close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bioskop./Foto Derks24/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi bioskop./Foto Derks24/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Hiburan
Jumat, 29 November 2024 06:14

Pemerataan layar bioskop mesti dilakukan

Badan Perfilman Indonesia (BPI) menyebut, pada Februari 2024 ada 517 lokasi bioskop dengan total 2.145 layar di 115 kabupaten/kota di Indonesia.
swipe

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengapresiasi kehadiran Sam’s Studios dalam memfasilitasi industri film dalam negeri, salah satunya membangun layar bioskop untuk penayangan film produksi lokal. Menurutnya, hal itu menjadi solusi permasalahan yang dikeluhkan insan perfilman, soal kekurangan layar film Indonesia di bioskop-bioskop yang sudah ada.

Sam’s Studios rencananya bakal membuka sebanyak 51 layar yang tersebar di di Pemalang, Gombong, Pekalongan, Ungaran, Salatiga, Klaten, dan Solo (Jawa Tengah); Cibadak, Sukabumi, Lingkar Jalur, Cianjur, Subang, Garut, dan Indramayu (Jawa Barat); serta Nganjuk, Kediri, Pasuruan, dan Probolinggo (Jawa Timur) pada 5 Desember nanti.

“Ini memang polanya dibangun dengan cepat, menjadi semacam ekosistem lifestyle yang melibatkan UMKM,” ujar Fadli saat konferensi pers di Jakarta, Senin (25/11), seperti dikutip dari Antara.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha menambahkan, keterbatasan jumlah layar bioskop di Indonesia berdampak pada distribusi dan aksesibilitas film nasional kepada penonton. Dia berharap lebih banyak investor yang tertarik membuka bioskop baru untuk meningkatkan jumlah layar yang sudah tersedia.

Sebelumnya, seusai bertemu dengan insan perfilman di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Senin (4/11), Fadli pun mengatakan, kementeriannya bakal mengusahakan pemerataan jumlah layar bioskop di seluruh wilayah, supaya sarana menonton film tak cuma terkonsentrasi di kota-kota besar.

Fadli mengatakan, jumlah layar bioskop di Indonesia masih termasuk sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk, serta masih terkonsentrasi di daerah perkotaan, terutama di Pulau Jawa.

Merujuk data Badan Perfilman Indonesia (BPI), pada Februari 2024 ada 517 lokasi bioskop dengan total 2.145 layar di 115 kabupaten/kota di Indonesia. Sedangkan menurut Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Noorca M. Massardi, pada 3 Oktober 2024 ada sekitar 800 gedung bioskop dengan kurang lebih 3.000 layar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut pengamat sekaligus peneliti film Hikmat Darmawan, usulan pemerataan layar bioskop di seluruh daerah, terutama di luar Pulau Jawa, merupakan usul yang cerdas. Karena saat ini, pasar penonton film Indonesia sedang meningkat, sekitar 63% dari 70 juta pentonton film Indonesia. Sisanya terbagi antara penonton film Hollywood, Thailand, dan Korea Selatan.

“Jadi memang wajar apabila ada satu bioskop fokus ke film Indonesia. Nanti juga dia bukan hanya putar film baru, tapi film-film lama yang direstorasi,” ujar Hikmat kepada Alinea.id, Selasa (26/11).

“Memang lokasinya harus di daerah. Karena penumpukan selama ini sudah terjadi di kota besar, terutama di Jabotabek. Jejaring bioskop yang paling besar, (yaitu) XXI, masuknya ke Jabodetabek. Tapi, mulai sekarang, buka di daerah.”

Dia menilai, pemerataan layar bioskop ke daerah-daerah, memang harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah penonton. Walau ada sejumlah daerah yang memang masih menolak keberadaan bioskop, seperti Aceh dan Cianjur.

Namun, untuk merangsang swasta membuka bioskop sampai ke daerah, pemerintah perlu memberi insentif ekonomi, berupa pengurangan pajak, kemudahan izin, serta kemudahan membuka lahan untuk bioskop.

“Banyak sekali pungli di daerah-daerah. Mungkin bisa diatasi pemerintah. Terus bekerja sama dengan pemda untuk membuka lahan. Jadi sekarang pemda punya pendapatan di beberapa tempat. Ada kota-kota yang cukup kaya di luar Jabodetabek,” kata Hikmat.

Hikmat memandang, yang tidak kalah penting adalah merangsang adanya pasar majemuk agar film Indonesia tidak dikuasai segelintir rumah produksi berkantong tebal. Menurutnya, layar bioskop yang nantinya berdiri di daerah-daerah, harus memberikan ruang bagi film yang dibuat oleh rumah produksi dengan dana yang minim atau khas daerah.

“Pasar majemuk ini penting agar film yang tayang, tidak hanya dikuasai oleh pemain besar. Kalau itu tercapai, potensi pasarnya melesat jauh. Jadi, kita bisa melampaui di angka 100 juta penonton, kalau memang bioskop ada,” tutur Hikmat.

Pemerataan layar bioskop yang diserta pasar majemuk, kata Hikmat, bisa memberi efek turunan pada UMKM yang bergerak di sektor perfilman. Sebab, layar bioskop di daerah memberi ruang bagi keberagaman film, termasuk yang dibuat dengan ongkos produksi yang minim.

“UMKM film banyak, ada yang modal Rp700 juta atau Rp1 miliar. Itu kan dianggap murah banget. Terus diremehkan dan dapat slot sedikit,” kata Hikmat.

“Padahal, mereka enggak butuh slot sebanyak kelas A. Karena banyak film yang dibuat dengan biaya rendah. Untuk bisa disuplai, tidak bisa ngandelin PH (production house) besar dengan biaya yang banyak dan korporasi besar. Tapi, yang budget minim itu juga harus hidup dari segi kemajemukan dan produksi,” ucap Hikmat.

Sementara itu, sutradara dan produser Adisoerya Abdi memandang, inisiatif swasta melakukan pemerataan layar bioskop di daerah akan bisa diwujudkan sejauh pemerintah daerah memberikan kemudahan izin dan lahan untuk membangun.

“Dengan konsesi minimal 10 tahun secara cuma-cuma karena pemerintah akan mendapatkan penerimaan dari pajak tontonan dan pajak lain, jika area bioskop juga disediakan ruang kuliner,” kata Adisoerya, Selasa (26/11).

Adisoerya menilai, permodalan atau investasi bangunan sebagai fasilitas ruang bioskop yang bersih, nyaman, serta memenuhi standar teknis kekinian akan sangat memberi kemudahan bagi swasta untuk membuka bioskop di banyak daerah.

“Terutama di luar Pulau Jawa,” ucap Adisoerya.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan