.

Bagaimana dengan persoalan hormon testosteron pria lanjut usia?

Pada pria, produksi testosteron dan hormon lainnya menurun selama bertahun-tahun dan konsekuensinya belum tentu jelas. Penurunan bertahap kadar testosteron ini disebut hipogonadisme onset lambat atau testosteron rendah terkait usia.

Tingkat testosteron pria menurun rata-rata sekitar 1% setahun setelah usia 40 tahun. Tetapi kebanyakan pria yang lebih tua masih memiliki kadar testosteron dalam kisaran normal, dengan hanya sekitar 10% hingga 25% yang dianggap rendah.

Kadar testosteron rendah pada pria yang lebih tua sering tidak diperhatikan. Dan banyak pria yang memiliki kadar testosteron rendah tidak mengalami gejala. 

Selain itu, tanda dan gejala yang terkait dengan testosteron rendah memang tidak spesifik untuk testosteron rendah. Ada faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor usia seseorang, penggunaan obat-obatan atau kondisi lain, seperti memiliki indeks massa tubuh 30 atau lebih tinggi. 

Namun, tanda dan gejala yang menunjukkan testosteron rendah meliputi:

Gejala lain yang mungkin termasuk penurunan energi, motivasi dan kepercayaan diri, suasana hati yang tertekan, dan konsentrasi yang buruk. Mungkin juga mengalami mudah ngantuk, gangguan tidur, anemia ringan yang tidak dapat dijelaskan, pengurangan massa dan kekuatan otot, dan peningkatan lemak tubuh.

Perlukah pria lanjut usia yang testosteronnya rendah menjalani terapi?

Rekomendasi terapi testosteron untuk pria dengan testosteron rendah terkait usia bervariasi. Pada tahun 2020, American College of Physicians merekomendasikan agar dokter mempertimbangkan untuk memulai pengobatan testosteron pada pria dengan disfungsi seksual yang ingin meningkatkan fungsi seksual mereka, setelah menjelaskan risiko dan manfaatnya.

Pada tahun 2018, Masyarakat Endokrin merekomendasikan terapi testosteron untuk pria dengan testosteron rendah terkait usia yang memiliki tanda dan gejala yang terkait dengan testosteron rendah.

Beberapa ahli juga merekomendasikan untuk menawarkan pengobatan testosteron kepada pria dengan testosteron rendah terkait usia tanpa adanya tanda atau gejala.

Jika Anda memilih untuk memulai terapi testosteron, dokter Anda akan menjelaskan berbagai cara pemberian testosteron, tingkat target, dan pengujian lanjutan.

Bagi beberapa pria, terapi testosteron mengurangi tanda dan gejala defisiensi testosteron yang mengganggu. Bagi yang lain, manfaatnya tidak jelas dan ada kemungkinan risikonya.

Terapi pemberian testosteron dan risikonya

Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan, terapi testosteron dapat merangsang pertumbuhan metastasis prostat dan kanker payudara. Terapi testosteron juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke dan berkontribusi pada pembentukan bekuan darah di pembuluh darah.

Dokter kemungkinan akan merekomendasikan untuk tidak memulai terapi testosteron jika Anda memiliki kondisi seperti kanker payudara atau prostat, apnea tidur obstruktif parah yang tidak diobati, gagal jantung atau trombofilia yang tidak terkontrol, atau jika Anda baru saja mengalami serangan jantung atau stroke.

Pasien yang berpikir mungkin memiliki testosteron rendah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter tentang tanda dan gejala, pengujian, dan kemungkinan pilihan pengobatannya. Dokter dapat membantu pasien menimbang pro dan kontra pengobatan.

Ya pro kontra terapi ini memang ada. Khususnya mengenai apakah terapi testosteron efektif atau tidak membantu kehidupan seks pria lanjut usia. Sejumlah dokter menganggap mengatur testosteron pada pria bisa menimbulkan efek sampingan yang membahayakan pasien. 

Gordon Williams, konsultan dan urolog pada RS Hammer-smith London serta ahli impotensi menyatakan kalau menopause pada pria itu cerita khayalan yang berbahaya. Memberikan testosteron pada pria yang memiliki kadar hormon normal dinilainya sebagai tindakan kejam.

Pemberian testosteron memang dapat menambah gairah tetapi tidak menambah kemampuan seksual. Kondisinya ketika gairah muncul, Anda tidak akan sanggup berbuat apa=apa.

Katanya, tidak ada bukti testosteron dapat mengatasi impotensi. Pemberian testosteron dalam panjang juga bahaya bisa menimbulkan tumor prostat. 

Demikian jika Anda tidak sepakat dengan Williams, juga tak usah berkecil hati. Jika cenderung lebih percaya dengan terapi hormon, Anda juga tidak salah karena banyak klinik yang menyediakan layanan terapi pemberian testosteron untuk mengatasi permasalahan penurunan hormon.

Penanganannya ada berbagai cara bisa dengan tablet, koyo, jel, susuk, dan suntikan. Tetapi setiap klinik dan dokter pun akan melakukan tes dan mendiagnosa keadaan dan keluhan pasien untuk penanganan medis atau memilihkan metode terapi yang tepat agar tidak menimbulkan efek yang justru merugikan kesehatan pasien.

Berita Lainnya
×
tekid