close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Biji kopi merah Lithanro Coffee. Foto: Lithanro Coffee
icon caption
Biji kopi merah Lithanro Coffee. Foto: Lithanro Coffee
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 03 Juni 2025 12:26

Geliat Nagaland, menuju pusat kopi terbaru di India

Mereka tahu untuk membangun masa depan kopi Nagaland, kualitas harus menjadi fokus.
swipe

 Dari luar, Juro Coffee House tampak seperti kafe elegan ala Eropa: langit-langit tinggi, pencahayaan lembut, dan sofa berwarna cokelat dan biru kehijauan. Namun di balik aroma seduhan yang menyenangkan, kafe di pinggir Jalan Raya Nasional India-2 ini menyimpan semangat baru: mengangkat kopi sebagai jati diri baru Nagaland.

Juro bukan sekadar tempat ngopi. Sejak Januari, kafe ini juga menjadi rumah bagi unit pemanggangan kopi pertama milik pemerintah negara bagian, menyeduh biji dari 12 distrik. Setiap cangkir yang tersaji di sini lahir dari tanah Nagaland — dari kebun langsung ke gelas.

Dulu, Nagaland lebih sering dikaitkan dengan konflik separatis bersenjata daripada kopi. Namun kini, tanah yang dulu hanya menanam padi, jeruk, dan sayuran berdaun hijau mulai menggeliat lewat perkebunan Arabika dan Robusta. Didukung oleh kebijakan baru dan semangat wirausaha muda, Nagaland memiliki sekitar 250 perkebunan kopi dengan 9.500 petani aktif.

Salah satu tokoh perubahan itu adalah Searon Yanthan, pendiri Juro. Pandemi COVID-19 memaksanya pulang ke kampung halaman, tempat ayahnya sudah lebih dulu menanam kopi. “Dulu kami mengekspor orang. Sekarang kami ingin mengekspor produk dan ide kami,” katanya.

Setelah melewati masa karantina di perkebunan, Yanthan mendirikan Lithanro Coffee pada 2021. Ia membangun hubungan langsung dengan para petani, mengedukasi mereka soal kualitas biji, dan memperkenalkan mereka pada hasil kerja keras mereka sendiri — kopi yang mereka tanam, diseduh dengan tangan.

Bersama 200 petani, ia membangun mimpi baru. “Kopi bisa jadi jalan keluar dari impian satu-satunya masyarakat sini: pekerjaan di pemerintahan,” ujar Yanthan.

Kebangkitan ini juga tak lepas dari peran Departemen Sumber Daya Lahan (LRD) Nagaland, yang mengambil alih program kopi pada 2015. Pemerintah menyediakan bibit gratis, peralatan pasca panen, dan mendukung pengusaha lokal seperti Lichan Humtsoe, pendiri merek kopi Ete. Lichan mendirikan sekolah kopi pertama di Nagaland, lengkap dengan laboratorium rasa yang meneliti buah lokal sebagai catatan rasa kopi.

Namun perjuangan masih panjang. Banyak petani belum memahami kualitas biji kopi yang mereka panen. Limakumzak Walling, petani dari Mokokchung, mengenang bagaimana kopi dulu lebih jadi beban ketimbang berkah. Kini, berkat skema baru, pembeli bisa langsung membayar di muka. Tapi tantangan tetap ada: hasil panen belum besar, dan infrastruktur pengolahan masih belum merata.

Nagaland memang masih jauh dari raksasa kopi seperti Brasil dan Vietnam. Bahkan ekspor terakhir baru terjadi pada 2019. Namun pencapaian terus diraih. Pada 2024, kopi Naga menyabet emas dalam ajang internasional di Afrika Selatan, dan produksi lokal menyentuh rekor 48 ton.

Para pengusaha seperti Yanthan dan Humtsoe masih optimistis. Mereka tahu untuk membangun masa depan kopi Nagaland, kualitas harus menjadi fokus. "Pohon kopi perlu dirawat sepanjang tahun. Ini bukan sekadar panen, tapi perawatan jangka panjang," kata Yanthan.

Harapannya, kopi Nagaland tak hanya dikenal dunia karena rasa, tapi karena kisah di baliknya. Humtsoe menyimpulkannya dengan mantap: “Orang-orang di negeri ini harus menjadi merek.” (aljazeera)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan