close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pelepasliaran satwa./Foto AI ChatGPT
icon caption
Ilustrasi pelepasliaran satwa./Foto AI ChatGPT
Sosial dan Gaya Hidup - Satwa
Selasa, 05 Agustus 2025 13:02

Metode pelepasliaran satwa ke alam

Bukan perkara mudah melepasliarkan satwa ke alam.
swipe

Melepasliarkan satwa ke alam merupakan proses yang kompleks dengan beragam metode. Prosesnya tidak boleh sembrangan. Sangat penting untuk memprioritaskan kesejahteraan satwa dan kesehatan ekosistem. Berikut cara melepaskan hewan ke alam.

Pelepasan lunak

Dikutip dari Nebraska Wild Life Rehab, pelepasan lunak merupakan metode pelepasliaran satwa hasil rehabilitasi ke alam liar secara bertahap dan terkendali. Metode ini memberi kesempatan bagi satwa untuk beradaptasi secara perlahan dengan lingkungan alaminya.

Selama masa transisi, satwa biasanya masih diberikan makanan tambahan dan tempat berlindung untuk membantu mereka memulihkan kekuatan, mengembangkan perilaku alami, dan membangun wilayah jelajah sebelum akhirnya hidup mandiri.

Keunggulan pelepasan lunak adalah memungkinkan satwa belajar kembali keterampilan bertahan hidup dengan ritme mereka sendiri. Selain itu, satwa juga memiliki waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sesuai kebutuhan fisik dan psikologisnya. Metode ini juga memberi para rehabilitator kesempatan untuk memantau perkembangan satwa secara intensif setelah pelepasan.

Pelepasan keras

Dilansir dari Nedraska Wild Life Rehab, pelepasan keras dilakukan secara langsung, tanpa persiapan tambahan. Metode pelepasliaran ini memungkinkan satwa kembali ke alam liar dengan cepat. Pendekatan ini meminimalkan waktu yang dihabiskan di penangkaran dan mengurangi risiko pembiasaan terhadap manusia. Satwa yang dilepas dengan metode ini langsung mengandalkan naluri alaminya, yang dalam beberapa kasus dapat menghasilkan reintegrasi yang lebih spontan dan alami ke lingkungan liar.

Namun, metode ini tidak cocok untuk semua satwa. Perpindahan yang tiba-tiba dari lingkungan penangkaran ke alam bebas bisa menimbulkan stres dan disorientasi. Dalam kondisi tertentu, satwa dapat bereaksi dengan "lari ketakutan", yang justru menempatkan mereka dalam bahaya. Karena itu, pelepasan keras biasanya hanya diterapkan pada satwa dewasa yang memiliki wilayah jelajah yang sudah mapan, yang menjalani masa rehabilitasi singkat, dan siap untuk langsung kembali ke habitat asalnya.

Reintroduksi dan reinforcement

Endangered Primate Rescue Center (EPRC) Menyebut, menurut definisi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), reintroduksi adalah tindakan memindahkan dan melepaskan satwa secara sengaja ke wilayah asalnya, di mana spesies tersebut pernah hidup namun telah menghilang atau punah secara lokal. Tujuan dari reintroduksi adalah untuk mengembalikan spesies ke habitat alaminya sebagai bagian dari upaya konservasi jangka panjang.

Selain reintroduksi, ada pula istilah reinforcement, yang merujuk pada pelepasan satwa ke dalam populasi spesies yang masih ada di suatu wilayah. Dalam hal ini, tujuannya adalah untuk memperkuat atau menambah jumlah populasi yang sudah ada, baik untuk meningkatkan keragaman genetik maupun untuk mendukung kelangsungan hidup populasi tersebut.

Kedua pendekatan ini sama-sama melibatkan pelepasan satwa ke alam liar, namun perbedaannya terletak pada keberadaan populasi asli. Reintroduksi dilakukan ketika populasi di suatu area sudah tidak ada lagi, sementara reinforcement dilakukan di area yang masih memiliki populasi aktif dari spesies tersebut.

Penyetokan ulang

Menurut Jeffrey M. Black dalam Bird Conservation International (1991) penyetokan ulang adalah upaya pelepasan satwa—biasanya hasil penangkaran—ke dalam populasi yang masih ada, dengan tujuan utama meningkatkan viabilitas atau kelangsungan hidup jangka panjang populasi tersebut. Pendekatan ini juga dapat diterapkan dalam konteks translokasi antarpulau, khususnya untuk burung-burung yang terancam punah.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan