close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kegigihan./Foto waldryano/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi kegigihan./Foto waldryano/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 16 Oktober 2025 13:00

Pengalaman masa kecil berpengaruh terhadap kegigihan saat dewasa

Para peneliti di India melakukan penyelidikan terhadap kelompok generasi Z.
swipe

Pengalaman masa kecil ternyata berdampak terhadap kegigihan seseorang saat dewasa. Hal itu terungkap dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Psychological Reports.

Penelitian ini menemukan, baik pengalaman masa kecil yang positif maupun negatif, berperan dalam membentuk kemampuan seseorang untuk bertahan dan berjuang mencapai tujuan jangka panjang. Hubungan itu sepenuhnya dijelaskan oleh satu faktor, yakni kemampuan mengelola emosi.

Grit—yang didefinisikan sebagai semangat dan ketekunan dalam mencapai tujuan jangka panjang—telah lama dianggap sebagai salah satu prediktor paling kuat bagi kesuksesan di berbagai bidang kehidupan. Meski diketahui kalau grit dapat dipengaruhi oleh pola asuh, jalur spesifik yang menjelaskan bagaimana pengalaman masa kecil membentuk sifat ini masih belum sepenuhnya dipahami.

Maka, untuk menjawab itu, para peneliti yang dipimpin Bhoomika N. Jadhav dari Vellore Institute of Technology di India melakukan penyelidikan lebih dalam, dengan fokus pada generasi Z.

Para peneliti berhipotesis, regulasi emosi—kemampuan seseorang dalam mengendalikan respons emosionalnya—mungkin menjadi mata rantai yang hilang yang menjelaskan bagaimana pengalaman masa kecil memengaruhi tingkat kegigihan di masa dewasa.

Para peneliti melakukan studi potong lintang terhadap 548 orang dewasa muda di India. Semua partisipan lahir pada 1997 atau setelahnya, yang termasuk dalam kategori generasi Z, dengan usia rata-rata sekitar 20 tahun.

Data dikumpulkan melalui survei elektronik yang berisi serangkaian kuesioner laporan diri yang telah divalidasi sebelumnya. Para partisipan terlebih dahulu diminta mengisi Skala Kegigihan Pendek untuk menilai tingkat ketekunan dan semangat mereka dalam mencapai tujuan jangka panjang.

Mereka juga mengisi kuesioner pengalaman buruk di masa kecil, yang mencakup sepuluh jenis pengalaman negatif sebelum usia 18 tahun, seperti kekerasan, penelantaran, serta berbagai tantangan dalam lingkungan rumah tangga.

Untuk menangkap sisi positif dari masa kecil, peneliti menggunakan skala pengalaman baik di masa kecil, yang menilai pengalaman suportif dan menenangkan, seperti perasaan aman serta keberadaan pengasuh yang dapat dipercaya atau diajak berbagi perasaan.

Terakhir, untuk mengukur kemampuan mengelola emosi, peserta mengisi tes kecerdasan emosional laporan diri Schutte, yang dirancang untuk menilai sejauh mana seseorang mampu mengatur emosi diri sendiri sekaligus memahami dan merespons emosi orang lain.

Hasil analisis awal menunjukkan adanya hubungan yang jelas dan signifikan di antara seluruh variabel. Individu yang melaporkan lebih banyak pengalaman buruk di masa kecil cenderung memiliki tingkat kegigihan dan kemampuan regulasi emosi yang lebih rendah.

Sebaliknya, partisipan yang memiliki kenangan masa kecil yang lebih baik, misalnya merasa aman dan mendapat dukungan emosional, menunjukkan tingkat kegigihan serta kemampuan regulasi emosi yang lebih tinggi.

“Korelasi ini menunjukkan, lingkungan masa kecil, baik yang mendukung maupun yang penuh tekanan, berperan langsung dalam membentuk ketahanan emosional dan ketekunan seseorang di usia dewasa muda,” tulis PsyPost.

Bagian inti penelitian kemudian menggunakan pemodelan persamaan struktural (structural equation modeling)—sebuah teknik statistik lanjutan yang memungkinkan peneliti menguji apakah regulasi emosi berfungsi sebagai mediator atau jalur penghubung antara pengalaman masa kecil dan tingkat kegigihan seseorang.

Model statistik yang digunakan menunjukkan, regulasi emosi sepenuhnya memediasi hubungan antara pengalaman buruk di masa kecil dan tingkat kegigihan. Artinya, pengaruh negatif masa kecil yang penuh kesulitan terhadap kegigihan dijelaskan sepenuhnya melalui dampaknya terhadap kemampuan seseorang dalam mengatur emosi.

“Dengan kata lain, masa kecil yang penuh tekanan tampaknya melemahkan kegigihan seseorang karena menghambat perkembangan keterampilan manajemen emosi,” tulis PsyPost.

Pola yang serupa juga ditemukan untuk pengalaman positif. Analisis menunjukkan, regulasi emosi juga sepenuhnya memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang penuh kasih dan tingkat kegigihan. Masa kecil yang aman dan suportif tidak secara langsung menjadikan seseorang lebih tangguh di masa dewasa.

Sebaliknya, pengalaman positif tersebut mendorong perkembangan kemampuan mengelola emosi, dan keterampilan emosional inilah yang kemudian menumbuhkan ketekunan serta semangat untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Baik pada pengalaman masa kecil yang negatif maupun positif, hubungan langsung dengan kegigihan menghilang setelah faktor regulasi emosi diperhitungkan, menegaskan peran sentral regulasi emosi dalam proses ini.

Meski begitu, para peneliti mengakui beberapa keterbatasan dalam studi ini. Temuan didasarkan pada kuesioner laporan diri, yang bisa dipengaruhi oleh bias memori atau keinginan peserta untuk memberikan jawaban yang dianggap baik secara sosial. Selain itu, desain penelitian ini bersifat potong lintang, artinya seluruh data dikumpulkan pada satu waktu. Pendekatan ini mampu menunjukkan hubungan antarvariabel, tetapi tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat secara pasti.

“Sampel penelitian ini juga terbatas pada remaja dewasa muda yang berbahasa Inggris dan melek huruf di India, sehingga hasilnya mungkin belum dapat digeneralisasikan ke populasi lain,” tulis PsyPost.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan