sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Anggota DPR sebut perlu penanganan jangka pendek pada gangguan ginjal akut

Pemerintah perlu berkoordinasi dengan aparat (Polri) dan BPOM untuk langkah hukum terhadap farmasi yang kadarnya melebihi batas.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 25 Okt 2022 16:05 WIB
Anggota DPR sebut perlu penanganan jangka pendek pada gangguan ginjal akut

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo, meminta pemerintah memperbaiki sistim pengawasan dan kontrol terhadap penggunaan zat-zat kimia dalam obat. Hal ini disampaikan Rahmad menanggapi dugaan penyebab gangguan ginjal akut yang telah menyerang ratusan anak di Tanah Air.

Pangkalnya, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus gangguan ginjal akut di Indonesia menjurus pada penyebab keracunan obat sirop. Dugaan sementara, penyebab gangguan ginjal berasal dari cemaran zat Etilen Glikol (EG) dan Deitilen Glikol (DG) pada jenis obat sirop.

Zat kimia itu diduga menjadi pemicu puluhan kasus gangguan ginjal akut di Gambia, Afrika Tengah, yang diduga berasal dari obat sirup buatan India.

"Apa yang disampaikan pemerintah mengarah utama (pada keracunan obat sirop) meskipun belum menjadi kesimpulan akhir bahwa itu penyebabnya adalah keracunan. Tetapi memang berdasarkan hasil lab dari ahli-ahli kita bahwa anak-anak yang mengalami ganggan ginjal ini ada kandungan-kandungan yang beracun," ujar Rahmad saat dihubungi Alinea.id, Selasa (25/10).

Temuan awal Kemenkes ini juga membantah dugaan bahwa penyebab gangguan ginjal akut ialah virus atau bakteri.

Selain itu, politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini menilai, temuan zat-zat kimia pada obat yang menyebabkan gagal ginjal akut bukan karena lemahnya pengawasan yang dilakukan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

"BPOM kan menyadari zat-zat itu tidak dilihat, tidak dicek karena dalam aturan internasional juga belum ada itu. Itu yang disampaikan pemerintah," ucapnya.

Berkaca dari temuan awal ini, dikatakan Rahmad, setidaknya perlu penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek yakni menemukan pihak yang bertanggung jawab.

Sponsored

"Pemerintah sudah berkoordinasi dengan aparat (Polri) dan BPOM untuk langkah hukum terhadap farmasi yang kadarnya melebihi batas. Saya kira tingggal kita mengawal," ucapnya.

Untuk jangka panjang, yaitu mendorong BPOM memperkuat fungsi pengawasan. "Agar tidak terulang, ini bagaimana kita perbaiki sistem kontrol dan fungsi pengawasan kita," pungkasnya.

Sebelumnya, juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan penyelidikan terhadap kasus gangguan ginjal akut di Indonesia menjurus pada penyebab keracunan obat sirop.

"Penyelidikan Kemenkes bersama IDAI telah menjurus pada salah satu sebab (gangguan ginjal akut), yaitu keracunan obat," jelas Syahril, Selasa.

Syahril mengatakan kasus gagal ginjal di Indonesia terjadi hampir setiap tahun, dengan rata-rata jumlah kasus berkisar satu sampai dua pasien per bulan.

"Kasus ginjal akut jadi perhatian pemerintah setelah melonjak pada Agustus 2022 lebih dari 35 kasus. Sama seperti hepatitis akut yang juga melonjak," katanya.

Lonjakan kasus gangguan ginjal akut terjadi karena adanya cemaran kimia pada obat tertentu yang sebagian sudah teridentifikasi, di antaranya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil eter (EGBE).

Atas dasar itu, pemerintah mengambil kebijakan untuk menyetop penggunaan, peredaran, hingga pemberian resep obat sirop kepada masyarakat per 18 Oktober 2022.

"Kebijakan itu untuk sementara berhasil mencegah penambahan kasus baru di RSCM sebagai rujukan nasional ginjal," katanya.

Sebagai tindak lanjut atas pengujian produk obat sirop yang diduga mengandung senyawa berbahaya oleh BPOM, maka Kemenkes keluarkan izin penggunaan kembali 156 obat sirop oleh konsumen.

Berita Lainnya
×
tekid